Mutiara Ramadan

Satu Pertanyaan di Sore Minggu Kedua Ramadan; Pilih Berkah atau Bahagia ?

Sebab tidak semua kebahagiaan itu membawa keberkahan. Contoh ketika  menang taruhan, uang dapat, hati senang.

Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/IST
Henri Masyhur 

oleh : Henri Masyhur, Guru mengaji, tinggal di Simpang 3 Sipin.

Di satu sore minggu kedua Ramadan, ketika baru selesai membicarakan hadis tentang kebahagiaan yang akan Allah SWT berikan untuk orang yang berpuasa.

Tetiba seorang teman bertanya: “Bang… mana yang harus saya pilih dalam hidup ini, bahagia atau berkah?”

Sebab tidak semua kebahagiaan itu membawa keberkahan. Contoh ketika  menang taruhan, uang dapat, hati senang. Atau ketika uang yang saya dapat dari sumber yang diragukan kehalalannya.

Untuk menjawab pertanyan ini, mari kita simak beberapa kisah di bawah ini.

Pertama, kisah Halimatussa’diyah seorang wanita dari Bani Sa’ad yang mendapatkan kemuliaan karena menyusui Nabi Muhammad saw ketika balita.

Dikisahkan dalam riwayat Ibnu Ishaq dan Abu Ya’la, ketika Halimah dan suaminya berangkat bersama rombongan menuju kota Makkah.

“Aku menaiki keledaiku yang berwarna putih kehijauan. Dalam perjalanan, keledaiku terperosok dan luka. Sementara unta betina yang menemani perjalanan kami sudah sangat tua, berjalan sempoyongan, dan tidak menghasilkan setetes susu pun. Ditambah lagi saat itu sedang musim kering yang sangat panas. Rombongan kami didera kelaparan yang mencabik perut dan payahnya perjalanan yang menyiksa. Aku juga saat itu membawa bayiku sendiri, sedangkan air susuku sangat amat sedikit. Di malam hari kami tak dapat memejamkan mata karena perut yang perih. Kami tak menemukan sesuatu pun untuk menutupi kebutuhan, selain akan datangnya hujan. Kambing-kambing kami pun sangat memelas karena sepanjang jalan tak menemukan air dan rerumputan. Dalam perjalanan itu, kami selalu mengharapkan hujan dan jalan keluar. Sampai akhirnya kami pun tiba di Makkah.

Ketika seluruh wanita dalam rombongan sudah mendapatkan bayi dari bangsawan Quraisy untuk disusui. Tak satu pun penduduk Makkah yang berkenan menyusukan anaknya pada Halimah sebab melihat keadaannya yang lemah dan memprihatinkan. Hanya tertinggal satu orang bayi yatim, cucu Abdul Muthalib.

Teman-temannya enggan menyusui bayi yatim itu. Ini dikarenakan wanita-wanita itu selalu menaruh harapan kebaikan dan bayaran dari ayah si anak asuh.

Akhirnya, daripada pulang dengan tangan kosong, Halimah pun pergi ke rumah anak yatim itu. Ketika Halimah mengambil bayi itu dan menggendongnya. Tetiba ia merasakan ada yang berubah pada dirinya.

Ia yang semula berjalan dengan menggeletar sempoyongan karena lelah dan lapar yang menderanya, kini merasa segar dan bertenaga. Bahkan ketika bayi Muhammad menangis dan ingin menyusui, ajaib payudaranya terasa penuh. Dan saat mulai menyusui, air susunya mengalir dengan deras. Suaminya bangkit dan melihat kantong susu kambingnya juga penuh.

Sehingga bisa diperas dan diminum bersama hingga puas dan kenyang. Mereka tertidur nyenyak di malam yang baik itu.

Ketika pagi tiba, suaminya berkata, “Demi Allah, wahai Halimah, engkau telah mengambil seorang bayi yang penuh dengan berkah”.

Ketika pulang pun keledai Halimah yang tadinya pincang, kini berjalan penuh semangat dengan amat ringan. Sesampainya di kampung pun kemudian kambing-kambing Halimah selalu pulang dari padang gembalaan dalam keadaan kenyang dan air susunya penuh.

Sementara kambing orang lain tidak. Padahal mereka berada di padang gembalaan yang sama.

Baca Berita Jambi lainnyha

klik:

Baca juga: PAUD Hingga SMP di Kota Jambi Libur Selama 12 Hari untuk Cegah Mudik Lebaran

Baca juga: BREAKING NEWS Rumah Penyimpanan BBM di Bagan Pete Terbakar, Ayah dan Anak Mengalami Luka Bakar

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi, Abdullah bin Masud Tercengang Saat Saksikan Mukjizat Nabi Terhadap Kambingnya

Baca juga: Kisah Sahabat Nabi, Zuhudnya Salman al Farisi Pengusul Pembuat Parit di Perang Khandak

Diceritakan kemudian kambing Halimah beranak pinak, berlipat lebih banyak dari kambing tetangga. Seluruhnya sehat dan gemuk.

Seisi rumah diliputi keceriaan dan cinta. Anak-anak di keluarga pun tumbuh sempurna tanpa penyakit dan bahaya. Sungguh bayi yatim itu membawa berkah.

Membawa kebaikan yang sangat banyak pada Halimah daan keluarganya. Halimah menjadi saksi atas keberkahan anak yatim itu.

Kedua, kisah Nabi Musa dalam surat al-Qashash ayat 15-29. Ketika ia berlari meninggalkan Mesir karena akan dibunuh oleh Fir’aun dan pembesar negeri setelah mengetahui Musa muda memukul seorang lelaki Qibhty hingga meninggal.

Musa yang memukul karena membela kaumnya itu kemudian bergegas lari, dengan penuh waswas dan galau.

Tanpa tahu jalan dan tanpa ada kawan. Langkahnya lebar dan tanpa jeda, pandangan lurus ke depan tanpa menoleh.

Dan setelah menempuh jarak yang jauh, menguras tenaga hingga lemas. Sampai akhirnya ia tiba di sebuah mata air. Musa melihat orang yang berdesak-desakan memberi minum ternak.

Dan terlihat dua orang gadis yang menahan kekang kambingnya agar tak mendekat ke mata air sambil menahan haus.

Di dalam Al-Qur’an, Musa disebut sebagai lelaki yang kuat dan dapat dipercaya (Al-qashash: 26) .

Bukan karena kekuatan pukulannya, akan tetapi karena menolong di saat dia sendiri lapar dan haus, keletihan, ketakutan, serta asing dengan lingkungan barunya. Musa menawarkan bantuan walaupun pada saat itu sesungguhnya dia sendiri sangat memerlukan bantuan. Dan ternyata amalnya itu benar-benar membawa berkah.

Maka hari itu, berubahlah kehidupan Musa muda. Di rumah seorang bapak tua ia dijamu makan sehingga hilang laparnya, dijamin keamanan hingga hilang takutnya.

Ditawari tempat tinggal sehingga hilang gundah galaunya. Ditawari pekerjaan hingga hilang bayangan gelap masa depannya. Bahkan lebih dari itu, dinikahkan dengan anak gadis bapak tua itu.

Dan akhirnya diberi tugas kenabian. Demikianlah, sebuah amal yang amat sederhana ternyata membawa keberkahan dalam hidupnya. Sebuah amal kecil tetapi membawa kebaikan yang berlapis pada dirinya.

Mendapatkan makanan, tempat tinggal, jaminan keamanan, pekerjaan dan mendapatkan pasangan hidup. Bahkan lebih dari itu, kemudian ia juga mendapatkan amanah mulia berupa kenabian.

Kedua kisah di atas menjelaskan kepada kita bagaimana keberkahan itu bekerja, ketika ia melekat pada diri seseorang atau menyertai pada sebuah amalan.

Kedua kisah itu menjelaskan keberkahan itu bisa ada pada diri seseorang, bisa juga pada sebuah amalan.

Selain itu Al-Qur’an juga menjelaskan bahwa keberkahan itu juga ada pada waktu tertentu.

Malam Lailatul Qadr disebut malam yang berkah karena beribadah di malam itu sama dengan beribadah selama 1.000 bulan. Keberkahan juga ada pada tempat. Al-Qur’an menjelaskan tentang keberkahan Kota Makkah, hadis menjelaskan bahwa sesiapa yang salat di Masjidil Haram 2 rakaat maka itu lebih baik daripada salat 100.000 rakaat di tempat lain. Itulah contoh berkah lainnya.

Waktunya sama, amalnya sama tetapi balasannya berlipat ganda. Balasan kebaikannya berlapis-lapis, tumbuh dan berkembang.

Pembaca yang budiman, kata berkah dalam Kamus Bahasa Arab memiliki beberapa makna. Berkah berarti menetap dalam ketentraman/ kebaikan.

Berkah juga berarti kebaikan yang tetap dan terus melekat pada sesuatu.

Berkah juga berarti kebaikan yang terus berkembang dan bertambah.

Dalam lisaanul ‘Arab dijelaskan berkah adalah kebahagiaan yang berakar pada ketaatan. Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan itu merupakan bagian dari keberkahan. Dalam setiap keberkahan akan selalu disertai dengan kebahagiaan.

Ramadan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan.

Bulan yang dipenuhi dengan kebaikan yang berlapis-lapis. Kebaikan yang ganjaran pahalanya sangat banyak dan tidak terhingga. Ayo tetap semangat beribadah dan mengejar keutamaan Ramadan.

Ayo, pilih dan kejar keberkahan Ramadan. Insyaa Allah ia akan menghantarkan kita pada kebahagiaan. (*)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved