Bocah Ini Lagi Dipangku Ayahnya Saat Rumah Gubuknya Dijatuhi Bom Milter Myanmar, Begini Kondisinya
Seorang balita di Myanmar dilaporkan selamat dalam serangan udara yang dilakukan militer pada akhir pekan lalu.
Bocah Ini Lagi Dipangku Ayahnya Saat Rumah Gubuknya Dijatuhi Bom Milter Myanmar, Begini Kondisinya
TRIBUNJAMBI.COM -Pada Sabtu malam waktu setempat (28/3/2021), militer Myanmar melancarkan serangan udara pertama di negara bagian Karen dalam 20 tahun.
Serangan ini dilakukan beberapa jam setelah kelompok pemberontak merebut pangkalan militer.
Seorang balita di Myanmar dilaporkan selamat dalam serangan udara yang dilakukan militer pada akhir pekan lalu.
Balita tersebut selamat berada dipangkuan sang ayah, sedangkan ayahnya tersebut harus tewas di gubuk bambu dekat perbatasan dengan Thailand.
Balita itu berusia 3 tahun, Saw Ta Eh Ka Lu Moo Taw, yang tinggal di lembah Day Bu Doh bersama orangtuanya yang seorang petani.
"Dia sedang duduk di pangkuan ayahnya" saat bom udara menghantam rumahnya, menurut kata David Eubank dari Free Burma Rangers, seperti yang dilansir dari AFP pada Senin (29/3/2021).

Eubank mengatakan bahwa serangan udara tersebut membunuh ayah sang balita, Saw Aye Lay Htoo (27 tahun).
Lay Htoo meninggal saat memangku sang balita untuk terakhir kalinya. Dilaporkan, balita itu mengalami luka yang cukup serius.
"(Balita laki-laki itu), memiliki luka robek di lehernya dan beberapa pecahan bom diperkirakan masih ada di dalam dirinya," ucap Eubank
Agar bocah laki-laki itu tidak terkena infeksi dari pecahan logam, petugas akan memberikan antibiotik.
Meski mengalami luka yang cukup serius, petugas medis akan melakukan operasi untuk mengeluarkan pecahan peluru.
Walau begitu, balita tersebut dilanda kesedihan setelah mengetahui ayahnya tidak berhasil selamat dari serangan udara militer itu.
"(Anak laki-laki dan ibunya) dalam keterkejutan dan kesedihan. Anak laki-laki itu tahu bahwa ayahnya telah meninggal," ungkap Eubank.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Terdesak, Kini Pos di Perbatasan China Dikuasai Pemberontak Kachin
Anak-anak memang ikut menjadi korban dalam berbagai protes anti kudeta di Myanmar. Pada Sabtu (27/3/2021) kemarin, yang disebut sebagai hari paling berdarah dilaporkan 10 anak tewas dari 100 lebih orang tewas di seluruh negeri.
Di antara korban tewas adalah seorang bocah lelaki berusia 13 tahun yang sedang bermain di luar rumahnya di Yangon dan seorang gadis berusia 11 tahun yang peti matinya diisi dengan boneka dan buku mewarnai, Minggu (28/3/2021).
Dalam sebuah pernyataan, Direktur Eksekutif Badan Anak PBB Unicef, Henrietta Fore mengatakan, krisis yang dialami anak-anak ini akan menjadi sebuah bencana besar.
"Selain dampak langsung dari kekerasan, konsekuensi jangka panjang dari krisis bagi anak-anak dalam negeri bisa menjadi bencana besar," ucap Henrietta Fore.