Berita Nasional

TERKUAK! Kenapa Ali Ngabalin Bisa Ikut Edhy Prabowo ke Hawaii, Ternyata Merupakan Petinggi di KKP

Hal itu terkuak dari pertanyaan hakim soal sosok Ali Mochtar Ngabalin dalam sidang kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Kolase/Tribun Jambi
Ali Mochtar Ngabalin dan Edhy Prabowo 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Terungkap peran Ali Mochtar Ngabalin di Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Hal itu terkuak dari pertanyaan hakim soal sosok Ali Mochtar Ngabalin dalam sidang kasus suap izin ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.

Sidang yang digelar untuk terdakwa Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP) Suharjito pada Rabu (17/3/2021).

Diketahui sosok Ngabalin ikut dalam rombongan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke Hawaii kala itu.

Kepala Bagian Humas Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Desri Yanti mengatakan kenapa Ngabalin bisa ikut rombongan lantaran masuk daftar para petinggi KKP.

Awalnya Desri menjelaskan agenda perjalanan Edhy Prabowo ke Hawaii saat itu.

Ali Ngabalin
Ali Ngabalin (Kompas.com)

Kemudian di tengah penjelasannya ia menyinggung nama Ngabalin yang sempat terkendala administrasi tempat penginapan di sana.

"Pada saat hasil PCR yang didapat dari Los Angeles (LA) ini kan sudah last minute jadi sambil PCR hasil keluar siang, kami sudah ke bandara. Kemudian dibantu pihak KBRI untuk mendaftarkan online ternyata sepertinya ada yang tidak terverifikasi dengan baik sehingga aplikasi untuk travelnya tidak muncul barcode," ujar Desri.

"Barcodenya ini yang kemudian diminta pihak hotel. Ada dua orang delegasi yaitu pak Slamet dan pak Ngabalin yang tidak punya," kata dia.

Hakim Ketua Albertus Usada kemudian kembali bertanya ke Desri untuk menegaskan siapa dua nama itu agar tak ada perbedaan persepsi di dalam persidangan.

"Slamet siapa?" tanya hakim.

"Slamet Sugiarto, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya," jawab Desri.

"Terus Ngabalin itu siapa?" tanya hakim kembali.

"Pak Muchtar Ngabalin," ungkap Desri.

Hakim kembali menanyakan apa kapasitas dari Ngabalin yang menjabat sebagai Tenaga Ahli Utama KSP bisa ikut rombongan Edhy Prabowo.

Desri pun menjelaskan bahwa Ngabalin adalah Penasihat Komisi Pemangku Kepentingan Publik di KKP.

"Beliau sebagai Penasihat Komisi Pemangku Kepentingan Publik," jawab Desri.

Pertimbangan Balas Budi Hingga Politis

Dalam persidangan tersebut diketahui Edhy Prabowo dihadirkan pula sebagai sosok saksi.

Dalam sidang, Edhy Prabowo menjelaskan alasan pemilihan staf khusus dirinya ketika menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan kala itu.

Edhy Prabowo Akui Gemar Minum Wine, Tapi Bantah Beli Pakai Duit Suap Benur
Edhy Prabowo Akui Gemar Minum Wine, Tapi Bantah Beli Pakai Duit Suap Benur (ist)

Mereka yang berada di lingkarang Edhy Prabowo dipilih karena alasan politis hingga balas budi.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulanya bertanya mekanisme penunjukan staf pembantu untuk Edhy Prabowo sendiri.

Jaksa bertanya apakah pemilihan itu di dasari pada mekanisme tertentu atau langsung ditunjuk.

"Nama-nama yang kemudian diangkat sebagai staf khusus saudara artinya itu apakah usulan anda sendiri atau ada rapat internal dahulu?" tanya jaksa.

Edhy mengakui penunjukan secara langsung.

Tiga orang staf pembantu menteri seperti Safri Muis, Putri Catur, dan TB Yanuar ditunjuk sebagai staf ahli karena dinilai berperan besar membantunya saat duduk di kursi Ketua Komisi IV DPR RI.

"Saya mengajak saudara Safri Muis, Saudri Putri, dan TB Yanuar karena dulu sewaktu saya jadi anggota DPR-RI selama tiga periode, di periode ke dua mereka membantu saya menjadi ketua komisi IV DPR RI," ujar Edhy.

Sehingga saat dirinya diangkat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan oleh Presiden Joko Widodo, ia pun mengusulkan nama-nama tersebut kembali ikut bersamanya membantu di kementerian.

"Mereka membantu saya disemua kegiatan di sektor ini. Sehingga ketika saya menjadi menteri saya coba mengusulkan nama-nama ini bisa diterima untuk bisa dijadikan staf khusus," pungkasnya.

Sedangkan staf khusus atas nama Andreau Misanta Pribadi ditunjuk Edhy karena alasan politis.

Baca juga: Sidang Suap Ekspor Benur, Ngabalin Ternyata Pernah Ikut Edhy Prabowo ke Hawaii, Ngapain Kesana?

Baca juga: REAKSI Edhy Prabowo saat Ditanya Sosok Betty Elista, Pedangdut yang Terima Aliran Duit Suap Eks MKKP

Baca juga: Siapa Sebenarnya Betty Elista, Penyanyi Dangdut yang Disebut KPK Ikut Kecipratan Duit Edhy Prabowo

Sebab Andreau merupakan satu diantara tim sukses kubu Joko Widodo.

Edhy yang berasal dari Partai Gerindra yang mana pada Pilpres 2019 kemarin adalah lawan pasangan calon Jokowi-Ma'ruf Amin berharap dengan penunjukan orang dari kubu Jokowi, bisa menghilangkan kesan menguasai setelah dirinya diminta menjabat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Sementara secara politis untuk supaya saya sebagai menteri kebetulan dari pasangan nomor urut dua yang seolah-olah mengambil porsi seolah-olah kita semua yang menguasai," ujarnya.

Dalam perkara suap ini, KPK juga menetapkan total tujuh orang tersangka.

Enam orang sebagai penerima suap yakni eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, stafsus Menteri KP, Safri dan Andreau Pribadi Misanta, sekretaris pribadi Edhy Prabowo, Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan pihak dari pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.

Suharjito didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS (sekitar Rp1,44 miliar) dan Rp706.055.440 kepada Edhy Prabowo.

Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau Misanta selaku staf khusus dari Edhy Prabowo, Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sekaligus pendiri PT Aero Citra Kargo (ACK).

Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor.

Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.

Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy Prabowo.

PT ACK diduga memonopoli bisnis kargo ekspor benur atas restu Edhy Prabowo dengan tarif Rp1.800 per ekor.

Dalam menjalankan aksi monopoli bisnis kargo tersebut, PT ACK menggunakan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI) sebagai operator lapangan pengiriman benur itu ke luar negeri.

Baca juga: Edhy Prabowo Ungkit Pernah Sumbang 14 Medali Emas di Asian Games: Kenapa Itu Tidak Dihormati?

Baca juga: Edhy Prabowo : Jangankan Dihukum Mati, Lebih dari Itu Pun Saya Siap Demi Masyarakat

Baca juga: Giliran Istri Edhy Prabowo Diperiksa KPK, Ikut Kecipratan Uang Korupsi Ekspor Benur?

Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.

Uang yang terkumpul diduga akan digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo dan istrinya, Iis Rosyati Dewi untuk belanja barang mewah di Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat pada 21-23 November 2020.

Sekitar Rp750 juta digunakan untuk membeli jam tangan mewah Rolex, tas Tumi dan Louis Vuitton, serta baju Old Navy.

Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.

Selain itu, ia juga diduga menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.

Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo bisa mencapai Rp9,8 miliar.

Berita lainnya terkait kasus korupsi Edhy Prabowo

SUMBER: TRIBUNNEWS

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved