Kisah Bung Karno Saat Melewati Serangkaian Percobaan Pembunuhan Dirinya, Dilempar 5 Granat
“Di tahun 1918 iaa dalah seorang kawanku yang baik. Di tahun 1920-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi
TRIBUNJAMBI.COM - pemimpin pemberontakan Darul Islam (DI)/Tentara Islam Indonesia (TII), awalnya adalah sahabat Ir Soekarno.
Mereka bersimpang jalan ketika Bung Karno memilih mempertahankan dasar negara Pancasila, sedangkan Kartosuwiryo ingin menerapkan asas agama Islam.
“Di tahun 1918 iaa dalah seorang kawanku yang baik. Di tahun 1920-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, dia berjuang semata-mata menurut asas agama Islam,” ujar Soekarno yang akrab di panggil Bung Karno, dalam buku ‘Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia’, karya Cindy Adams, Penerbit yayasan Bung Karno dan Penerbit Media Pressindo, Cetakan Keempat, 2014.
Baca juga: Pasca 14 Pegawai BRI Unit Muradi Terkonfirmasi Covid-19, Gugus Tugas Lakukan Tracking
Baca juga: Apa Itu Sebenarnya Saus Cajun Kesukaan Member BTS yang Dijual di McDonalds, Ini Komposisinya
Baca juga: BREAKING NEWS Dua DPO Kejati Jambi Kasus Korupsi Proyek Jalan Multiyears Ditangkap
Pada 30 November 1957 Bung Karno nyaris kehilangan nyawa karena dilempari granat oleh anak buah Kartosuwiryo.
Ketika itu Bung karno sedang berjalan keluar meninggalkan acara malam amal di Perguruan Cikini, Jakarta, tempat dua anak Soekarno bersekolah.
Malam berlangsung Ramaian. Ada hiasan balon, potongan kertas warna–warni, musik, nyanyian, lelang, dan pertunjukan singkat. Sekira 500 tamu serta para pengajar, anak-anak, dan ribuan penonton berdiri di tengah hujan, sekira pukul 18.55 WIB.
Bung Karno turun dari lantai dua melalui tangga sempit. Hati Bung Karno sedang berbunga-bunga, saat itu ia memainkan rambut seorang anak yang berjalan di sebelah kiri dan menggendong anak yang lain di sebelah kanan.
Bung Karno saat itu tengah dikerumini anak-anak. Ketika sampai di luar, pintu mobil kepresidenan telah terbuka disusul isyarat kepergian Presiden. Komandan pasukan pengawal berteriak memberi aba-aba, “Hormat…!!!”
Dalam waktu sepersekian detik, saat orang-orang berhenti sejenak untuk melakukan penghormatan, sebuah granat meledak. Dari sebelah kiri gedung dilemparkan sebuh granat lagi. Dari sebelah kanan menyusul yang lain.
Secara refleks Bung Karno bergerak untuk melindungi anak-anak. Ia merunduk untuk menyembunyikan anak-anak ketika seorang pengawal mendorong Bung Karno ke bawah belakang mobil.
“Aku menggunakannya sebagai perisai sampai sebuah granat yang dilemparkan dari jarak lima meter menembus mesin, menghancurkan kaca depan, merobek bagian dalam mobil menjadi serpihan dan meledakkan dua ban,” kata Bung Karno.
Granat keempat dilemparkan dari seberang jalan meremukkan sisi lain mobil. Anak-anak berteriak dan lari ketakutan masuk gedung sekolah.
Tamu-tamu bergulingan ke bawah mobil atau masuk ke selokan. Puluhan orang kena serpihan granat. Ratusan terbanting ke tanah.
“Kulihat kekuatan ledakan melemparkan seorang inspektur polisi ke sebuah tiang. Darah berserakan. Ajudanku Mayor Sudarto, menarik tanganku dan kami lari pontang panting menyeberangi jalan,” kenang Bung Karno.
Percobaan pembunuhan lainnya