Sepak Terjang FPI di Indonesia, Dinyatakan Bubar Sejak 2019 hingga Kini Jadi Organisasi Terlarang

Pemerintah era Presiden Jokowi akhirnya resmi membubarkan Front Pembela Islam ( FPI).

Editor: Teguh Suprayitno
Dok. Pribadi Anggota DPR RI Abraham Lunggana
Anggota TNI mencopot baliho pimpinan FPI Riazieq Shihab. 

Rangkaian kerumunan massa itu berujung pada penetapan Rizieq Shihab dan lima orang lainnya sebagai tersangka. Status tersebut ditetapkan pada Selasa (8/12/220), usai Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara.

Polisi menyatakan, ada unsur tindak pidana dalam acara yang menimbulkan kerumunan massa. Hal ini dinilai melanggar protokol kesehatan di tengah pandemi Covid-19 itu.

Sejumlah pejabat diperiksa

Unsur tindak pidana tersebut ditemukan setelah polisi melakukan rangkaian penyelidikan dengan memeriksa sejumlah barang bukti dan saksi.

Mereka yang diperiksa sebagai saksi di antaranya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria, hingga Wali Kota Jakarta Pusat saat itu Bayu Meghantara.

Rizieq sendiri sudah dua kali dipanggil polisi untuk diperiksa sebagai saksi terkait kasus kerumunan massa tersebut. Namun, dia tidak pernah menapakkan kaki di Markas Polda Metro Jaya untuk memenuhi panggilan polisi.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Kamis (10/12/2020), mengatakan bahwa Rizieq dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan dan Pasal 216 KUHP tentang tindakan melawan aparat.

"Dari hasil gelar perkara menyimpulkan ada enam yang ditetapkan sebagai tersangka. Yang pertama sebagai penyelenggara Saudara MRS sendiri. Disangkakan Pasal 160 dan 216 (KUHP)," kata Yusri.

Atas status tersangka tersebut, Rizieq pun telah ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya sejak Minggu (13/12/2020).

Rizieq dipisahkan dari tahanan lain selama ditahan 20 hari atau sampai 31 Desember 2020.

Ia ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka lebih dari 10 jam, sejak Sabtu (12/12/2020) hingga Minggu dini hari.

5. Status hukum FPI

Kembali pada persoalan pembubaran FPI, sejak pertengahan 2019, isu ketidakjelasan status hukum ormas tersebut memang telah bergulir. 

Isu itu mulanya mencuat ketika Mendagri periode 2014-2019, Tjahjo Kumolo, menyatakan belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) FPI sebagai ormas.

Pada Juli 2019 Tjahjo mengatakan, FPI harus memenuhi 20 syarat yang wajib dilengkapi. Hingga saat itu, ormas tersebut baru memenuhi 10 syarat.

Isu tersebut kemudian tenggelam sampai Pilpres 2019 berakhir dan muncul kembali saat kursi Mendagri dijabat Tito Karnavian.

Saat dijabat Tito, pihak Kementerian Dalam Negeri menyatakan masih membutuhkan rekomendasi Kementerian Agama agar FPI bisa mendapat perpanjangan izin SKT.

Menteri Agama sebelumnya, Fachrul Razi, pada November 2019 mengatakan bahwa surat rekomendasi perpanjangan izin FPI telah dia serahkan kepada Kementerian Dalam Negeri

"Oh kalau rekomendasi dari kami (terkait izin FPI) kan sudah (diserahkan)," ujar Fachrul Razi di Hotel JS Luwansa, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2019).

Tito pun mengakui pihaknya telah menerima surat rekomendasi perpanjangan izin ormas FPI dari Kementerian Agama.

Namun, menurut dia, surat dari Kementerian Agama tersebut masih dikaji.

Tito mengatakan, proses perpanjangan SKT FPI memakan waktu lebih lama lantaran ada beberapa masalah pada AD/ART ormas tersebut.

Ia menyebut, dalam visi dan misi FPI, terdapat kalimat penerapan Islam secara kafah di bawah naungan khilafah Islamiah dan munculnya kata NKRI bersyariah.

"Tapi kemarin sempat muncul istilah dari FPI mengatakan NKRI bersyariah. Apakah maksudnya dilakukan prinsip syariah yang ada di Aceh apakah seperti itu?," kata Tito dalam rapat kerja bersama Komisi II di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

Suka menegakkan hukum sendiri

Selain itu, kata Tito, dalam AD/ART terdapat kalimat pelaksanaan hisbah (pengawasan). Menurut dia, terkadang FPI melakukan penegakan hukum sendiri seperti menertibkan tempat-tempat hiburan dan atribut perayaan agama.

Tito khawatir hisbah yang dimaksud FPI adalah tindakan-tindakan tersebut. Oleh karena itu, menurut Tito, pelaksanaan hisbah yang dimaksud FPI itu harus dijelaskan agar tidak menyimpang.

"Dalam rangka penegakan hisbah. Nah ini perlu diklarifikasi. Karena kalau itu dilakukan, bertentangan sistem hukum Indonesia, enggak boleh ada ormas yang melakukan penegakan hukum sendiri," ujarnya.

Pengartian jihad sebagai perang

Lebih lanjut, dalam visi misi FPI disebut pula soal pengamalan jihad. Tito mengatakan, jihad memiliki banyak arti, sehingga tafsiran masyarakat bisa beragam.

"Yang terakhir juga mengenai dan pengamalan jihad, jihad banyak arti. Jangan sampai yang di grass root menyampaikan 'oh jihad perang', nah ini harus diklarifikasi," katanya.

Isu perpanjangan SKT FPI ini pun lagi-lagi tenggelam dan muncul kembali saat Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurachman memerintahkan personelnya menurunkan baliho Rizieq Shihab di Jakarta pada November.

Hingga akhirnya, pemerintah mengumumkan pembubaran FPI dan pelarangan kegiatan yang mengatasnamakan ormas tersebut pada Rabu, 30 Desember 2020.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved