Berita Nasional
Natuna Masih Tak Aman dari China Bila TNI AL Cuma Punya 2 Fregat, Wajib Punya Kapal Perang Besar
Indonesia nampaknya ingin terus memperkuat militernya dengan menambah armada perangnya.
TRIBUNJAMBI.COM - Indonesia nampaknya ingin terus memperkuat militernya dengan menambah armada perangnya.
Ya, hal itu dilakukan untuk menjaga kedaulatan Indonesia, khususnya di daerah perairan.
Hal ini juga yang menjadi tugas dari TNI terutama TNI AL untuk menjaga kedaulatan Indonesia di lautan.
Namun garda republik juga harus terus diperkuat bila tak ingin kebobolan.

Pembuatan light fregat Perusak Kawal Rudal (PKR) Martadinata Class rupanya tak cukup membuat puas jajaran petinggi TNI AL.
Maka jangan heran bila kebutuhan akan kapal kombatan yang lebih besar amat mendesak untuk pertahanan perairan Indonesia.
Malah hal ini juga diungkapkan oleh peneliti di Program Keamanan Maritim, Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam, Singapura, Collin Koh.
Collin turut menyebutkan jika Indonesia tidak akan bisa mempertahankan Natuna Utara bila hanya dibekali dengan dua Fregat kelas berat saja.
Indonesia juga perlu membangun fregat sekelas Iver Huitfeldt lebih banyak lagi dan lagi ditambah kapal Offshore Patrol Vessel (OPV) untuk menjaga wilayah lautnya yang luas terutama di Natuna karena lawannya adalah China.
Baca juga: Pihak Asing Sebut China Takut Sama Indonesia, Ternyata Ini Kehebatan Militernya dan Prajurit TNI AL
Baca juga: Soeharto Minta Kopassus Jadi Pelindung Presiden Filipina dari Kudeta, Marinir TNI AL Dapat Tugas Ini
Baca juga: Anggota TNI AL Babak Belur Dikeroyok 10 Orang, Berawal Dari Diteriaki Maling
"Dua fregat besar tidak cukup untuk menutupi perairan Natuna, di mana serangan China sering terjadi."
"Paling-paling, di setiap titik waktu, 1 dari pasangan fregat baru ini akan ada di pangkalan, meskipun untuk jangka waktu terbatas dan menyediakan perawatan yang tepat, jadwal perbaikan."
"Tentu saja, dengan anggaran yang sama, lebih banyak OPV yang lebih kecil dapat diperoleh. Namun, saya menduga beberapa alasan di balik pencarian untuk kelas Iver Huitfeldt," kata Collin seperti dikutip dari Naval News.
"Dan menambahkan bahwa Iver Huitfeldt juga lebih besar, dan mewakili desain yang sepenuhnya baru yang harus ditangani oleh PT PAL. Dengan transfer teknologi yang tepat di bawah bimbingan rekan-rekan mereka dari Denmark, dan tentu saja dengan komitmen Jakarta terhadap program ini, adalah mungkin bagi PT PAL untuk mengatasi masalah awal dari kurva pembelajaran dan secara bertahap menjadi mampu membangun kapal secara mandiri."
"Kita bisa mengambil contoh dari kolaborasi PT PAL dengan DSME dalam pembangunan lisensi kapal selam. Ada cegukan awal, terutama karena transfer teknologi, tetapi ini kemudian diatasi dan Indonesia akhirnya berhasil membangun kapal selam kelas Nagapasa ketiga , dan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang membangun kapal selam secara lokal," sambung Collin.
Collin juga mengungkapkan bila Indonesia sedang merancang sebuah taktik jitu untuk menandingi kekuatan PLA Navy di Natuna Utara nantinya.
"Namun, saya menduga beberapa alasan di balik pencarian untuk kelas Iver Huitfeldt."
Yang pertama adalah "bahwa orang Indonesia sedang melihat pembuatan kapal perang yang lebih besar di luar PKR yang didasarkan pada kelas SIGMA, yang diklasifikasikan sebagai fregat ringan."
Yang kedua adalah "konsep modular misi unik yang ditawarkan untuk desain Denmark, yang dapat diminati oleh orang Indonesia untuk kapal perang masa depan."
Baca juga: Kisah Bung Karno Saat Melewati Serangkaian Percobaan Pembunuhan Dirinya, Dilempar 5 Granat
Baca juga: Pasca 14 Pegawai BRI Unit Muradi Terkonfirmasi Covid-19, Gugus Tugas Lakukan Tracking
Baca juga: Apa Itu Sebenarnya Saus Cajun Kesukaan Member BTS yang Dijual di McDonalds, Ini Komposisinya

Tampaknya orang Indonesia sendiri tertarik pada kesamaan antara angkatan laut dan BAKAMLA, yang dapat dimungkinkan menjadi konsep modular yang kuat.
Yang ketiga, "saya yakin perlu ditinjau secara serius, adalah apakah orang Indonesia mungkin tidak begitu puas dengan program PKR, dan apakah ini ada hubungannya dengan hubungan pembuat kapal lokal dengan Damen. Sekali lagi, poin ini perlu dieksplorasi."
Namun Indonesia selalu terganjal pada masalah anggaran yang kemudian bisa berubah menjadi sebuah rencana belaka.
(Seto Aji/Sosok.ID)
SUMBER: SOSOK.ID