Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak di Provinsi Jambi Meningkat, Dinas DP3AP2 Catat 92 Kasus
Sejak Januari - Agustus 2020 mencapai 92 kasus. Sedangkan selama pandemi Covid-19 ini sendiri terdapat 36 kasus kekerasan yang terjadi.
Penulis: Zulkipli | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Jumlah kasus kekerasan perempuan dan anak di Provinsi Jambi meningakat.
Sejak Januari-Agustus 2020 mencapai 92 kasus. Sedangkan selama pandemi Covid-19 ini sendiri terdapat 36 kasus kekerasan yang terjadi.
Dari kasus yang ada, banyak terjadi pada kasus pelecehan seksual.
• Daftar Buku Best Seller di Gramedia Jambi September 2020, Ada ‘Next’ Karya Ria Ricis
• UPDATE Corona Indonesia Senin (7/9), 2.880 Kasus Baru, DKI Jakarta Masih Tertinggi
• Golkar Sarolangun Bakal All Out Sukseskan Cek Endra-Ratu Munawarah dalam Pilkada Jambi
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Provinsi Jambi, Lutfiah mengatakan jumlah kasus tersebut salah satunya yakni kebanyakan dari kekerasan seksual yang dilakukan oleh bapak tiri.
Selanjutnya, pelecehan seksual pada sesama teman dan rekan kerja, serta terhadap perempuan oleh atasan kerja. Kemudian juga pelecehan seksual yang dilakukan oleh tetangga sekitar dan lain sebagainya.
“Ini yang sedang kita tangani, di masa pandemi covid-19. Memang kekerasan seksual mendominasi dari kasus lainnya,” kata dia, Senin (7/9).
Lanjutnya, untuk secara keseluruhan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Provinsi Jambi pada tahun ini sebanyak 92 kasus, ini yang ditangani oleh UPTD DP3AP2 Provinsi Jambi.
Dari kasus tersebut, terdiri dari 55 orang jumlah anak, kemudian perempuan sebanyak 33 kasus dan 4 pria dewasa.
Latifah menyebutkan, 4 pria yang mengadu ke DP3AP2 tersebut yakni terkait persoalan hak asus anak dan perselikuhan yang dilakukan oleh sang istri.
“Jadi jangan salah, disini kita juga meneraima laporan dari seorang pria yang merasa terjadianya intimidasi dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Lanjutnya, kasus 4 pria tersebut berada di Kota Jambi.
Lutfiah menyebutkan, sebelum ke pengadilan agama negeri, pihaknya melakukan mediasi kepada dua belah pihak.
Namun, jika tak selesai dengan mediasi maka bisa berlanjut ke pengadilan agama.
“Biasanya bahkan ada sampai berakhir ke perceraian, karena kepautusan ada pada kedua belah pihak,” sebautnya.
Sementara, untuk jumlah kasus kekerasan pada tahun ini diperkirakan akan meningkat hingga Desember mendatang.
Pasalanya, untuk tahun lalu hanya ada 125 kasus. tapi, di tahun ini sampai dengan Agustus telah mencapai 92 kasus.
“Kalau kita lihat kemungkinan ini bisa nambah, karena banyak indikasi kekerasan pada anak, apalagi di tengah pandemi Covid-19,” pungkasnya.