Perekonomian Jambi saat Corona

Pengrajin Batik di Sarolangun Ini Awalnya Punya 9 Karyawan, Akibat Covid-19 Kini Ia Bekerja Sendiri

Meski demikian, ia tetap melakukan produksi batik dalam jumlah terbatas dan mengerjakannya sendiri demi usahanya tidak gulung tikar.

Penulis: Wahyu Herliyanto | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Tribunjambi/wahyu
Pengrajin batik di Sarolangun harus bekerja sendiri tanpa karyawan akibat Covid-19 

TRIBUNJAMBI.COM, SAROLANGUN - Ada sekitar 25 unit Usaha Kecil Menengah Mikro (UMKM) di Sarolangun mengalami penurunan produksi hingga merumahkan karyawannya.

Satu di antaranya adalah pelaku usaha pengrajin batik khas Kabupaten Sarolangun.

Rikzan pemilik usaha darna batik ini mengaku bahwa memang usahanya yang ia rintis dari bawah tersebut juga ikut terdampak pandemi Covid-19.

BREAKING NEWS Mantan Rektor UIN Jadi Saksi di Persidangan Korupsi Pembangunan Auditorium Siang ini

38 Anak Buah John Kei Ditahan, 4 Orang Serahkan Diri Takut Ada Serangan Balik Dari Kelompok Nus Kei

Daftar 5 Drama Korea Tayang Bulan Juli 2020, Drama The Ballot Jadi Drama Pembuka

Yang mana, dampak itu dilihat dari berkurangnya konsumen hingga penurunan jumlah produksi.

"Yang jelas berkurang hampir 75 persen, ya konsumen sudah tidak ada lagi karena acara tidak ada lagi," katanya, Senin (29/6/2020).

Katanya, memang semenjak diberlakukan perketatan sisten protokol kesehatan dan penundaan berbagai acara resmi seperti pesta pengantin, perpisahan sekolah sudah tidak boleh oleh pemerintah.

Hal ini yang mempengaruhi perputaran modal pada usahanya. Menurunya jumlah produksi, pembeli tidak ada, dan pemasukan berkurang bahkan tidak ada. Maka karyawan pun menjadi imbasnya.

"Duet yang akan diterima (dari pembeli) sudah jelas dak pasti dan terpaksa merumahkan karyawan," katanya.

Diakuinya, jika sebelumnya ia mempekerjakan karyawan batik berjumlah 9 orang, namun sekarang ia tidak bisa berbuat banyak lantaran uang untuk membayar karyawan pun tidak ada. Semua karyawan itu ia istirahatkan di rumah.

"Kita mau bayarnya gimana, sementara kita bikin batik kan buat stok dan sekarang pembeli juga belum pasti. Dan mereka (karyawan) bekerja kan buat dibayar,"sebutnya.

Ia takut pada masa saat ini, jika masih mempekerjakan semua karyawannya akan berujung terjadinya miskomunikasi, dan terjadi kesalah pahaman terkait pekerjaan.

"Dari pada nanti repot, saya rumahkan, tapi banyak yang nanya kapan kita produksi, tapi saya belum bisa jawab, kita masih new normal, dan gaji saat ini belum ado," ujarnya.

Meski demikian, ia tetap melakukan produksi batik dalam jumlah terbatas dan mengerjakannya sendiri demi usahanya tidak gulung tikar.

"Terpaksa harus turun tangan jadi pekerja, produksi dalam satu hari, kalok hari bisa bisa dapat 200 meter, dibanding sekarang hanya 50 meter. 50 meter ini belum tentu konsumen ada, tapi tetap kita produksi," katanya.

Lanjutnya, jika perputaran modal pada masa sekarang yang sangat disikapi, karena sebagian bahan baku yang mayoritas dikirim dari luar daerah dan membutuhkan ongkos yang mahal.

Disamping itu, harga yang rerata mengalami kenaikan lima persen juga ikut mempengaruhi jumlah yang diproduksi.

"Meningkatnya harga barang, bahan baku rerata naik sekitar 5 persen dan ongkos kirkm juga naik," ungkapnya.

Ia berharap agar semua perekonomian dapat segera pulih kembali.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved