Berita Kota Jambi
Hutan Tergerus Puluhan Ribu Rakyat Jambi Sengsara, Warsi: Penting Akses Bagi Masyarakat Adat
Komunitas Konservasi Indonesia Warsi mencatat bencana banjir di Jambi sepanjang tahun 2020 mengakibatkan 11.144 rumah terendam banjir.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Nani Rachmaini
Dari perhitungan Warsi sedikitnya ada ada 6 kasus konflik lahan antara masyarakat dengan pemilik konsesi.
Konflik ini juga terjadi pada Orang Rimba. Di pertengahan Mei 2020 lalu, Orang Rimba Kelompok Sikar kembali berkonflik dengan PT SAL.
Konflik ini merupakan akumulasi konflik-konflik sebelumnya. Orang Rimba bermukim di kawasan perkebunan ini sejak hutan mereka dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.
“Konflik sumber daya ini timbul karena belum ada solusi yang menyeluruh untuk masyarakat yang tinggal di areal konsesi, yang nota bene merupakan tanah leluhur mereka dari dulu,” ungkap Rudi Syaf.
Untuk itu, Warsi menilai pentingnya pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan mutlak untuk dilakukan.
Selama ini masyarakat sudah membuktikan kemampuan mereka menjaga hutan. Rudi Syaf mencontohkan di Lanskap Bujang Raba Kabupaten Bungo. masyarakat mampu memanen angin, Dengan skema imbal jasa karbon sukarela.
"Masyarakat bisa menikmati dana hasil upaya mereka menjaga hutan senilai Rp 1 M dan akan segera di bagikan 1 M berikutnya,” ujarnya Rudi.
Pembagian dana imbal jasa karbon ini menunjukkan bahwa hutan yang terpelihara sangat mampu untuk memberikan nilai ekonomi bagi masyarakatnya.
Kesempatan masyarakat untuk memanfaatkan sumber ekonomi dari hasil hutan bukan kayu juga meningkat ketika mereka punya akses terhadap hutan.
Seperti di Kecamatan Bathin III Ulu, Warsi dengan dukungan TFCA Sumatera mendorong pengelolaan rotan manau melalui badan usaha dusun bersama (Bumdusma).
Rotan dan manau di sana memiliki potensi yang banyak dan pasar yang terbuka. Sehingga bisa menjadi potensi sumber ekonomi lebih baik.
“Untuk mengatasi konflik lahan, pemerintah harus memberikan akses kepada masyarakat mengelola sumber daya. Boleh jadi ada kesalahan kebijakan di masa lalu, seperti Orang Rimba yang tidak diperhitungkan di masa silam."
"Saat ini pemerintah diharapkan mendorong perusahaan yang ada Orang Rimba di dalamnya untuk berkolaborasi, minimal membangun kemitraan dengan Orang Rimba yang berada dalam konsesi mereka," kata Rudi.
“Menurut kami ini adalah win-win solution yang bisa diterapkan, sehingga masyarakat adat itu tetap bisa hidup dengan layak di tanah nenek moyang mereka,” pungkasnya Rudi. (Dedy Nurdin)