Khazanah Islam
Rajin Puasa Tapi Tidak Sholat, Bagaimana Hukumnya?
Umat Islam diperintahkan untuk menyambut bulan ini dengan penuh rasa kegembiraan sebagaimana keterangan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW
Kemudian bentuk yang kedua, meninggalkan pada bagian atau waktu tertentu saja; tidak shalat pada hari-hari tertentu saja.
Bentuk ‘meninggalkan’ jenis ini berkonsekwensi pada kesia-siaan amal hanya pada hari itu saja.
Kesia-siaan amal adalah konsekwensi dari meninggalkan shalat keseluruhan, kesia-siaan tertentu adalah konsekwensi dari meninggalkan shalat pada waktu tertentu saja. (Ash-Shalat, 65)
Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya tentang status puasanya orang yang meninggalkan shalat. Beliau menjawab,
تَارِكُ الصَّلَاةِ صَوْمُهُ لَيْسَ بِصَحِيْحٍ وَلَا مَقْبُوْلٍ مِنْهُ؛ لِأَنَّ تَارِكَ الصَّلَاةِ كَافِرٌ مُرْتَدٌّ
Orang yang meninggalkan shalat puasanya tidak sah dan tidak diterima. Sebab orang yang meninggalkan shalat statusnya adalah kafir murtad. (Fatawa ash-Shiyam, 87)
Pernyataan beliau ini didasarkan pada firman Allah ‘Azza wa Jalla,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (QS. At-Taubah: 11)
Kemudian didasarkan pula pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاةِ
“Pemisah antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah ditinggalkannya shalat.” (HR. Muslim, 82)
Beliau juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya, maka ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2621, dishahihkan oleh al-Albani)