VIDEO: Pembuat Perahu di Kondisi Pendemi di Seberang Kota Jambi, Masih Bertahan
Terlebih keadaan pandemi seperti sekarang ini membuat pendapatan mereka semakin terpuruk.
Penulis: Monang Widyoko | Editor: Nani Rachmaini
Upacara ritual juga masih mewarnai proses pembuatan perahu ini, Hari baik untuk mencari kayu biasanya jatuh pada hari ke lima dan ketujuh pada bulan yang berjalan.
Angka 5 (naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki sudah ditangan. Sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti selalu dapat rezeki. Setelah dapat hari baik, lalu kepala tukang yang disebut "punggawa" memimpin pencarian.
Sebelum pohon ditebang, dilakukan upacara untuk mengusir roh penghuni kayu tersebut. Seekor ayam dijadikan sebagai korban untuk dipersembahkan kepada roh. Jenis pohon yang ditebang itu disesuaikan dengan fungsi kayu tersebut. Pemotongan kayu untuk papan selalu disesuaikan dengan arah urat kayu agar kekuatannya terjamm. Setelah semua bahan kayu mencukupi, barulah dikumpulkan untuk dikeringkan.Pembuatan perahu pinisi di Tanah Beru.
Peletakan lunas juga memakai upacara khusus. Waktu pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut.
Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita.
Setelah dimantrai, bagian yang akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti.
Karena itu, pemotongan harus dilakukan oleh orang yang bertenaga kuat.
Ujung lunas yang sudah terpotong tidak boleh menyentuh tanah. Bila balok bagian depan sudah putus, potongan itu harus dilarikan untuk dibuang ke laut.
Potongan itu menjadi benda penolak bala dan dijadikan kiasan Sebagai suami yang siap melaut untuk mencari nafkah. Sedangkan potongan balok lunas bagian belakang disimpan di rumah, dikiaskan sebagai istri pelaut yang dengan setia menunggu suami pulang dan membawa rezeki.
Pemasangan papan pengapit lunas, disertai dengan upacara Kalebiseang.
Upacara Anjarreki yaitu untuk penguatan lunas, disusul dengan penyusunan papan dari bawah dengan ukuran lebar yang terkecil sampai keatas dengan ukuran yang terlebar.
Jumlah seluruh papan dasar untuk perahu pinisi adalah 126 lembar. Setelah papan teras tersusun, diteruskan dengan pemasangan buritan tempat meletakkan kemudi bagian bawah.
Apabila badan perahu sudah selesai dikerjakan, dilanjutkan dengan pekerjaan a’panisi, yaitu memasukkan majun pada sela papan. Untuk merekat sambungan papan supaya kuat, digunakan sejenis kulit pohon barruk.
Selanjutnya, dilakukan allepa, yaitu mendempul. Bahan dempul terbuat dari campuran kapur dan minyak kelapa.
Campuran tersebut diaduk Selama 12 jam, dikerjakan sedikitnya 6 orang. Untuk kapal 100 ton, diperlukan 20 kg dempul badan kapal. Sentuhan terakhir adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya.
Proses terakhir kelahiran pinisi adalan peluncurannya. Upacara selamatan diadakan lagi.
Peluncuran kapal diawali dengan upacara adat Appasili yaitu ritual yang bertujuan untuk menolak bala.
Kelengkapan upacara berupa seikat dedaunan yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri, dan panno-panno yang diikat bersama pimping.
Dedaunan dimasukkan ke dalam air dan kemudian dipercikkan dengan cara dikibas-kibaskan ke sekeliling perahu.
Untuk perahu dengan bobot kurang dan 100 ton, biasanya dipotong seekor kambing. Sedangkan untuk kapal 100 ton keatas, dipotong seekor sapi,setelah dipotong kaki depan kambing atau sapi dipotong bagian lutut kebawah di gantung di anjungan sedangkan kaki belakang di gantung di buritan phinisi .
Maknanya memudahkan saat peluncurannya seperti jalannya binatang secara normal.
Selanjutnya ada upacara Ammossi yaitu upacara pemberian pusat pada pertengahan lunas perahu dan setelah itu perahu ditarik ke laut.
Pemberian pusat ini merupakan istilah yang didasarkan pada kepercayaan bahwa perahu ialah 'anak' punggawa atau Panrita Lopi sehingga dengan demikian berdasarkan kepercayaan maka upacara ammossi merupakan simbol pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir.

Ketika pinisi sudah mengapung di laut, barulah dipasang layar dan dua tiang. Layarnya berjumlah tujuh. Kapal yang diluncurkan biasanya sudah siap dengan awaknya.
Peluncuran kapal dilaksanakan pada waktu air pasang dan matahari sedang naik.
Punggawa alias kepala tukang, sebagai pelaksana utama upacara tersebut, duduk di sebelah kiri lunas. Doa atau tepatnya mantra pun diucapkan.
Kapal ini terdiri dari dua jenis yaitu Lamba dan Palari.
Perbedaannya terletak pada bentuknya. Palari memiliki bentuk awal pinisi dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.
Saat ini phinisi sebagai kapal barang berubah fungsi menjadi kapal pesiar mewah komersial maupun ekspedisi yang dibiayai oleh investor lokal dan luar negeri, dengan interior mewah dan dilengkapi dengan peralatan menyelam, permainan air untuk wisata bahari dan awak yang terlatih dan diperkuat dengan teknik modern. Salah satu contoh kapal pesiar mewah terbaru adalah Silolona berlayar di bawah bendara.
Kapal pinisi juga menjadi lambang untuk gerakan WWF yaitu SOSharks, program pelestarian ikan hiu dari WWF, dan pernah digunakan oleh perusahaan terkenal di Indonesia yaitu Bank BNI.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul TRIBUNWIKI: Sejarah Kapal Phinisi, Kapal Tradisional Bugis Makassar