Kasus Fee Proyek Dinas PUPR
Hardono Beberapa Kali Mengaku Lupa Pernah Beri Fasilitas ke Mantan Plt Kadis PUPR Provinsi Jambi
Hardono Alias Aliang, Komisaris PT Usaha Batanghari dinilai tak kooperatif saat bersaksi di Pegadilan Tipikor Jambi.
Penulis: Dedy Nurdin | Editor: Nani Rachmaini
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Hardono Alias Aliang, Komisaris PT Usaha Batanghari dinilai tak kooperatif saat bersaksi di Pegadilan Tipikor Jambi.
Ia dihadirkan dihadapan majelis hakim sebagai saksi bersama 14 orang pengusaha konstruksi lainnya, Kamis (22/10/2020) kemarin.
Ia dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Arfan, mantan Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi fee proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi tahun 2014-2019.
Saat diperiksa sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Ia sering menjawab "Lupa" dan "Tidak Ingat", terutama mengenai aliran uang ke terdakwa Arfan.
Baca juga: Chord Kunci Gitar dan Lirik Lagu Sendiri - Kotak, Aku Terus Bertahan, Ku Coba untuk Lupakan
Baca juga: Harus Berdiri, Kandidat Hanya Boleh Duduk Saat Jeda Iklan, Debat Perdana Pilgub Jambi 2020
Baca juga: Peternak Sapi di Batanghari Mendapat Bantuan PSBI Penggemukan Sapi
Seperti ketika ditanya JPU mengenai fasilitas yang pernah Aliang berikan kepada terdakwa Arfan. Seperti uang hingga tiket Pulang-Pergi terdakwa dari Jambi tujuan Jogja.
"Nominal 5 juta, tiket karena sudah tiga tahun jadi tidak ingat," katanya.
Mengenai alasan terdakwa memberikan fasilitas tersebut, Aliang mengaku itu sebagai pertemanan, "Karena teman, pergaulan saja. Berapa kali lupa," katanya.
Saat kembali ditanya mengenai pemberian uang 200 juta dan 100 ribu dolar Singapura pada 4 Oktober 2017, terdakwa membantah.
"Tidak pernah," kata Aliang singkat.
Jawaban serupa juga ia lontarkan saat ditanya mengenai pernah atau tidak terdakwa menyerahkan 1,4 Miliar rupiah kepada Arfan yang diserahkan melalui Apif Firmansyah? "Tidak ada, Tidak Pernah," katanya membantah.
Karna jawaban terdakwa yang dinilai tidak kooperatif tersebut, majelis hakim yang dikethaui Yandri Roni beberapa kali mengingatkan terdakwa untuk menjawab secara jujur setiap pertanyaan Jaksa KPK.
Bahkan majelis hakim meminta JPU KPK kembali menghadirkan terdakwa pada persidangan selanjutnya.
Hakim Yandri Roni meminta agar jaksa menghadirkan Aliang dengan saksi Muhammad Imanuddin alias Iim untuk dikonfrontir.
"Jaksa Panggilan lagi saksi (Hardono alias Aliang) dengan saksi Iim untuk dikonfrontir. Kami mau melihat kejujuran saudara," kata Hakim Yandri sebelum menutup sidang Kamis kemarin.
Mengungkap Peran Iim pada Kasus Fee Proyek di Dinas PUPR Provinsi Jambi
Sebanyak 15 orang saksi dihadirkan dalam persidangan kasus dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi fee proyek pada Dinas PUPR Provinsi Jambi Tahun 2014-2019 dengan terdakwa Arfan, mantan Plt Kepala Dinas PUPR Provinsi Jambi.
Persidangan digelar secara daring di Pengadilan Tipikor Jambi, Kamis (22/10/2020).
Seperti terlihat, selama proses persidangan tiga orang jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK memeriksa satu persatu 15 saksi yang merupakan para pengusaha konstruksi di Jambi.
Di persidangan terungkap adanya peran Muhammad Imanuddin alias Iim sebagai makelar kontraktor.
Iim menemui sejumlah kontraktor untuk menawargan proyek dengan ketentuan memberikan komitmen fee.
Uang yang terkumpul tersebut seperti disampaikan oleh Iim diserahkan kepada Arfan, ada pula yang diserhakan kepada Zumi Zola yang pada waktu itu menjabat sebagai Gubernur melalui Apif Firmansyah di Tahun 2017.
Dari kegiatannya mengumpulkan uang komitmen fee tersebut diakui Iim ia tidak menerima dalam bentuk uang.
"Uang tidak ada tapi saya dapat pekerjaan (proyek)," katanya dihadapan majelis hakim yang diketuai Yandri Roni.
Seperti keterangan Hendri alias Aryon, pada tahun 2017 ia mendapat pekerjaan pengaspalan jalan senilai 20 miliar Rupiah.
Dari pekerjaan itu ia menyetor 500 juta kepada Iim.
Untuk kedua kalinya ia kembali diminta satu miliar rupiah sebagai komitmen fee.
Namun pada persidangan itu saksi Aryon mengatakan bahasa yang digunakan adalah uang pinjaman.
Uang itu diserahkan lewat Apif Firmansyah.
"Katanya pinjam satu miliar, oleh Iim tapi diserahkan kepada Apif Firmansyah," kata Aryon.
Saksi Iim menerangkan dipersidangan, untuk komitmen fee proyek ada yang diserahkan diawal atau sebelum mendapatkan proyek dan ada yang diserahkan oleh para kontraktor setelah pekerjaan di Dinas PUPR diterima.
"Untuk anggota DPRD dulu diawal diserahkan. Untuk fee pekerjaan diaerahkan setelah pekerjaan diterima," kata M Imanuddin alias Iim.
Pada persidangan itu saksi Musa Effendi mengatakan pernah menyerahkan uang senilai 200 juta kepada terdakwa Arfan sebagai komitmen Fee.
Namun uang itu tidak langsung diserahkan, "Waktu ketemu dia minta itu, tapi besoknya baru dikasi 200 juta diserahkan lewat stafnya di Dinas PUPR," kata saksi Musa.
Ketuka ditanya apakah saksi menyakini bahwa uang tersebut sampai kepada terdakwa Arfan? "Dia ngasi tahu lewat WA katanya terimakasi uangnya sudah sampai," kata saksi di persidangan.
(Dedy Nurdin)