Masih Ada 20 Konflik Lahan di Jambi, 92 Persen Kawasan Hutan Dikelola Korporasi
Konflik di kawasan hutan di Provinsi Jambi masih menjadi tantangan yang dihadapi untuk menjaga kelestarian hutan.
Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Rahimin
Laporan Wartawan Tribun Jambi, Mareza Sutan
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Konflik di kawasan hutan di Provinsi Jambi masih menjadi tantangan yang dihadapi untuk menjaga kelestarian hutan.
Menurut Direktur Eksekutif Walhi Jambi, Rudiansyah, hal itu disebabkan karena tidak berimbangnya luas hutan yang bisa dimanfaatkan masyarakat dan perusahaan.
"Sekitar 92 persen kawasan hutan, itu dikelola korporasi. Masyarakat paling hanya bisa mengelola sekitar delapan persen saja," katanya, belum lama ini.
• UPDATE Total Positif Covid-19 Ada 275.213 Kasus, Provinsi Jambi Bertambah 21 Orang Terpapar
• Cuaca Kota Jambi dan Sebagian Wilayah Hari Ini Diperkirakan Terjadi Hujan Ringan
• Heboh Isi Chat WA Lesty Kejora Bocor, Bukti Diam-diam Bayari MC Nikahan Rizki DA dan Nadya Mustika?
Saat ini, pemerintah berupaya meredam konflik dengan merangkul masyarakat melalui perhutanan sosial. Di sana, kata dia, telah diatur kawasan hutan yang masuk zona pemanfaatan maupun zona lindung.
Kawasan zona pemanfaatan bisa dikelola dengan sistem yang ramah kehutanan, sedangkan zona lindung memiliki fungsi esensial yang tidak bisa diabaikan.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 83, masyarakat yang diberi izin mengelola kawasan hutan adalah yang sudah mendiami kawasan tersebut sejak lama.

Masalahnya, berdasarkan yang ditemui di lapangan, ulas Rudiansyah, ada sekelompok massa yang dimobilosasi untuk kebutuhan bisnis dan masuk di kawasan hutan.
"Padahal, hutan di Jambi fungsinya sebagian besar masuk ke dalam fungsi lindung," selanya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Ahmad Bestari mengungkap, saat ini ada sekitar 20 konflik lahan yang terjadi di kawasan hutan, baik di taman nasional maupun di area konsesi.
• Polemik Pernyataan Gatot Nurmantyo, Wakil Ketua MPR Ini Duga Gatot Ingin Pengen Jadi Presiden
• Silvany Austin Pasaribu di Sidang Umum PBB: Vanuatu Jangan Ikut Campur Urusan Papua
• 12 Tenaga Kesehatan Terpapar Covid-19, RSUD Raden Mattaher Ditutup Sementara
Penguasaan masyarakat di kawasan hutan tersebut, menurutnya, disebabkan beberapa faktor.
"Kita tidak bisa menyebut itu perambahan seluruhnya. Tapi, itu konflik yang terjadi di kawasan hutan, yang disebabkan adanya penguasaan lahan oleh masyarakat di sana," jelas Bestari, ketika dijumpai di ruang kerjanya, Kamis (10/9/2020) lalu.
Faktor yang dimaksud, di antaranya hutan tersebut sudah dikuasai masyarakat sebelum menjadi area konsesi. Namun, dia tidak menampik adanya pendatang baru yang datang untuk merambah hutan.

Untuk area hutan yang sudah dikuasi masyarakat, pihaknya menerapkan sistem perhutanan sosial yang termaktub dalam Peraturan Menteri LHK nomor 83 tahun 2016.
Namun, tidak semua masyarakat di area hutan mau mengikuti aturan tersebut. Alasannya, ulas Bestari, sebagian masyarakat ingin menguasai hutan seutuhnya, tanpa mengindahkan aturan yang ada.