Kisah Korban Tragedi 1965, Suyatmi Dipermalukan Dicap Keluarga PKI, Gimin Makan Nasi Campur Beling
Tragedi 30 September 1965 masih jelas dalam ingatan Suyatmi (65). Perempuan renta itu masih merasakan kesedihan saat mengenang
Sering kali Suyatmi dan keluarganya dicap sebagai PKI dan mendapat berbagai kesulitan untuk mengurus administrasi.
Suatu kali, ia harus meminta tanda tangan kepala desanya.
Namun, kepala desa itu menolak. Katanya, "kamu itu siapa, kok minta tanda tangan ke saya. Sana minta ke tokohnya PKI."
Di lain waktu, Suyatmi dan anaknya juga dipermalukan saat mengunjungi suatu pengajian.
Ustaz yang memimpin pengajian tersebut tiba-tiba berkata di depan umum, "Mas Deni (anak Suyatmi, red) ini mau melanggengkan PKI, ya?"
Selain itu, saat anaknya yang lain melamar untuk menjadi polisi, langkahnya terhenti karena sampulde, semacam surat kaleng yang isinya menyebutkan kalau dia anak PKI.
Belum lagi saat Gimin akan dibebaskan, Pemuda Pancasila dan kepala desanya tidak mau menerima Gimin di tengah masyarakat.
Gimin pun akhirnya dipindahkan ke Pulau Buru dan ditahan selama 8 tahun 7 bulan.
Penderitaan-penderitaan tersebut tidak membuat Suyatmi menyerah dengan kehidupan.
Dia pun melakukan apa saja untuk menghidupi keluarganya.
Saat ditanya apa saja yang dia lakukan, Suyatmi tidak menjawabnya karena merasa kurang etis jika dibicarakan.
"Intinya, saya tidak malu kepada siapapun, termasuk tetangga," kata Suyatmi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Suyatmi Mengenang Kisah Sang Suami Korban Tragedi 1965, Dipermalukan Hingga Dicap Keluarga PKI