Beraninya Rocky Gerung Beri Nilai Minus Jokowi, Najwa Shihab Sampai Heran: A Minus? Wow

Banyak yang kecewa dengan setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meski tak sedikit juga yang terus mendukung.

Editor: Teguh Suprayitno
Instagram Tribun Bali
Prediksi Rocky dan Presiden Jokowi. 

Beraninya Rocky Gerung Beri Nilai Minus Jokowi, Najwa Shihab Sampai Heran, Kepercayaan Publik Anjlok

TRIBUNJAMBI.COM - Banyak yang kecewa dengan setahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Meski tak sedikit juga yang terus mendukung.

Tak hayal kondisi ini mengundang banyak komentar publik, termasuk para akademisi.

Akademisi Rocky Gerung bahkan berani memberikan nilai A minus untuk kinerja satu tahun periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Penilaian ini diberikan dengan sederet analisa Rocky Gerung yang membuat Najwa Shihab tak bisa berkata-kata.

Momen ini terungkap melalui video kanal YouTube Najwa Shihab, saat Rocky Gerung hadir menjadi narasumber Mata Najwa dilansir TribunJakarta pada Kamis (22/10).

Ketika itu Najwa Shihab mempersilahkan Rocky Gerung untuk memberikan penilaian terhadap pemerintahan Jokowi - Ma'ruf Amin.

"Skor kinerja pemerintahan saat ini berapa?" tanya Najwa Shihab.

"Skornya? saya kasih huruf aja deh yaitu A minus," terang Rocky Gerung.

Mendengar penilaian yang diberikan Rocky, Najwa Shihab tampak heran.

"A minus itu skalanya A paling jelek atau bagus?" cecar Najwa Shihab.

"A minus itu berarti A untuk kebohongan, minus untuk kejujuran," beber Rocky Gerung.

"A minus? wow," ujar Najwa Shihab.

Najwa tampak tak banyak berkata-kata saat itu dan meminta Rocky Gerung mengungkap analisanya.

Rocky Gerung menjelaskan, saat ini publik berupaya memahami logika dari pemerintah saat ini yaitu menitipkan harapan.

"Tetapi tiba-tiba dibatalkan oleh dua caption di harian Kompas yang menyatakan, kepuasaan hilang. Padahal survey Agustus 2020 saya baca 60 persen masih puas, sekarang di bawah 50 persen yang berarti sama seperti malam pertama tetapi pasangannya sudah tak percaya, semestinya perkawinannya bubar," aku Rocky.

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada peresmian pameran bertajuk Goresan Juang Kemerdekaan : Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (1/8/2016). Pameran menampilkan 28 karya dari 20 maestro lukis Indonesia seperti Raden Saleh, Affandi, Basoeki Abdullah hingga Presiden Soekarno, berlangsung untuk umum dari 2-30 Agustus.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan pada peresmian pameran bertajuk Goresan Juang Kemerdekaan : Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (1/8/2016). Pameran menampilkan 28 karya dari 20 maestro lukis Indonesia seperti Raden Saleh, Affandi, Basoeki Abdullah hingga Presiden Soekarno, berlangsung untuk umum dari 2-30 Agustus. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Kendati demikian, terdapat kepercayaan masyarakat Indonesia agar Jokowi tetap memimpin Indonesia meski dalam kondisi seperti ini.

"Masyarakat masih bilang 'mudah-mudahan masih berlanjut', tetapi itu sebenarnya sebuah situasi psikologis publik supaya tak ada kerusuhan dan socioligical factnya menyatakan di bawah 50 persen itu kita mau maki-maki dan sebagainya, kalau di Eropa perdana menteri sudah turun," terang Rocky Gerung.

Rocky menjelaskan, survey yang dilakukan Kompas tersebut menunjukkan situasi terkini publik yang semakin kurang percaya dengan pemerintah.

"Jadi kalau ada survey di atas Kompas itu berarti bohong," ujar Rocky Gerung.

Menanggapi hal tersebut, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Dany Amrul Ichdan bereaksi sebaiknya Rocky melihat hasil survey Kompas secara keseluruhan, bukan hanya satu parameter saja.

Rocky Gerung
Rocky Gerung (ist)

"Lihat variabel dan subdetailnya supaya dapat perspektif lebih luas. Terdapat beberapa survey yang memperlihatkan public trust Jokowi naik di beberapa bulan terakhir," aku Dany.

Dany menegaskan, komunikasi publik belum terintegrasi di awal pandemi covid-19, namun saat ini telah terstruktur untuk menyelesaikan permasalahan.

"Jadi kita perbaiki hari per hari supaya public trustnya lebih baik," beber Dany Amrul Ichdan.

Kepuasan Publik di Bawah 50 Persen, Saatnya Jokowi Reshuffle Kabinet?

Satu tahun sudah usia pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin sejak dilantik pada 20 Oktober 2019 lalu.

Sejumlah catatan dan evaluasi pun telah disampaikan berbagai pihak. Mulai dari aktivis, akademisi, politisi hingga pejabat pemerintah.

Hasil survei Litbang Kompas yang dilansir, Selasa (20/102020) kemarin, menunjukkan sebesar 46,3 persen responden merasa tidak puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin selama satu tahun terakhir.

Isu reshuffle kembali berembus karena beberapa menteri pembantu presiden Jokowi dinilai tidak maksimal bekerja.

Isu perombakan kabinet sebelumnya juga pernah mengemuka saat kabinet pemerintahan Jokowi baru berjalan tiga bulan.

Namun saat itu, Jokowi tidak melakukan perombakan kabinet pemerintahannya. Kini setahun telah berlalu, apa presiden bakal mengocok ulang susunan kabinetnya?

Kemarin, Selasa (21/10/2020), Peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Aisah Putri Budiarti telah menyampaikan evaluasinya tehadap pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI Aisah Putri Budiarti menyoroti buruknya koordinasi di tingkat menteri Kabinet Indonesia Maju dalam satu tahun ini.

Baca juga: Blak-blakan Mardani Ali Sera Sebut Jokowi Berubah, Bandingkan Saat Jadi Wali Kota Solo dan Presiden

Aisah pun meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan evaluasi terhadap jajaran pembantunya di tingkat eksekutif.

"Kalau diperlukan reshuffle itu wajar dan sah-sah saja, justru perlu dilakukan jika tidak memiliki kapasitas yang memumpuni," papar Aisah dalam diskusi online, Jakarta, Selasa (20/10/2020).

Aisah menjelaskan, evaluasi tersebut tidak hanya pada individu menterinya saja, tetapi perlu mengatasi persoalan sistem kabinetnya atau sistem kerjanya selama ini.

"Antara menteri satu dengan menteri lainnya suka tidak sama, misalnya saat dilarang pulang kampung. Ini problem koodinasi yang harus dipecahkan, agar empat tahun ke depan lebih efektif bekerja," papar Aisah.

Aisah juga melihat beberapa menteri tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi) secara maksimal dalam satu tahun ini.

"Setengah dari menteri juga tidak memiliki latar belakang dekat dengan birokrasi pemerintahan. Ini pastinya menyulitkan untuk bekerja," ucapnya.

Pengamat

Sementara, pengamat politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menilai, Presiden Joko Widodo perlu melakukan reshuffle kabinet untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahannya.

Hal itu disampaikan Umam menanggapi kinerja Presiden Jokowi selama setahun pertama di periode keduanya.

"Lakukan perombakan kabinet (cabinet reshuffle) secepatnya untuk melakukan perbaikan cepat di sektor-sektor yang dianggap lemah. Langkah ini penting untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintahan," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (21/10/2020).

Ia menambahkan, ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi dikonformasi oleh survei Litbang Kompas (Oktober) yang menunjukkan angka ketidakpuasan publik terhadap pemerintah menembus angka sekitar 52,5 persen (46,3 persen tidak puas dan 6,2 persen sangat tidak puas).

Baca juga: 10 Pesan Penting Ustadz Abdul Somad untuk Para Santri di Indonesia, Tetap Santri Agar Tak Takut Mati

Karena itu, menurut dia, Presiden Jokowi sebagai nakhoda pemerintahan harus menghentikan tren negatif tersebut.

Jokowi juga diharapkan membuka ruang komunikasi politik dengan publik untuk tetap bisa memenuhi harapan masyarakat.

Ia menilai, Jokowi terlihat semakin berjarak dengan masyarakat selama setahun memimpin roda pemerintahannya di periode kedua.

Akibatnya, sejumlah produk kebijakan publik seringkali diikuti dengan berbagai kontroversi dan protes, baik berskala sedang maupun besar.

Relawan

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ormas Projo melihat kinerja para menteri Kabinet Indonesia Maju tidak maksimal di tengah tantangan pandemi Covid-19 dan resesi ekonomi.

Sekretaris Jenderal Projo Handoko mengatakan krisis ini harus ditangani dengan kerja ekstra keras, disertai dengan kecepatan dan akurasi tinggi dari kabinet Indonesia Maju.

"Projo melihat kinerja Kabinet tidak maksimal, kurang greget," katanya, Selasa (20/10/2020).

Setahun pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widodo dihadapkan pada ujian berat.

Kondisi ini seharusnya dimaknai sebagai peluang bagi Kabinet untuk menunjukkan militansi dengan gebrakan yang extraordinary untuk mengatasi keadaan.

Projo mengingatkan bahwa hasil survei terbaru tentang kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah kurang menggembirakan.

Presiden Joko Widodo bahkan pernah menyampaikan kekecewaannya terhadap kinerja kabinet dalam menghadapi pandemi Covid-19.

Projo menilai kerja-kerja extraordinary jajaran kabinet seperti harapan Presiden Joko Widodo belum sepenuhnya dilakukan.

Parpol pendukung

Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai reshuffle kabinet belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintah.

"Kalau soal reshufle, menurut hemat PPP belum tentu bisa menjamin adanya peningkatan kinerja pemerintahan jika pandemi Covid-19-nya belum bisa terkendali," ujar Arsul, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (21/10/2020).

Arsul Sani.
Arsul Sani. (KOMPAS.com/NABILLA TASHANDRA)

Akan tetapi, Arsul melihat ketidakpuasan publik dapat diperbaiki jika pemerintah segera melaksanakan vaksinasi Covid-19.

Karenanya, PPP meminta kepada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin tetap fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19, termasuk memastikan bahwa vaksinasi atas Covid dapat segera dilaksanakan seperti yang sudah disampaikan pemerintah sendiri.

"Keberhasilan vaksinasi itu akan turut menentukan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan," kata dia.

Arsul menerangkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan saat ini tidak bisa dilepaskan dari situasi akibat pandemi Covid-19.

Alasannya pandemi ini tidak hanya menggerus ketahanan kesehatan masyarakat. Melainkan juga merontokkan perekonomian masyarakat.

"Karenanya PP yakin bahwa ketidakpuasan publik yang besar tersebut akibat pandemi berkepanjangan dan ekonomi yang memburuk," jelasnya.

Anggota Komisi III DPR RI tersebut menegaskan PPP bisa memahami, baik dari sisi pemerintah maupun dari sisi masyarakat yang tidak puas.

Dari sisi pemerintah, menurutnya ketidakberhasilan mempertahankan target pembangunan dan capaian ekonomi terjadi akibat problem pandemi ini.

Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Beri Nilai A Minus untuk Satu Tahun Jokowi, Analisa Rocky Gerung Buat Najwa Shihab Heran: Wow.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved