RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) Bakal Ditarik, Masyarakat Sipil Kecewa Kinerja DPR

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) bakal ditarik dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 202

Editor: Rahimin
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.
Sejumlah warga yang tergabung dalam Jakarta Feminis melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/2019). Dalam aksinya mereka meminta DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) karena KUHP yang selama ini dipakai dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dinilai belum dapat melindungi para korban. 

TRIBUNJAMBI.COM - Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) bakal ditarik dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.

Hal itu membuat sejumlah kelompok yang tergabung dalam jaringan masyarakat sipil mengaku kecewa terhadap kinerja DPR.

Kekecewaan itu muncul sehubungan akan ditariknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). 

 "Masyarakat sipil yang selama ini mengawal advokasi RUU PKS, sangat kaget dan kecewa dengan dikeluarkannya RUU PKS dari Prolegnas," ujar perwakilan jaringan masyarakat sipil, Veni Siregar dalam keterangan tertulis, Minggu (5/7/2020).

Kanye West, Suami dari Model Seksi Kim Kardashian Ini Nyatakan Diri Siap Jadi Calon Presiden Amerika

Ditanya Prabowo, Taruna Akmil Keturunan Perancis, Enzo Ingin Gabung Masuk Kopassus

Suami Bacok Istri Hingga Tangan Putus, Pelaku Sempat Hantam Korban Pakai Batu Bertubi-tubi

Veni mengungkapkan, pihaknya mencatat bahwa sejak Maret 2020, Komisi VIII DPR telah menyerahkan RUU tersebut kepada Badan Legislasi (Baleh) DPR.

Alasannya adalah adanya beban penyelesaian agenda rancangan yang cukup sulit untuk dipenuhi. Namun pada saat itu, Baleg DPR tidak mengambil alih sebagai RUU Prioritas 2020.

Sehingga, status RUU PKS sampai saat ini masih menjadi usulan Komisi VIII. Veni menilai, saat ini terjadi ketidakjelasan status RUU PKS di parlemen.

Suasana gedung DPR RI, Jakarta
Suasana gedung DPR RI, Jakarta (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Sejak ditetapkan sebagai proglenas prioritas 2020, sampai Juli 2020 ini, belum ada kejelasan siapa yang akan menjadi pengusul RUU itu.

Dengan demikian, hal tersebut menimbulkan kebingungan publik. Terutama mengenai posisi kebijakan yang sebelumnya diharapkan untuk melindungi dan memberikan akses keadilan bagi korban kekerasan seksual dan keluarganya.

Dia menyatakan, ketidakjelasan status dan tidak transparannya proses di DPR sangat menyulitkan masyarakat dalam mengawal RUU tersebut.

"Padahal pembahasan RUU sejatinya inklusif dan partisipatif," kata Veni.

Di sisi lain, situasi menggantung tersebut dinilai tidak terlalu berbeda dibandingkan pada periode 2019. Di mana RUU PKS hanya dijadikan janji yang terus-menerus gagal.

Ini Panduan Penggunaan Masker Yang Benar dari Gugus Tugas, Reisa: Sebelum Pakai Cuci Tangan Dulu

Tak Ingin Bercerai, Ahok Sempat Memohon Pada Lelaki Selingkuhan Istrinya Agar Tinggalkan Veronica

Golkar Pastikan Usung Menantu Presiden Jokowi, Bobby Maju Sebagai Calon Wali Kota di Pilwako Medan

Hal tersebut membuktikan lemahnya komitmen parlemen untuk memastikan RUU tersebut dapat dibahas pada tahun ini.

"Seperti yang terjadi pada penutupan periode terakhir DPR-RI 2014-2019, bahwa RUU PKS pun tidak bisa ditindaklanjuti sebagai carry over," tegas Veni.

Sebelumnya, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved