Editorial
Pembacokan Pelajar SMAN 7 Kota Jambi, Demikian Rendahkah Sportivitas Generasi Muda Kita ?
Pembacokan pelajar SMAN 7 Kota Jambi usai event olahraga antarsekolah pekan lalu membuat miris.Apakah sportivitas generasi muda sudah
PANDEMI Covid-19 telah membatalkan sejumlah event dari skala internasional hingga lingkungan perumahan.
Tak hanya menghambat multyplier effect, pembatalan sejumlah event juga berpengaruh pada semangat generasi muda untuk berpretasi dan mengasah kemampuan diri.
Diantaranya event-event seni, kreativitas hingga olahraga.
Kekhawatiran menurunnya daya saing dan semangat untuk berkompetisi sudah diungkapkan banyak pihak jauh waktu.
Sehingga, sejumlah event tetap digelar secara virtual dengan memanfaatkan fasilitas digital.
Namun, tentu ini tidak berlaku untuk event olahraga. Kompetisi olahraga menuntut peserta untuk saling bertemu.
Dengan mempertimbangkan banyak hal, termasuk kemungkinan menjadi wahana penyebaran Covid-19.
Berbagai aturan pun dibuat agar tujuan baik tidak bermuara pada ketidakbaikan.
Namun apa daya, saat sebagian pihak berupaya menerapkan protokol kesehatan secara ketat, masih ada pihak-pihak yang membuat kekisruhan bahkan masalah salam event.
Kasus pembacokan pelajar SMAN 7 Kota Jambi usai event olahraga antarsekolah yang digelar pekan lalu misalnya.
Kecewa pada hasil pertandingan, lalu membuat ribut bahkan melakukan tindakan bar-bar yang pada akhirnya benar-benar menelan korban jiwa.
Miris, karena baik korban maupun dua tersangka masih anak di bawah umur, 16-17 tahun.
Haruskah kekalahan dalam event yang bertujuan untuk sportivitas direspon dengan penganiayaan berat seperti itu?
Apakah sportivitas generasi muda sudah di titik terendahnya?
Baca juga: Kabar Terbaru Tim Gabungan TNI Polri Perpanjang Perburuan Ali Kalora Cs, Tinggal 9 Orang dan Melemah
Baca juga: Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Siklon Tropis Seroja Dini Hari Ini, Kecepatan Pusarannya 85 km/jam
Baca juga: Vaksinasi di Kota Jambi Jelang Ramadhan Ditarget 1.000 Orang Per Hari
Baca juga: Akun Kemensetneg Unggah Foto Pernikahan Atta dan Aurel, Dr Tirta Bereaksi: Kasihan Atta
Apalagi mereka adalah kalangan siswa yang berada di bawah lembaga pendidikan yang karakternya mestinya dibentuk ke arah yang positif.
Atau ada faktor lain yang membuat mereka merasa perlu melakukan tindakan penganiayaan yang bertendesi hukum tersebut?
Semua tentu kembali pada sportivitas.
Ikhlas menerima kekalahan dan tidak jumawa saat menjadi pemenang perlu dipupuk pada generasi muda.
Bukan sebaliknya, justru menjadi ajang saling ejek hingga berujung malapetaka.
Nasi sudah menjadi bubur, remaja tumpuan keluarga dan bangsa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum.
Apalagi dengan meninggalnya korban, tentu masa menjalani hukuman tidak sebentar.
Terkadang ada rasa miris, anak-anak seusia itu harus menghabiskan usia mudanya bahkan mungkin hingga dewasa di balik terali besi.
Semoga kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi generasi muda lainnya, untuk lebih mengasah sportivitas sehingga bisa memetik hikmah dari setiap peristiwa.(*)