Sosok Ini Blak-blakan Bicara Mafia Tanah yang Libatkan Instansi Pemerintah: Saya Prihatin

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto menganggap pemerintah kurang serius memberantas mafia tanah.

Editor: Teguh Suprayitno
Tribun Manado/Rizky Adriansyah
lustrasi. Ratusan orang yang tergabung dalam Komite Perjuangan Pembaruan Agraria (KPPA) melakukan demonstrasi dengan melemparkan tomat busuk di depan gedung BPN, Manado, Senin (17/12/2012). Mereka menuntut pengungkapan mafia tanah antara pengusaha dan oknum BPN yang saat ini banyak terjadi di Kota Manado. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy Satyo Purwanto menganggap pemerintah kurang serius memberantas mafia tanah.

Khususnya mafia tanah di Indonesia di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang.

Kata pria yang akrab disapa Komeng ini, jangan sampai karena mandeknya penanganan mafia tanah tersebut, membuat masyarakat menganggap komitmennya pemerintah tersebut hanya sekedar lip service.

“Saya prihatin perjuangan masyarakat khususnya di wilayah Pantura ini sudah berlangsung lama dan telah mengadu ke berbagai instansi hingga ke Kemenkopolhukam dan DPR namun belum ada hasilnya,” ujar mantan Sekjen Prodem ini, usai menjadi pembicara dalam acara Diskusi Publik dengan tema ‘Mengungkap Akal Bulus Mafia Tanah Caplok Hak Atas Bidang Masyarakat’ yang digelar Forum Diskusi Wartawan Tangerang (FDWT) secara daring, Jumat (2/7/2021).

Komeng menjelaskan karena kasus mafia tanah ini merupakan extraordinary crime maka butuh penanganan khusus dan tidak bisa diselesaikan secara konvensional.

Terlebih kegiatan mafia tanah ini bisa dipastikan akan selalu berkolaborasi dengan pihak-pihak berwenang.

“Kasus mafia tanah tidak bisa dilakukan hanya sendiri dan pastinya melibatkan instansi-instansi di pemerintahan. Karena tidak mungkin akan muncul berbagai produk seperti NIB (Nomor Induk Bidang) dan sertifikat tanah jika sebelumnya tidak melibatkan instansi-instansi terkait,” kata Komeng.

“Persoalan mafia tanah sangat politis karena bersinggungan atau memiliki anasir dengan beberapa kementerian dan instansi lainnya. Kasus mafia tanah harus ditangani lintas sektoral. Bahkan kalau perlu ada pengadilan tersendiri dengan hakim dan jaksa khusus,” tambahnya.

Hal yang sama juga disampaikan pengamat kebijakan publik Adib Miftahul.

Baca juga: Sufmi Dasco Ungkap Ini Penyebab Rachmawati Soekarnoputri Meninggal Dunia

Menurut Adib penanganan kasus mafia tanah ini harus dilakukan pendekatan politis juga.

“Ke depan saya sarankan kepada para korban mafia tanah khususnya yang ada di wilayah Pantura Kabupaten Tangerang jangan memilih lagi pemimpin maupun anggota legislatif yang datang hanya saat kampanye dan setelah jadi mereka tidak mau membela masyarakatnya,” saran Adib.

Bahkan Adib pun mengatakan jika Presiden Joko Widodo tidak mampu mengatasi kasus mafia tanah ini maka sebutan sebagai pembela tanah rakyat dengan program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) akan tidak akan berarti apa-apa.

“Sebenarnya jika serius dengan instruksi langsungnya kasus mafia tanah ini harus bisa dilakukan. Kenapa memberantas preman langsung dilakukan secara masif ini memberantas mafia tanah seperti jalan ditempat,” kata Adib.

“Jika pejabat yang ditunjuk tak mampu mengatasi kasus mafia tanah ini lebih baik dipecat saja,” imbuh pria yang menjabat sebagai Direktur Eksekutif kajian Politik Nasional ini.

Sementara itu, aktivis senior 98 Mohammad Jumhur Hidayat menyebutkan Indonesia dalam penanganan kasus mafia tanah ini seharusnya mengikuti negara-negara lain.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved