Kisah Anggota Kopassus

Kisah Anggota Kopassus, Meski Berjarak 900 Meter dengan Musuh, Tembakan Masih Tepat Sasaran

Dalam misi tempur sebagai seorang sniper di medan tempur Timor Timur, salah satu tugas Pak Tatang adalah memburu pimpinan tertinggi Fretilin saat itu

Editor: Muuhammad Ferry Fadly
ist
anggota Kopassus 

Untuk bertemu ular Tatang memang tidak masalah karena dirinya memiliki ilmu kebal semua bisa ular. Artinya ia bisa menyingkirkan ular itu dengan mudah tanpa harus membuat Ginting terganggu.

Setelah menemukan tempat yang dicari, Tatang pun menyiapkan senapan M-70-nya didampingi Ginting yang dari sisi teknik kamuflase kurang maksimal. Tatang hanya bisa berharap rekannya yang masih hijau itu tidak berbuat ceroboh, seperti menembak tanpa perintah, karena berbuat kecerobohan bisa berarti nyawa keduanya melayang.

Dalam situasi kritis itu Tatang memang terpaksa bertindak sebagai pengendali meskipun pangkat Ginting jauh lebih tinggi.

Penilaian Tatang ternyata tepat esok harinya posisi ketinggian yang disarankan Ginting untuk mengendap ternyata diperiksa patroli musuh yang jumlahnya puluhan.

Tak berapa lama kemudian ratusan pasukan Fretilin berkumpul di lokasi ketinggian itu dan tampaknya mereka sedang menyiapkan rencana untuk menyerbu pasukan TNI. J

arak mereka hanya sekitar 50 meter dan jika ditembak para gerilayawan itu akibatnya sangat riskan, posisi Tatang dan Ginting pasti ketahuan.

Tatang terkejut menghadapi musuh yang jumlahya ratusan itu tapi tugas untuk menghambat musuh atau bahkan memukul mundur harus dilakukan.

Untuk memecah perhatian lawan Tatang lalu mengontak Kolonel Edi Sudrajat dengan radio agar pasukan TNI yang sedang berpatroli menyerang pasukan Fretilin itu dari sisi timur.

Tak berapa lama tembakan gencar pun meletus dari arah timur dan kelompak pasukan Fretilin di depan Tatang mulai pecah perhatiannya.

Tatang lalu melakukan penilaian apakah tembakan senyap yang dilancarkannya aman bagi diri dan sekaligus pengawalnya.

Untuk menghindari malapetaka Tatang yang sudah memasang peredam memerintahkan Ginting agar tidak melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terdesak karena suara tembakan akan memberi tahu posisi mereka.

Setelah melakukan perhitungan cermat bahwa musuh sudah berada di atas 300 meter jaraknya, Tatang pun mulai membidik dan satu persatu menjatuhkan musuh potensial khususnya yang memegang senjata otomatis.

Tembakan jitu Tatang yang semuanya menghantam kepala musuh langsung menimbulkan suasana kacau musuh yang berada pada jarak tembak 300 hingga 600 meter itu. Musuh berusaha melepaskan tembakan balasan secara membabi-buta dan serentak tapi tidak pernah menyasar ke tempat Tatang dan pengawalnya bersembunyi.

Apalagi jarak antara Tatang dan Ginting dengan para gerilyawan di atas 300 meter sehingga akurasi lesatan arah peluru senapan serbu sudah tidak maksimal lag

Tembak Kepala Musuh

Letnan Ginting akhirnya baru sadar akan kemampuan Tatang ketika dalam jarak antara 300-900 meter, Tatang berhasil menumbangkan sasaran terpilih dengan tembakan jitu di kepalanya.

Diam-diam Letnan Ginting meneropong sekaligus menghitung sasaran yang berhasil dijatuhkan Tatang dalam missi tempur di Remexio dan sedikitnya, 49 musuh berhasil dirobohkan.

Ia juga menyaksikan bagaimana komandan musuh yang sedang naik kuda dan sibuk memerintah tiba-tiba terjatuh akibat tembakan jitu Tatang yang tepat menghantam bagian kepala .

Kekacauan komando pasukan musuh langsung terlihat akibat tewasnya sang komandan. Beberapa gerilyawan Fretilin menembakkan senjata secara membabi buta ke berbagai arah.

Seorang personel pembawa radio yang sedang berusaha melakukan komunikasi terpaksa ditembak Tatang di bagian dada karena jarak tembaknya sudah sekitar 900 meter.

Pelurunya menembus dada sekaligus merusakkan komunikasi yang dibawanya. Letnan Ginting hanya bisa geleng-geleng kepala melihat aksi tempur Tatang dengan mata kepalanya sendiri itu.

Hasilnya, hari itu misi tempur sukses karena musuh melarikan diri. Dari 50 butir peluru yang dibawa Tatang tinggal satu butir peluru yang tetap dibawanya kembali menuju ke markas.

Dalam setiap tugas pengendapan Tatang ternyata tak pernah membawa buku catatan yang biasa digunakan para sniper untuk mencatat jumlah kill. Tatang bahkan tidak begitu peduli terhadap jumlah musuh yang telah dirobohkannya.

Tapi diam-diam Ginting menghitungnya dan sekaligus menjadi saksi betapa piawainya Tatang saat itu bertempur sebagai sniper.

Kekaguman Letnan Ginting akan kemampuan menembak jitu Tatang kemudian dilaporkan kepada Kolonel Adi Sudrajat dan tercatat secara resmi sebagai confirmed kills.

Kolonel Edi Sudrajat yang selanjutnya mengetahui tentang kepiawaian Tatang hanya bisa berkomentar, ‘’Kamu benar-benar gila!’’

Berdasar bahan tercatat inilah ketika seorang penulis buku Sniper asal AS, Peter Brookesmith. Lewat bukunya bertajuk Sniper : Training, Techniques and Wapons, ST Martin Press, New York, tahun 2000 memasukan prestasi Tatang sebagai sniper kelas dunia dengan confirmed kills sebanyak 41.

Jumlah kills 41 yang dicatat Peter sebenarnya jauh dari hitungan sebenarnya karena Tatang sendiri dalam missi tempurnya di Timor Timur mengaku telah menumbangkan sasarannya lebih dari 100 orang.

‘’Hampir semua musuh bersenjata yang saya tembak kena di kepala. Semua sniper memang didoktrin untuk menembak musuh di bagian kepala karena langsung membuat korbannya mati tanpa merasakan apa-pa. Bahkan sama sekali tidak tahu siapa yang telah membunuhnya, ‘’ jelas Tatang.

Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Berpesan Bisa Survive Saat Berada di Hutan Walau Berbekal Pisau Komando

Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Mengalami Hal Aneh Saat Bertugas di Hutan Papua

Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Maju Sendirian Menerjang 300 Orang Milisi Fretilin

Memburu Lobato

Tatang termasuk personel sniper yang ditugaskan memburu Lobato oleh Dansatgas Pamungkas ke daerah-daerah yang diperkirakan menjadi tempat persembunyian Lobato.

Dalam upaya mengejar dan mendesak Lobato, Tatang yang memburu Lobato melalui operasi udara menggunakan helikopter Bell 412 Penerbad dan melaksanakan pertempuran di darat sempat mengalami luka-luka karena terkena pecahan peluru di betis kaki kanannya.

Tatang sendiri terluka setelah berhasil menghantam sejumlah musuh. Saat itu persembunyiaan Tatang rupanya terdeteksi dan para pasukan musuh pun menghujaninya dengan tembakan serampangan.

Kendati sejumlah peluru nyaris mengenainya, Tatang tetap diam tak bergerak. Akhirnya sebuah peluru yang memantul dari pohon menghantam betis kaki kanannya. Namun, Tatang tetap diam tak bergerak sambil menunggu keadaan aman untuk merawat lukanya.

Setelah keadaan kondusif Tatang baru merawat luka akibat peluru ricochet itu.

Ia mengambil semacam gunting kuku dari kantong medis, mengeluarkan serpihan peluru, membalut luka dan mengikat perban menggunakan semacam tali hasil rautan bambu dari bekas gubuk gerilyawan yang ditinggalkan.

Untuk membalutnya, Tatang cukup merobek kaus militer yang dipakainya dan kemudian mengikat bagian paha untuk menghentikan pendarahan menggunakan bendera Merah Putih yang selalu terikat di kepalanya.

Luka yang menganga akibat hantaman peluru bahkan secara serampangan ditaburi pil kina yang sudah diremas menjadi seperti serbuk dan kemudian disiram menggunakan obat luka cair.

Tatang mengaku meskipun hanya terluka karena terkena pantulan peluru rasa sakitnya sangat luar biasa.

Dari cara Tatang mengobati lukanya, peralatan medis yang dibawanya memang terkesan terbatas dan untung-untungan. Artinya jika tidak tertembak merasa sangat beruntung.

Tapi jika tetembak merasa beruntung juga karena membawa obat meskipun obat itu asal-asalan karena asal bawa.

Ada satu strategi yang diterapkan saat bertugas sebagai sniper. Untuk mengelabuhi pasukan patrol musuh yang kerap memburunya, Tatang sengaja menciptakan sepatu yang memiliki alas terbalik.

Kebetulan Tatang yang saat itu tinggal di Bandung keluarga besarnya merupakan pengajin sepatu di Cibaduyut.

Berkat pemahaman terhadap pembuatan sepatu, alas terbalik yang diciptakan Tatang ternyata bisa digunakan dengan nyaman.

Dengan sepatu yang alasnya sengaja diciptakan terbalik itu, jika Tatang sedang bergerak maju makan tapak kakinya justru bergerak ke arah sebaliknya.

‘’Alas sepatu terbalik merupakan hasil kreasi saya sendiri dan bukan karena mendapat ide dari pendidikan sebagai sniper,’’ jelas Tatang, ‘’Dan alas sepatu terbalik itu terbukti efektif.

Pernah saya dikejar-kejar lima personel pasukan musuh tapi mereka berhasil saya kecoh. Saya cukup melompat dan bersembunyi di semak sementara para pengejar saya berlari-lari menuju arah yang berlawanan,’’ tambahnya.

Di samping lihai bersembunyi alias menghilang, Tatang juga mahir melacak jejak. Khusus korban yang berhasil ditembak di kepala biasanya darah yang berceceran di tanah ada campuran warna putih karena berasal dari cairan otak.

Sedangkan, jika darah berwarna merah dan jumlahnya banyak, korban biasanya kena di bagian dada. Dalam tugasnya sebagaisniper, Tatang juga dikenal mahir menembak pada jarak 900 meter.

Sasaran pada jarak 1000 meter juga masih bisa dijatuhkan tapi targetnya bukan di bagian kepala. Dalam operasi gabungan TNI, Lobato akhirnya tertembak mati tapi sisa-sisa pasukannya yang dikenal sebagai Falintil terus melancarkan perlawanan secara gerilya.

Komando Operasi Keamanan Timor Timur

Pada bulan Juni 1986, pasukan gerilya Falintil mulai menunjukkan kekuatan dengan menyerang pasukan Zeni TNI AD yang sedang bekerja membangun infrastruktur sehingga menyebabkan 16 personel pasukan gugur.

Serangan gerilya Falintil pimpinan Gusmao langsung membuat Pemerintah Pusat RI marah dan segera menggelar Komando Operasi Keamanan Timor Timur untuk memulihkan keadaan.

Sebanyak 3.200 pasukan TNI dari sejumlah batalyon termasuk pasukan khusus diturunkan didukung oleh pesawat transport dan tank lapis baja.

Di Timor Timur,tugas utama para staf khusus adalah menyiapkan pasukan yang baru tiba untuk bertempur melawan pasukan gerilya Falintil yang berada di gunung dan hutan.

Semua pasukan yang baru tiba di Timor Timur diberi pelatihan teknik Operasi Lawan Insurgensi (OLI) terlebih dahulu sebelum berangkat bertempur.

Sebagai prajurit berkualifikasi sniper kelas dunia, Tatang memberikan pelatihan khusus teknik menembak mahir, antigerilya, teknik raid, dan lainnya.Kadang Tatang juga turun ke medan tempur sebagai sniper untuk menghantam sasaran-sasaran terpilih.

Komando Operasi Keamanan Timor Timur yang digelar TNIakhirnya berhasil melumpuhkan perlawanan Falintil dan menangkap Xanana pada 20 November 1992.

Xanana kemudian dipenjara di LP Cipinang Jakarta hingga tujuh tahun. Tapi perjuangan Falintil yang kemudian memilih jalur politik makin mendapat simpati dunia internasional.

Setelah Pemerintahan Orde Baru runtuh pada tahun 1998,setahun kemudian Timor Timur lepas dari RI setelah diadakan jajak pendapat. Xanana pun dibebaskan dan setelah Timor Timur menyatakan merdeka pada 20 Mei 2002, Xanana terpilih sebagai presiden.

Lepasnya Timor Timur jelas merupakan peristiwa pahit bagi pasukan yang pernah bertempur matian-matian sedikitnya selama ima tahun.

Sebanyak 2.292 pasukan TNI dari berbagai satuan telah gugur,ratusan prajurit hilang, ribuan lainnya terluka dan cacat.

Tatang sendiri mengakui bahwa lepasnya Timor Timur selain membuat dirinya kecewa juga mengakibatkan semua perjuangannya dengan para rekan yang telah gugur seperti sia-sia.

Tapi itulah perang, pasukan TNI boleh saja menang secara militer tapi akhirnya harus menerima kekalahan secara politik.

Pak Tatang sendiri merasa terpukul atas lepasnya Timor Timur sehingga sejumlah tanda penghargaan dan sertfikat sebagai veteran Perang Timor Timur yang jika diurus bisa menambah jumlah uang pensiun ternyata tidak pernah digubrisnya.

Sikap Pak Tatang yang cenderung mengabaikan serfikat veteran Perang Timor-Timur itu ternyata dibawanya hingga dijemput ajal.

Pak Tatang wafat pada 3 Maret 2015 akibat serangan jantung. Para rekan seperjuangannya yang melayat semua terkejut atas sikap Pak Tatang yang tidak mau mengurus sertifikat veteran Perang Timor-Timur mengingat pemerintah memberikan tunjangan veteran sekitar dua juta rupiah tiap bulannya.

Kepada penulis Pak Tatang memang selalu menekankan bahwa perjuangannya dalam perang di Timor Timur adalah demi tegaknya NKRI dan bukan untuk mencari pangkat dan penghargaan.

‘’Kebetulan tugas saya adalah sebagai seorang sniper yang telah dilatih oleh negara, ya, saya harus bertempur seperti seorangsniper profesional. Bertempur dengan cara menyusup di garis belakang musuh, di jantung lawan untuk membuat kekacauan,’’ tegas Pak Tatang,

‘’Pengalaman tempur sebagai seorang sniper ini harus saya tularkan ke prajurit sniper TNI berikutnya sehingga akan bermanfaat dalam pertempuran. Selamat dalam peperangan, bisa pulang dan bercerita mengenai kisah tempurnya ’’ tambahnya.

Pak Tatang memang telah hampir tiga tahun meninggal dan dimakamkan di pemakaman umum dekat rumahnya karena ingin selalu dekat dengan keluarganya meskipun telah meninggal.(*)

(Agustinus Winardi, penulis buku Satu Peluru Satu Musuh Jatuh Tatang KoswaraSniper TNI kelas Dunia diterbitkan Penerbit Buku Kompas 2015)

Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Korbankan Diri Demi Membela Ibu Pertiwi, Namun Tetap Cerdas Di Ujung Napas

Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Nyamar Jadi Mahasiswa yang Sedang KKN Dalam Jalani Misi

Baca juga: Letnan Ginting Geleng Geleng Lihat Sniper Kopassus Beraksi, 49 Peluru Kena Musuh, Kebal Ular

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved