Nama Yasonna Laoly Disebut Napoleon Dalam Kasus Djoko Tjanda:Itu Permintaan APH Bukan Suka-suka Kita
Irjen Pol Napoleon Bonaparte menyebut Yasonna adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk menghapus nama Joko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang.
Nama Yasonna Laoly Disebut Irjen Napoleon Dalam Kasus Djoko Tjanda: Itu Permintaan APH Bukan Suka-suka Kita
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly akhirnya buka suara setelah namanya yang disebut dalam persidangan red notice Djoko Tjandra.
Dalam nota pembelaannya, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menyebut Yasonna adalah pihak yang memiliki kewenangan untuk menghapus nama Joko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.
“Dirjen imigrasi dan Sesditjend (mantan Dirwasdakim) sudah memberi keterangan dan penjelasan tentang hal tersebut di Bareskrim dan Kejaksaan Agung,” kata Yasonna kepada wartawan, dilansir dari Tribunnews.com, Selasa (23/2/2021).
Politikus PDIP itu pun memberikan penjelasan mengenai prosedur tetap (protap) di Imigrasi.
Baca juga: SBY Dituding Jadikan Demokrat Partai Keluarga, 2 Pendiri Ini Curiga Sejak 2013, Kini Isunya Meledak
Baca juga: Kombes Erwin Kurniawan Ternyata Bukan Polisi Sembarangan, FPI Bagi-bagi Sembako Banjir Dibubarkan
Baca juga: Orang Salah Transfer Rp51 Juta, Pria Surabaya Ini Bingung Dituntut ke Pengadilan, Nasibnya Terancam
Katanya, hak untuk mencabut pencekalan merupakan permintaan Aparat Penegak Hukum (APH).
“Protap di Imigrasi itu: pencekalan maupun pencabutan pencekalan dilakukan atas permintaan APH , bukan suka-suka kita,” cetusnya.
Penegak hukum yang dimaksud Yasonna dalam hal ini adalah Divhubinter Polri karena Djoko Tjandra mengupayakan penghapusan DPO itu saat itu berada di luar negeri, yakni Kuala Lumpur, Malaysia.

“ Kalau APH minta cekal, kita cekal, kalau minta hapus kita hapus. Itu ketentuan hukumnya,” jelasnya.
Diwartakan sebelumnya, mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte membacakan nota pembelaan atau pleidoi sebagai terdakwa perkara dugaan suap pengurusan penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar red notice di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/2/2021).
Diketahui, Napoleon dituntut 3 tahun pidana penjara dan denda Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan lantaran diyakini Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah menerima suap sebesar 370 ribu dolar AS dan 200 ribu dolar Singapura dari Djoko Tjandra.
Dalam nota pembelaannya, Napoleon mengklaim tidak memiliki kewenangan untuk menghapus nama Djoko Tjandra dari DPO yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Baca juga: Sumatera Terancam, Presiden Jokowi Ancam Copot Pangdam dan Kapolda Jika Tak Bisa Atasi Masalah Ini
Baca juga: Terbongkar Setelah 12 Tahun, Ini Alasan Jusuf Kalla dan Wiranto Berani Melawan SBY, Megawati-Prabowo
Baca juga: Pasha Tangkis Kritikan Giring Soal Anies Baswedan Tak Serius Tangani Banjir: Terlalu Naif dan Kerdil
Napoleon pun menunjuk Menkumham Yasonna H Laoly dan Dirjen Imigrasi Kemkumham, Jhoni Ginting sebagai pihak yang berwenang melakukan hal tersebut.
"Penghapusan nama Joko Soegiarto Tjandra dalam sistem ECS (Enhanced Cekal System) adalah kewenangan Menkumham RI atau Dirjen Imigrasi. Sehingga bukan tanggung jawab Terdakwa (Napoleon) karena memang Terdakwa tidak memiliki kewenangan itu," kata Napoleon.