Komnas HAM Sudah Selidiki Penembakan 6 Pengawal Habib Rizieq, Hasilnya Masih Rahasia?

Komnas HAM selesai lakukan penyelidikan meninggalnya 6 pengawal Habib Rizieq namun tak ingin beberkan hasilnya. 

Editor: Rohmayana
ist
Bareskrim Polri melakukan rekontruksi kasus penembakan 6 laskar FPI di Karawang Barat, Jawa Barat, Minggu (13/12/2020) malam. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Penyelidikan kasus Penembakan 6 laskar FPI masih terus diselidiki. 

Tak hanya pihak kepolisian, Komnas HAM juga turut melakukan penyelidikan.

Komnas HAM selesai lakukan penyelidikan meninggalnya 6 pengawal Habib Rizieq namun tak ingin beberkan hasilnya. 

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan selama tiga hari tiga malam di lapangan terkait tewasnya enam anggota Laskar FPI pengawal Habib Rizieq oleh Kepolisian pada Senin (7/12/2020) dini hari lalu.

Selain itu, Taufan mengatakan pihaknya juga telah dan tengah mengumpulkan dan mengkroscek sejumlah informasi terkait peristiwa tersebut.

Baca juga: Kondisi Habib Rizieq Di Penjara, Ingatkan Pesan Ini: Kasus Penembakan 6 Syuhada Jangan Dilupakan

Taufan mengatakan tidak ingin mengganggu proses penyelidikan yang tengah dilakukan oleh pihaknya dengan membicarakan substansi penyelidikan

"Kami berharap sebaiknya sebelum ini dikumpulkan semua, dianalisis, dikroscek sana-sini, kita tidak akan bicara tentang substansinya. Tapi tahapan itu sudah kita lakukan. Kita sudah tiga hari tiga malam ada di lapangan. Mengkroscek semua bahan dan informasi-informasi," kata Taufan di kantor Komnas HAM RI Jakarta Pusat pada Senin (14/12/2020).

Taufan mengatakan bukti serta keterangan yang dikumpulkan Komnas HAM dalam penyelidjkan tersebut merupakan hal baru bagi masyarakat.

Hal itu, kata Taufan, karena selama ini masyarakat hanya mendegar berbagai macam opini namun bukan fakta terkait peristiwa tersebut.

Baca juga: LiVE Aiman Kompas TV: Penembakan Anggota FPI Versi Polisi vs Versi FPI vs Temuan Lapangan

"Ya semuanya kan sebetulnya menjadi baru. Karena masyarakat kan masih melihat katanya katanya. Kalau nanti kemudian kita ungkap kan akhirnya jadi baru di masyarakat. Kenapa? Karena sampai hari ini masyarakat sebetulnya hanya mendengar opini. Lihat saja beredar di masyarakat kita beredar opini, orang bikin youtubenya sendiri, orang bikin analisisnya sendiri, tapi dia tidak pernah melihat fakta itu langsung," kata Taufan. 

Bisakah Komnas HAM Melakukan Penyidikan?

Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran akan diperiksa Komnas HAM pada Senin (14/12/2012). 

Pemeriksaan dilakukan terkait enam Laskar FPI ditembak polisi. 

Keenam pengikut Rizieq Shihab atau Habib Rizieq itu meninggal dunia. 

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menyebut akan memeriksa Kapolda Metro Jaya dan Dirut Jasa Marga. 

Baca juga: REAKSI Habib Rizieq saat Ketahui Hasil Rekonstruksi Penembakan 6 Laskar FPI, Beri Pesan ke Munarman

Lalu apakah Komnas HAM bisa melakukan penyidikan? 

Jawabannya adalah Komnas HAM belum memiliki kewenangan menyidik. 

Bahkan tahun 2019, Komnas HAM pernah mengeluarkan statemen untuk meminta kewenangan menyidik. 

Dilansir dari komnasham.go.id, Komnas HAM meminta penundaan pengesahan draft  Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP) karena terdapat isu-isu krusial yang perlu diperhatikan oleh panitia kerja dan tim perumusan RKUHP, kata Komisioner Pengkajian dan Penelitian Komnas HAM Choirul Anam dalam Diskusi Publik Rancangan Undang-undang KUHP, pada Selasa (3/9/2019).

Salah isu yang dimaksud adalah terkait tindak pidana khusus dalam RKUHP, khususnya mengenai pengaturan tindakan-tindakan yang dapat digolongkan dalam kejahatan luar biasa atau pelanggaran HAM berat. Menurut Anam, pelanggaran HAM berat seharusnya tidak diatur dalam RKUHP.

“Komnas memiliki kepentingan yang sangat besar terkait pidana khusus, khususnya mengenai pengaturan pelanggaran HAM yang berat dalam RKUHP. Kami mengharapkan agar materi ini tidak diatur dalam RKUHP,” tegasnya. 

Baca juga: Semangat Saat Bikin Video Mau Penggal Polisi yang Tahan HRS, Mendadak Ciut Saat Ditangkap Polisi

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana untuk menjadwalkan pengesahan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pindana (RKUHP), dalam Rapat Paripurna DPR RI yang akan diselenggarakan pada 24 September 2019 mendatang. 

Perlu disampaikan bahwa terkait penanganan kasus-kasus yang tergolong Pelanggaran HAM yang Berat dan Pelanggaran HAM masa lalu, tidak terdapat masa kadaluarsa.

Rencana dimasukannya tindak pidana khusus ke dalam draf RKUHP berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM sebagai lembaga yang memiliki kewenangan penyelidikan sebagaimana UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Selain itu, tindak pidana umum dan tindak pidana khusus pun memiliki prinsip yang menyimpang, meliputi sifat pemberlakuan, hukum acara, masa penuntutan dan eksekusi, serta sifat kejahatannya. 

“Dalam konteks pelanggaran HAM yang berat, asas-asas dan doktrin hak asasi manusia nanti akan menjadi kontradiksi. Terutama dalam konteks pelanggaran HAM yang berat tidak mengenal istilah kadaluarsa.  Sedangkan RKUHP justru  mempertegas masa kadaluarsa,” ungkap Anam.

Baca juga: TERUNGKAP Kronologi Tembak Mati Anggota FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 51+200

Lebih lanjut, Anam menuturkan bahwa keberadaan RKUHP ini akan menimbulkan kesulitan bagi pihak penegak hukum untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM yang berat.

Selain itu, ia juga mengutarakan bahwa salah satu undang-undang yang menjadi mandat Komnas HAM, yaitu UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, untuk segera direvisi. 

“Dampaknya memang akan menyulitkan pihak penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.

Terlebih dengan konsep yuridiksi dan asas-asas yang dibangun dalam RKUHP, sesungguhnya akan membuka celah dan peluang semakin kaburnya penanganan kasus-kasus  pelanggaran HAM yang berat.

Langkah yang paling bijak adalah mengeluarkan materi penanganan pelanggaran HAM yang berat dari RKUHP dan merevisi undang-undang 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” Papar Anam.

Sejumlah materi yang menurut Anam perlu direvisi pada UU No.26 Tahun 2000 antara lain mengganti definisi penganiayaan menjadi persekusi, lalu menambah kewenangan yang dimiliki Komnas HAM dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat.

“Idealnya, Komnas HAM memiliki kewenangan sebagai penyidik dan penuntut.

Revisi Undang-undang No 26 tahun 2000 menjadi penting untuk dibicarakan karena memberikan kewenangan kepada Komnas HAM untuk melakukan penyidikan, menegaskan peran Komnas HAM sebagai satu-satunya lembaga negara yang mempunyai kewenangan menyatakan pelanggaran HAM yang berat, menguraikan beberapa doktrin dalam prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam penanganan kasus.

Semisal, pembuktian perintah komando, dalam kasus pidana, pembuktiannya harus hitam di atas putih, sedangkan dalam konteks hak asasi manusia, hal itu tidak diperlukan ,” paparnya. 

Baca juga: Beda dengan HRS, Polda Metro Jaya Pulangkan 3 Tersangka Kasus Kerumunan di Petamburan, Ini Alasannya

Sebagai penutup, Anam menjelaskan mengenai penanganan pelanggaran HAM masa lalu yang tertahan cukup lama di Kejaksaan Agung.

“Terkait kasus-kasus yang macet di Kejaksaan Agung, dan terjadi di bawah tahun 2000, bisa diberlakukan diskresi seperti mengeluarkan Perppu agar Komnas HAM menjadi Penyidik pada kasus-kasus tersebut. Agar ada percepatan. Kalau tidak, kasus ini akan terus macet, dan tidak beranjak kemana-mana,” pungkasnya. 

Sumber. KLIK DI SINI

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul 3 Hari 3 Malam Penyelidikan Lapangan, Komnas HAM Enggan Beberkan Temuan Soal Tewasnya 6 Laskar FPI

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved