Kasus Pemotongan Insentif di BPPRD, Saksi Ahli Sebut Praperadilan Tak Bisa Tunda Proses Hukum

"Dalam praktik pungli, itu berbeda dengan pasal lainnya, tidak harus ada kerugian negara. Termasuk juga praktik suap atau perusakan barang, tidak haru

tribunjambi/mareza
Panitera mengambil sumpah saksi ahli Termohon, Erdianto, sebelum memberikan keterangan di persidangan perkara pemotongan insentif di BPPRD Kota Jambi, Kamis (15/7/2021) 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pihak Termohon dalam praperadilan kasus dugaan pemotongan insentif pada Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Jambi dari Kejaksaan Negeri Jambi menghadirkan ahli dalam agenda pembuktian, Kamis (15/7/2021).

Saksi yang dihadirkan merupakan ahli hukum Universitas Riau, Dr Erdianto, SH, MHum yang menjelaskan duduk perkara penetapan tersangka perkara tindak pidana korupsi serta perubahan statusnya pada daftar pencarian orang (DPO).

Di depan hakim tunggal, Partono, saksi yang telah 965 kali memberikan keterangan ahli ini menyebut ada dua alat bukti yang mesti terpenuhi dalam penetapan tersangka, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 184 KUHAP.

Untuk tindak pidana korupsi, papar dia, terbagi menjadi 30 jenis. Ada tipikor yang mensyaratkan kerugian negara, namun ada pula yang tidak mensyaratkan kerugian negara.

Di antara tipikor yang tidak mensyaratkan kerugian negara adalah pungli atau pemotongan seperti pada pasal 12 huruf e Undang-undang Tipikor.

"Dalam praktik pungli, itu berbeda dengan pasal lainnya, tidak harus ada kerugian negara. Termasuk juga praktik suap atau perusakan barang, tidak harus ada audit kerugian negara, berbeda dengan pasal 2 dan pasal 3 (UU Tipikor, yang mensyaratkan kerugian negara)," ulasnya.

Untuk itu, tidak menjadi masalah jika tidak ada audit kerugian negara dalam perkara tipikor yang didelikhukumkan pada pasal 12 huruf e, selama dua alat bukti terpenuhi.

Sementara itu, pada penetapan tersangka, ada hak untuk mengajukan praperadilan, sebagai bentuk hak warga negara untuk mengoreksi aparat penegak hukum.
Namun, pengajuan praperadilan tidak berarti membenarkan tersangka untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.

"Tidak ada hubungan. Praperadilan jalan sendiri, penyidikan jalan sendiri. Proses hukum tidak bisa ditunda karena adanya praperadilan. Itu tidak menggugurkan kewajibannya untuk menghadiri panggilan penegak hukum," ahli mengemukakan.

Negara, ujar dia, menuntut koperatifnya seorang tersangka. Jika mengajukan praperadilan namun tidak mengindahkan panggilan penegak hukum untuk pemeriksaan, menurutnya, hal itu merupakan sikap tidak terpuji. Mahkamah Agung justu memberi sikap untuk menolak praperadilan semacam itu.

Perlu diinformasikan, permohonan praperadilan ini diajukan tersangka dugaan pemotongan insentif di BPPRD Kota Jambi tahun 2017-2019, Subhi, melalui tim kuasa hukumnya. Hal ini lantaran penetapannya sebagai tersangka oleh pihak Kejaksaan Negeri Jambi dianggap tidak sesuai dengan aturan dan hukum yang ada.

Kejaksaan Negeri Jambi telah menetapkannya sebagai tersangka pada 17 Juni 2021 lalu melalui surat nomor: B-2356/L.5.10/Fd.1/06/2021 atas dugaan tindak pidana korupsi dalam pembayaran dana insentif pemungutan pajak daerah/Badan Pengelolaan Pajak dan Restribusi Daerah
(BPPRD) Kota Jambi tahun Anggaran 2017-2019.

Sidang selanjutnya akan digelar pada Jumat (16/7/2021) dengan agenda pembacaan kesimpulan dari hakim tunggal.

Baca juga: Peringati HBA ke-61, Kejari Bungo Gelar Bakti Sosial

Baca juga: Kemenag Merangin Jalin Kerjasama dengan Kejaksaan Negeri, Ini Poinnya

Baca juga: Pelaku Pembunuhan Kakek di Merlung Sempat Kabuar ke Sarolangun

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved