Wawancara Eksklusif

Edi Sugito, Kepala Desa di Balik Viralnya Danau Tangkas,Masih Simpan Konsep Besar untuk Pengembangan

Objek wisata Danau Tangkas di Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi belakangan semakin ramai dikunjungi.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deddy Rachmawan
Tribunjambi/Hasbi
Wisata Danau Tangkas Belum Lama Ini Diresmikan 

Objek wisata Danau Tangkas di Desa Tanjung Lanjut, Kecamatan Sekernan, Kabupaten Muarojambi belakangan semakin ramai dikunjungi.

Wisatawan dari berbagai tempat dan kalangan mendatangi danau dengan luas 250 hektare ini.

Perubahan Danau Tangkas ini tidak terlepas dari peran Kepala Desa Tanjung Lanjut, Edi Sugito yang menyulap kawasan ini sejak beberapa tahun terakhir.

Dia mengungkapkan prosesnya kepada Tribunjambi.com, sebagaimana dapat disimak melalui kutipan wawancara berikut:

Tribun: Satu di antara daya tarik di Danau Tangkas adalah jalur lorong perawan menuju hutan liontin. Apa maknanya?

Edi: Untuk bahasa guide, supaya wisatawan tertarik. Ada lorong yang akan wisatawan lewati yang jalurnya sempit, sehingga lebih mudah kami bilangnya lorong perawan.

Jadi, kalau masuk, kami bilang, "Bapak/Ibu, kita akan merasakan bagaimana sensasi melewati lorong perawan."

Tribun: Kawasan ini, sengaja dibuat atau sudah ada sejak zaman dulu?

Edi: Semenjak zaman dulunya memang sudah ada. Kita tinggal servis, kita rapikan lagi. Dulunya ini tempat orang pasang pukat untuk menjaring ikan. Kalau orang pasang pukat kan, cuma kecil aja untuk jalur perahu.

Tapi coba kita renovasi lagi, bersihkan lagi, rapikan lagi supaya terlihat cantik dan bisa dilalui.

Tribun: Kawasan sekitar danau ini dulunya hutan, mengapa Anda terpikir untuk menjadikan ini destinasi wisata?

Edi: Desa Tanjung Lanjut ini berada di ujung Kabupaten Muarojambi, berbatasan dengan Kabupaten Batanghari. Kita sangat tertinggal. Dulu listrik belum ada, akses jalan lumayan hancur.

Dengan kondisi itu, kita dipaksa untuk berinovasi. Kita punya potensi, dan alam Danau Tangkas inilah potensinya. Seiring berjalannya waktu, kita pahami karakter danau ini seperti apa, kita pahami karakter masyarakatnya. Sudah dapat itu semua baru kita rumuskan, konsep wisatanya berupa wisata alam.

Kita hanya memoles sedikit-sedikit saja. Biarlah alam yang berbuat.

Artinya, kalau datang ke sini memang wisatawan menyatu dengan alam. Ini wisata yang tidak banyak ditemukan lagi.

Tribun: Ini sangat natural, tidak banyak perubahan. Lalu apa saja yang dilakukan untuk menjadikan ini wisata alam?

Edi: Perubahannya, kami hanya membersihkan gulma-gulma yang kurang enak dipandang mata. Kemudian tanahnya, supaya bisa menjadi pulau.

Baca Berita Jambi lainnya di www.tribunjambi.com

Baca juga:

Perbaikan Jalan di Tanjabtim Belum Dilakukan, Dinas PUPR Sebut Tunggu Proses Lelang

Kades dan Sekdes Kembang Tanjung Didakwa Kasus Korupsi Dana Desa

Cyber Crime Polda Jambi Buru Pemilik Akun Tiktok yang Fitnah Polisi Andilau Indonesia

Oknum ASN Sarolangun Diduga Terlibat PETI, Salah Satunya Satuan Polisi Pamong Praja

Tribun: Apa saja fasilitas yang sudah tersedia di Danau Tangkas saat ini?

Edi: Kalau fasilitas untuk sarana-prasarana, yang pasti kita ada dermaga walaupun sederhana, MCK, aula, kemudian ada lokasi untuk camping. Kalau untuk atraksi, kita ada donut boat, banana boat, kemudian ada bebek dayung, dan untuk atraksi sifatnya menyatu dengan alam ada telusur hutan liontin.

Di sini juga ada rumah pohon, ada tujuh. Ada juga aula pertemuan. Ke depan akan terus dikembangkan.

Tribun: Di hutan liontin, kita melihat banyak tanaman kayu. Kayu apa saja yang ada di sana?

Edi: Ini kayu campuran. Ada kayu endemik di sini, puputan, pesiur, jarum-jarum, sama kedele jambu air. itu bercampur di sini.

Kemudian ada pohon putat, karakternya bagus.

Kenapa kami sebut hutan liontin? Karena pohon putat itu buahnya mirip anting yang orang zaman dulu bilang itu liontin. Itu yang paling dominan di sini.

Tribun: Berapa banyak dana yang dihabiskan untuk mengembangkan objek wisata Danau Tangkas sampai saat ini?

Edi: Semua yang kita kucurkan ke sini dari dana desa, sejak 2017 itu kurang lebih ada Rp875 juta. Itu kita alokasikan di sini, bisa dilihat dari APBDes kita.

Masyarakat di sini, ada swadayanya. Swadaya itu kalau dihitung bisa ratusan juta. Kuncinya gotong royong harus dihidupkan lagi.

Tribun: Sejak kapan Anda melihat potensi wisata di sini?

Edi: Saya lahir di sini. Sebelum ada Danau Tangkas, orang dulu bilangnya lopak.

Di sini tempat mandi, tempat cari ikan sejak masih kecil. Setelah tumbuh dewasa, pulang dari Jawa--saya kan besarnya di Jawa--habis dari Jawa ke sini kita sering kumpul dekat danau. Sejak itu sudah mulai terpikir, tapi tidak ada wewenang ke sana.

Di 2017 saya mencalonkan diri jadi kepala desa dan terpilih di sini. Itulah tekad awal kita untuk membuat wisata di Desa Tanjung Lanjut.

Tribun: Setelah menjadi objek wisata yang namanya naik, apa kontribusinya wisata ini bagi kehidupan masyarakat?

Edi: Untuk kontribusi bagi masyarakat, secara ekonomi sudah ada sedikit peningkatan, walau masih tergolong baru.

Dilihat dari PAD kita 2020 kemarin, omzet kotor kita Rp324 juta satu tahun. Kita sumbang ke PAD desa Rp40 juta. Sekitar Rp280-an juta lebihnya itulah untuk mereka, pekerja-pekerja di danau tangkas ini.

Ke depannya anak-anak muda di sini akan lebih suka berada di desa daripada dia merantau. Daripada merantau jauh, mending dia bekerja di desa dan memajukan desa.

Dan saya ajak juga pemuda, kalau punya uang, usahakan untuk investasi.

Tribun: Melihat kemajuan yang ada, tidak tertarik mendatangkan investor luar?

Edi: Sejauh ini, maaf ngomong, alhamdulillah, saya belum tertarik. Meski ada komitmen fee, tapi janji kita dengan alam tidak masuk ke sana. Kita kan namanya menjaga alam, karena alam sudah mendukung kita.

Kok kita mau macam-macam? Ini salah satu warisan buat kami dan, insya Allah, akan selalu kami jaga.

Tribun: Omong-omong, sudah banyak yang tertarik untuk camping Danau Tangkas ini, ya? Seberapa ramai dan berapa biayanya?

Edi: Kalau saat ini setiap malam mudah-mudahan ada. Mulai dari 15 orang sampai kapasitas 300 orang pun pernah. Mereka datang dari berbagai daerah.

Kami cuma patok  biayanya Rp28 ribu per orang. Sudah termasuk semua fasilitas.

Wisata ini kan, punya desa, untuk orang banyak. Jadi kita tawarkan agar pengunjung tidak keberatan, kami di desa pun ada keuntungan. Sedikit tidak masalah, yang penting makin ramai.

Tribun: Selain pulau, danau yang mengelilinginya, apa lagi keunikan di sini?

Edi: Di sini ada pohon putat yang bisa menumbuhkan bunga yang cantik, warnanya merah, terurai seperti anting. Itulah yang kami beri nama bunga liontin. Tapi itu musiman, seperti yang kita lihat selama ini, antara akhir bulan Juni-Juli, kemudian akhir bulan Desember-Januari. Dalam satu tahun ada dua kali musim.

Tribun: Rencana ke depan, pengembangan Danau Tangkas ini seperti apa?

Edi: Dibandingkan konsep besar kami, yang berjalan ini baru 20 persen. Kami masih punya rencana besar, seperti floating market, di tempat kita ini sebagai wisata kuliner.

Jadi wisatawan yang masuk langsung bisa merapat, beli kopi, gorengan, makan nasi di atas sampan. Sensasinya akan beda.

Kemudian nanti di sepanjang lorong akan dipenuhi kain warna merah, putih, sama hitam. Orang zaman dulu bilang itu kain tangkal supaya orang tidak keteguran.

Manfaatnya nanti, selain bisa jadi jalur track, dipandang pun menarik, nilai kearifan lokalnya pun ada.

Danau kita luasnya 250 hektare, yang baru dikelola baru 20 hektare. Alangkah sayang wisatawan kalau tidak mengelilingi danau seluas 250 hektare ini, yang karakternya seperti amazon. Konsep kita, akan kita buatkan kapal layar, yang desainnya seperti kapal bajak laut.

Itu akan berlayar mengelilingi danau 250 hektare. Ditambah baju-baju adat khas zaman dulu. Jadi kami mengembangkan seni sendiri, sesuai dengan kearifan lokal. (are)

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved