Bagai Bumi dan Langit, Debat Gibran-Teguh Melawan Bagyo-FX Suparjo di Pilkada Solo 2020
Debat Pilkada Solo antara Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso dan Bagyo Wahono-FX Suparjo disebut seperti bumi dan langit.
Bagai Bumi dan Langit, Debat Gibran-Teguh Melawan Bagyo-FX Suparjo di Pilkada Solo 2020
TRIBUNJAMBI.COM - Debat Pilkada Solo antara Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso dan Bagyo Wahono-FX Suparjo disebut seperti bumi dan langit.
Teguh Yuwono, pakar politik Universitas Diponegoro, mengatakan kedua pasangan kandidat itu memiliki perbedaan jauh dalam hal penyampaian gagasan.
Gibran-Teguh atau paslon bernomor urut 1, kata dia, menyampaikan program dengan gaya milenial, sedangkan lawannya mengunakan cara konvensional.
Paslon nomor urut 1 itu juga terlihat lebih bersemangat dalam menyampaikan idenya, terlihat seperti semangat anak muda.
Sementara itu, paslon nomor urut 2 tampak lebih tenang dan kalem dalam menjelaskan programnya.
Baca juga: Trump Menolak Keluar dari Gedung Putih, Malah Buat Benteng Pertahanan, Joe Biden Akan Lawan
"Paslon satu mewakili dari generasi milenial, dengan pengalaman-pengalaman di sektor bisnis. Sedangkan paslon dua adalah orang lama yang berkomunikasi dengan cara-cara konvensional," kata Teguh, Sabtu (7/11/2020), dikutip dari Kompas.
"Kalau pembawaanya ini seperti bumi dan langit. Gibran-Teguh tampak semangat dan berapi-api. Sedangkan Bajo lebih kalem dan tenang," kata Teguh.

Namun, Teguh menyoroti penguasaan materi kedua paslon. Menurutnya, mereka masih belum spesifik kepada masalah riil yang dihadapi masyarakat Kota Solo.
"Kalau dilihat dari aspek penguasaan materi, saya kira karena keduanya itu kan masih baru dan bukan petahana. Jadi belum pernah menjadi wali kota dan wakil wali kota. Masih minim penguasaan medan. Materi juga masih terlalu umum. Belum menginjak pada hal-hal yang sifatnya spesifik," ujarnya.
Baca juga: Kemenangan Joe Biden Tidak Akan Hentikan Ketegangan di Laut China Selatan, Ini Kesempatan Indonesia
Tema debat perdana juga belum fokus pada akar masalah karena masih membahas persoalan umum yang dihadapi masyarakat.
"Solo ini kan luas sekali dimensinya. Ini kan cuma bicara mengenai Solo yang modern tapi tidak meninggalkan budaya yang lama. Judul tema sama isinya masih campur-campur. Belum fokus, misalnya fokus pada pelayanan publik, fokus pada pengendalian lingkungan. Belum fokus berbicara mengenai bagaimana eksis di era seperti ini," katanya.
Ia pun menyarankan tema paslon lebih spesifik membahas persoalan nyata yang dihadapi masyarakat.
"Saya kira akan banyak manfaatnya kalau berbicara mengenai kasus nyata ke depan. Praktik di lapangan itu kan sudah diskusi ekonomi, penanganan Covid-19, soal lingkungan, tata lahan, pendidikan, bahaya narkoba. Jadi enggak usah bicara terlalu abstrak dan teoritis. Fokus pada penataan pasar tradisional, masakan lokal, misalnya PKL, itu kan jauh lebih nyata dan jauh lebih bermanfaat untuk masyarakat kecil," kata Teguh.

Untuk itu, kedua paslon diharapkan dapat menggali kemampuan dan menguasai materi debat agar masyarakat yakin dalam menentukan pilihan.