Warna Matahari Terbenam Bukan Cuma Oranye, di Planet Lain Malah Ada yang Berwarna Biru dan Hijau
Warna Matahari Terbenam Bukan Cuma Oranye, di Planet Lain Malah Ada yang Berwarna Biru dan Hijau

TRIBUNJAMBI.COM – Banyak orang yang suka melihat panorama Matahari terbenam, dengan warna oranye kemerahan yang perlahan tenggelam di balik awan.
Namun bagaimana jadinya jika di planet lain, apakah hal yang sama juga terjadi.
Warna yang dihasilkan Matahari saat tenggelam bergantung pada atmosfer planet masing-masing.
Di Mars misalnya, Matahari terbit dan tenggelam dengan pancaran warna biru.
Di Uranus, Matahari terbenam dengan gradasi warna biru menuju biru kehijauan.
• Matahari di Atas Kabah Hingga Gerhana Bulan Penumbra, Ini 6 Fenomena Langit yang Terjadi Juli 2020
• Antara 4000 Planet, Ada Satu Mirip dengan Bumi Beserta Bintangnya, Begini Kata Ilmuwan
Kemudian dari Titan, salah satu satelit milik Saturnus, langit berubah dari kuning menjadi oranye dan akhirnya cokelat saat Matahari terbenam.
Warna Matahari terbenam tidaklah beragam karena bergantung pada atmosfer tiap planet. Serta, bagaimana partikel-partikel atmosfer tersebut memecah cahaya Matahari.
Hal itu diungkapkan oleh Kurt Ehler, seorang profesor matematika di Truckee Community College di Nevada, AS.
Ia adalah penulis jurnal Applied Optics yang membahas mengapa Matahari terbenam di Mars berwarna biru.
• Ingin Liburan Ke Planet Mars? Ini Destinasi Wisata Masa Depan yang Bisa Dikunjungi
• Ketika Ahok Buka-bukaan Perselingkuhan Mantan Istri, Veronica Tan Asik Live Instagram Bareng Fans
“Hampir semua orang pasti mengira warna Matahari terbenam di planet lain sama dengan yang mereka lihat di Bumi. Tapi tidak begitu kenyataannya,” tutur Ehler seperti dikutip dari Live Science, Minggu (5/7/2020).
Atmosfer pada Bumi misalnya, terbuat dari molekul-molekul gas dengan mayoritas nitrogen dan oksigen.
Hal ini membuat partikel sinar Matahari lebih mudah dipecahkan, serta dipantulkan ke berbagai arah.
Warna biru dan ungu dihasilkan apabila panjang gelombang tersebut pendek. Sementara, warna merah dihasilkan apabila gelombang cahayanya panjang.
Tipe-tipe penyebaran ini disebut dengan Rayleigh Scattering. Hasilnya adalah kita melihat langit yang berwarna biru pada saat siang hari.

Namun ketika beranjak malam dan jarak Matahari semakin menjauh, gelombang cahaya menjadi lebih panjang sehingga warna kemerahan pun tercipta.
Ehler mengatakan semua planet dengan atmosfer dari gas memiliki kecenderungan yang sama. Uranus misalnya, memiliki atmosfer gas gabungan dari hidrogen, helium, dan metana.
Pada siang hari, cahaya Matahari terlihat kebiruan sementara pada malam hari berubah menjadi kemerahan.
Namun jika atmosfer sebuah planet bukan terdiri dari gas, lain lagi warna Matahari saat terbenam. Fenomena sunset biru di Mars misalnya.
“Hal ini karena atmosfernya dipenuhi partikel debu,” tutur Ehler.
• Menghilang dari Tenda, Pendaki Gunung Guntur Ditemukan Juru Parkir dalam Kondisi Telanjang & Lemas
• Cuma Soekarno yang Tersenyum saat Ledakan Besar di Markas TNI Terjadi & 2 Sosok Ini Muncul dari Air
Pada penelitian tahun 2014 berdasarkan foto Matahari terbenam dari rover Spirit, Ehler dan para koleganya menemukan bahwa partikel debu memancarkan sinar Matahari dengan cara berbeda dengan partikel gas.
Molekul gas, seperti yang ada pada atmosfer Bumi, memancarkan cahaya ke berbagai arah. Namun partikel debu hanya memancarkan cahaya pada satu arah.
Kemudian, partikel debu memancarkan warna merah dengan sudut yang lebih besar dibanding biru.
Oleh karena cahaya biru tidak tersebar luas, warnanya menjadi terkonsentrasi pada satu titik.
“Cahaya biru enam kali lebih intens konsentrasinya dibanding cahaya merah,” tambah Ehler.
Sumber : Kompas.com