VIDEO: Pembuat Perahu di Kondisi Pendemi di Seberang Kota Jambi, Masih Bertahan

Terlebih keadaan pandemi seperti sekarang ini membuat pendapatan mereka semakin terpuruk.

Penulis: Monang Widyoko | Editor: Nani Rachmaini

VIDEO: Pembuat Perahu Dikondisi Pendemi di Seberang Kota Jambi Masih Bertahan

Laporan Wartawan Tribun Jambi, Widyoko

TRIBUNJAMBI, JAMBI - Sejumlah pembuat perahu di Seberang Kota Jambi masih bertahan meski permintaan perahu khas Sungai Batanghari itu terus menurun.

Terlebih keadaan pandemi seperti sekarang ini membuat pendapatan mereka semakin terpuruk.

"Saya sempat tidak mendapatkan pemasukan waktu awal-awal pandemi."

"Baru ini datang lagi pesanan bikin perahu," ungkap Junan (58) satu di antara beberapa pembuat perahu di Tanjung Raden, Kelurahan Pasir Panjang, Seberang Kota Jambi.

Ia mengatakan sudah lebih dari empat bulan ia tidak mendapat pesanan perahu.

Berlaku Seumur Hidup, Kenapa Foto KTP dan SIM Hasilnya Banyak yang Jelek? Bisakah Diganti? Ternyata

Ibu Menjerit Histeris Lihat Anaknya Tewas Dibunuh Saat Suami Dobrak Pintu Rumah

VIDEO Viral Seorang Gadis Lagi Kuliah Online Kemudian Suara Begini: Humorku Sebatas Haduh Pak Yanto

"Selain membuat perahu, kan saya juga membuat lain-lainnya yang dari kayu juga. Seperti meja, kursi, lemari, pintu, jendela, dan masih banyak lagi. Jadi dari situ adalah sedikit-sedikit pendapatan," katanya.

Bapak yang mengaku sudah membuat perahu sejak 1975 ini mengatakan harga perahu yang dijual ini ia patok mulai harga Rp 7 juta - Rp 35 juta.

"Untuk perahu ketek saya jual itu Rp 7 juta-Rp 9 juta. Untuk perahu pompong saya jual menurut tonasenya."

"Pernah saya bikin itu paling mahal Rp 35 juta dengan mampu membawa beban sampai 16 ton," bebernya.

"Untuk harga bisalah kita diskusikan. Kami di sini itu sering membantu tukang ojek ketek. Jadi kami biasa menyesuaikan bahan baku untuk harganya," kata Junan.

Waktu pembuatan perahu sendiri bisa ia kerjakan dari satu minggu hingga satu bulan pengerjaan.

"Kalau perahu ketek kecil, bisalah seminggu. Tapi kalau yang besar-besar itu sebulanan," ungkapnya.

Selanjutnya ketika Tribun Jambi tanyakan soal pendapatan, Junan sedikit kebingungan menjawab, terutama saat kondisi pandemi seperti sekarang.

"Berapa ya, baru ini saya dapat permintaan buat perahu lagi."

"Mungkin kita ngomong sebelum korona sajalah."

"Sebelum korona ini pendapatan tidak menentu."

"Kadang kalau ramai dalam sebulan itu ya bisalah mencapai ratusan juta," ujarnya.

Lalu ia berharap kepada pemerintah agar cepat menangani korona yang terus meningkat.

"Harapan pembuat perahu seperti kami ini ya semoga keadaan cepat pulih lagi."

"Yang datang ke sini makin ramai," pungkasnya.

(tribunjambi.com/monang widyoko)

Perahu Pinisi Pertama Ternyata Digunakan untuk Berlayar ke Tiongkok, Ini Tujuannya, Romantis

Perahu pinisi adalah perahu tradisional suku Bugis dan Makassar Sulawesi Selatan. Bentuknya seperti kapal layar pada umumnya.

Kapal ini memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar. Tiga di bagian ujung paling depan, dua di tengah, dan duanya lagi dibelakang dengan ukuran yang lebih besar dari semua layarnya.

Dahulunya, kapal ini digunakan sebagai kapal angkut barang antar pulau.

Makassar memang terkenal dengan daerah para saudagar.

Replika kapal pinisi dibuat di area tugu Monumen Nasional dalam rangka Syukuran Rakyat Salam 3 Jari, Senin (20/10/2014).
Replika kapal pinisi dibuat di area tugu Monumen Nasional dalam rangka Syukuran Rakyat Salam 3 Jari, Senin (20/10/2014). (Kompas.com)

Yang selalu melakukan perdagangan antar pulau, dan menjadikan kapal phinisi sebagai salah satu alat transportasi laut untuk pengantaran barang dagangan.

Dilansir dari wikipedia, Kapal kayu Pinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang lalu, diperkirakan kapal pinisi sudah ada sebelum tahun 1500an.

Dibuat Sawerigading

Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo pada abad ke 14, Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, Putera Mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar menuju negeri Tiongkok hendak meminang Putri Tiongkok yang bernama We Cudai.

Sawerigading berhasil ke negeri Tiongkok dan memperisteri Puteri We Cudai.

Setelah beberapa lama tinggal di negeri Tiongkok, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan Pinisinya ke Luwu.

Menjelang masuk perairan Luwu kapal diterjang gelombang besar dan Pinisi terbelah tiga yang terdampar di desa Ara, Tanah Lemo dan Bira.

Masyarakat ketiga desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan Pinisi.

Orang Ara dan Orang Bira

Orang Ara adalah pembuat badan kapal, di Tana Lemo kapal tersebut dirakit dan orang Bira yang merancang kapal tersebut menjadi Pinisi dan ketujuh layar tersebut lahir dari pemikiran orang-orang Bira.

Konon, nama Pinisi ini diambil dari nama seseorang yang bernama Pinisi itu sendiri.

Suatu ketika dia berlayar melewati pesisir pantai Bira. Dia melihat rentetan kapal sekitar laut sana, dia kemudian menegur salah seorang nahkoda kapal tersebut bahwasanya layar yang digunakannya masih perlu diperbaiki.

Sejak saat itu orang Bira berfikir dan mendesain layar sedemikian rupa dan akhirnya berbentuk layar Pinisi yang seperti sekarang ini.

Atas teguran orang tersebut maka orang-orang Bira memberi layar itu dengan nama Pinisi.

Pekerja menyelesaikan lambung perahu Phinisi di depan Benteng Rotterdam, Pantai Losari Makassar, Rabu (1/4/2015). (TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR)
Ritual Khusus

Kapal ini, tidak dibuat begitu saja. Harus ada ritual khusus saat ingin membuat kapal ini.

Upacara kurban untuk pembuatan perahu pinisi adalah salah satu dimana kemegahan pinisi dilahirkan.Para pembuat perahu tradisional ini, yakni orang-orang Ara, Tana Lemo dan Bira, yang secara turun temurun mewarisi tradisi kelautan nenek moyangnya.

Upacara ritual juga masih mewarnai proses pembuatan perahu ini, Hari baik untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan.

Angka 5 (naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki sudah ditangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut "punggawa" memimpin pencarian.

Sebelum pohon ditebang, dilakukan upacara untuk mengusir roh penghuni kayu tersebut. Seekor ayam dijadikan sebagai korban untuk dipersembahkan kepada roh. Jenis pohon yang ditebang itu disesuaikan dengan fungsi kayu tersebut. Pemotongan kayu untuk papan selalu disesuaikan dengan arah urat kayu agar kekuatannya terjamm. Setelah semua bahan kayu mencukupi, barulah dikumpulkan untuk dikeringkan.Pembuatan perahu pinisi di Tanah Beru.

Peletakan lunas juga memakai upacara khusus. Waktu pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut.

Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita.

Setelah dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti.

Karena itu, pemotongan harus dilakukan oleh orang yang bertenaga kuat.

Ujung lunas yang sudah terpotong tidak boleh menyentuh tanah. Bila balok bagian depan sudah putus, potongan itu harus dilarikan untuk dibuang ke laut.

Potongan itu menjadi benda penolak bala dan dijadikan kiasan Sebagai suami yang siap melaut untuk mencari nafkah. Sedangkan potongan balok lunas bagian belakang disimpan di rumah, dikiaskan sebagai istri pelaut yang dengan setia menunggu suami pulang dan membawa rezeki.

Pemasangan papan pengapit lunas, disertai dengan upacara Kalebiseang.

Upacara Anjarreki yaitu untuk penguatan lunas, disusul dengan penyusunan papan dari bawah dengan ukuran lebar yang terkecil sampai keatas dengan ukuran yang terlebar.

Jumlah seluruh papan dasar untuk perahu pinisi adalah 126 lembar. Setelah papan teras tersusun, diteruskan dengan pemasangan buritan tempat meletakkan kemudi bagian bawah.

Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan a’panisi, yaitu memasukkan majun pada sela papan. Untuk merekat sambungan papan supaya kuat, digunakan sejenis kulit pohon barruk.

Selanjutnya, dilakukan allepa, yaitu mendempul. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa.

Campuran tersebut diaduk Selama 12 jam, dikerjakan sedikitnya 6 orang. Untuk kapal 100 ton, diperlukan 20 kg dempul badan kapal. Sentuhan terakhir adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya.

Proses terakhir kelahiran pinisi adalan peluncurannya. Upacara selamatan diadakan lagi.

Peluncuran kapal diawali dengan upacara adat Appasili yaitu ritual yang bertujuan untuk menolak bala.

Kelengkapan upacara berupa seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, dan panno-panno yang diikat bersama pimping.

Dedaunan dimasukkan ke dalam air dan kemudian dipercikkan dengan cara dikibas-kibaskan ke sekeliling perahu.

Untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, biasanya dipotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton keatas, dipotong seekor sapi,setelah dipotong kaki depan kambing atau sapi dipotong bagian lutut kebawah di gantung di anjungan sedangkan kaki belakang di gantung di buritan phinisi .

Maknanya memudahkan saat peluncurannya seperti jalannya binatang secara normal.

Selanjutnya ada upacara Ammossi yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu dan setelah itu perahu ditarik ke laut.

Pemberian pusat ini merupakan istilah yang didasarkan pada kepercayaan bahwa perahu ialah 'anak' punggawa atau Panrita Lopi sehingga dengan demikian berdasarkan kepercayaan maka upacara ammossi merupakan simbol pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir.

Uang Rp 100 bergambar Perahu Pinisi, banderolnya jutaan rupiah
Uang Rp 100 bergambar Perahu Pinisi (Tribunnews.com)

Ketika pinisi sudah mengapung di laut, barulah dipasang layar dan dua tiang. Layarnya berjumlah tujuh. Kapal yang diluncurkan biasanya sudah siap dengan awaknya.

Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik.

Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa atau tepatnya mantra pun diucapkan.

Kapal ini terdiri dari dua jenis yaitu Lamba dan Palari.

Perbedaannya terletak pada bentuknya. Palari memiliki bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.

Saat ini phinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri, dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk wisata bahari dan awak yang terlatih dan diperkuat dengan teknik modern. Salah satu contoh kapal pesiar mewah terbaru adalah Silolona berlayar di bawah bendara.

Kapal pinisi juga menjadi lambang untuk gerakan WWF yaitu SOSharks, program pelestarian ikan hiu dari WWF, dan pernah digunakan oleh perusahaan terkenal di Indonesia yaitu Bank BNI.

Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul TRIBUNWIKI: Sejarah Kapal Phinisi, Kapal Tradisional Bugis Makassar

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved