G30S PKI
Letkol Untung Syamsuri, Disebut Otak di Lapangan Tragedi G30S PKI, Benar Orang Dekat Soeharto?
Letkol Untung Syamsuri, Disebut Otak di Lapangan Tragedi G30S PKI, Benar Orang Dekat Soeharto?
TRIBUNJAMBI.COM - Indonesia pernah merasakan kisah kelam 55 tahun lalu, tepatnya pada 30 September 1965 yang dikenal dengan nama Peristiwa G30S PKI.
Peristiwa G30S PKI atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia ( PKI) terjadi pada 30 September 1965 di Jakarta dan Yogyakarta.
Pemberontak PKI itu menculik beberapa Jenderal TNI Angkatan Darat.
• Bantah Pergantiannya Sebagai Panglima TNI Karena Nobar G30S/PKI, Gatot Nurmantyo Itu Persepsi Publik
• 5 Versi Dalang G30S - Versi Soekarno, PKI, Letjen Soeharto, Konflik AD atau CIA? Disembunyikan Orba?
• Ditutupi Orde Baru, Dalang G30S/PKI Bukan Hanya PKI, Beredar 5 Versi Dalang Gerakan 30 September 65

Gugurnya para perwira TNI tersebut merupakan wujud perlawanan bangsa pada kekejaman PKI.
Lalu para perwira TNI ini mendapatkan gelar sebagai Pahlawan Revolusi atau Pahlawan Nasional.
Namun ada aktor penting di balik peristiwa G30S PKI yang namanya asing di telinga kita.
• VIDEO : 31 Karyawan LG Tangerang Positif Covid-19
• Kisah Makam Malam Terakhir Driver Ojek Oline Wanita, Berujung Tewas Ditangan Suaminya
• Seminggu Puskesmas Jambi Kecil Tutup, Tiga Tenaga Medis Terpapar Corona
Sosok tersebut yakni Letkol Untung Syamsuri.
Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri adalah Komandan Batalyon I Tjakrabirawa yang memimpin secara langsung Gerakan 30 September pada tahun 1965.
Ia lahir di Desa Sruni, Kedungbajul, Kebumen, Jawa Tengah pada 3 Juli 1926, wafat di Cimahi, Jawa Barat 1966.
Nama kecilnya adalah Kusman.
Ayahnya bernama Abdullah dan bekerja di sebuah toko peralatan batik di Pasar Kliwon, Solo.
Sejak kecil Kusman telah diangkat anak oleh pamannya yang bernama Syamsuri.

Untung adalah bekas anak buah Soeharto ketika ia menjadi Komandan Resimen 15 di Solo.
Ia merupakan Komandan Kompi Batalyon 454 dan pernah mendapat didikan politik dari tokoh PKI, Alimin.
Semasa perang kemerdekaan untung bergabung dengan Batalyon Sudigdo yang berada di Wonogiri, Solo.
Selanjutnya Gubernur Militer Kolonel Gatot Soebroto memerintahkan agar Batalyon Sudigdo dipindahkan ke Cepogo, di lereng gunung Merbabu.