Berita Internasional
Wajar Saja AS-Tiongkok Bernafsu Mengusainya Laut China Selatan, 'Harta Karun' Ini Ada di Dalamnya
Wajar Saja AS-Tiongkok Bernafsu Mengusainya Laut China Selatan, 'Harta Karun' Ini Ada di Dalamnya
TRIBUNJAMBI.COM - Laut China Selatan semakin memanas seiring dengan meningkatnya aktivitas militer Amerika Serikat di wilayah tersebut.
Hal ini tentu saja memunculkan berbagai spekulasi tentang kemungkinan terjadinya konfrontasi di antara kedua negara.
Jika itu sudah terjadi dan tidak ada kesepekatan diplomatis di antara dua negara, maka bukan tidak mungkin perang akna terjadi.
• Militer China Terlibat Bentrokan dengan India di Perbatasan, Sampai Libatkan 150 Tentara
• China Berang Setelah Tahu Selandia Baru Nyatakan Sikap Dukung Partisan Taiwan di WHO
• Siapa Sangka, China Bentengi Diri dengan 100 Rudal Antarbenua yang Bisa Lumat Amerika dalam Sekejap
Lalu mengapa Laut China Selatan begitu ingin dikuasai oleh kedua negara? Ternyata ini terkait dengan potensi ekonomi yang berada di dalamnya.
Bayangkan saja, jika Laut China Selatan ini menjadi sebuah negara, maka satu saja potensi ekonomi terbesarnya bisa meraup untung hampir 2 kali lipat PDB Indonesia.
Belum lagi kekayaan alamnya yang mampu membuat posisi Venezuela dan Rusia tergeser sebagai negara dengan cadangan minyak bumi dan gas alam terbesar di dunia.
Tak percaya? Simak saja rinciannya berikut ini.
• Kasus Virus Corona Nasional Capai 14.265, Ini Sebaran Kasusnya di Seluruh Indonesia
• Menguak Usia dari Istri Kim Jong Un, Berapakah Umur dari Ri Sol-Ju yang Tampak Terus Awet Muda
• Nasib Warga Desa di Bungo yang Menusuk Pantat Kapolsek dan Menyandera 7 Polisi di Bungo
Tapi, sebelum kita melihat harta karun menggiurkan di Laut China Selatan, mari kita lihat dulu sejarah konflik yang melibatkan China dengan beberapa negara ASEAN ini.
Pada 1947, saat China masih dikuasai Partai Kuomintang pimpinan Chiang Kai Sek, sudah menetapkan klaim teritorialnya atas Laut China Selatan.
Saat itu, pemerintahan Kuomintang menciptakan garis demarkasi yang mereka sebut sebagai "eleven-dash line".
Berdasarkan klaim ini China menguasai mayoritas Laut China Selatan termasuk Kepulauan Pratas, Macclesfield Bank serta Kepulauan Spratly dan Paracel yang didapat China dari Jepang usai Perang Dunia II.

Klaim ini tetap dipertahankan saat Partai Komunis menjadi penguasa China pada 1949. Namun, pada 1953, pemerintah China mengeluarkan wilayah Teluk Tonkin dari peta "eleven-dash line" buatan Kuomintang.
Pemerintah Komunis "menyederhanakan" peta itu dengan mengubahnya menjadi "nine-dash line" yang kini digunakan sebagai dasar historis untuk mengklaim hampir semua wilayah perairan seluas 3 juta kilometer persegi itu.
Celakanya, klaim China itu kini bersinggungan dengan kedaulatan wilayah negara-negara tetangga di kawasan tersebut. Kini tak kurang dari Filipina, Brunei Darussalam, Taiwan, Vietnam dan Malaysia berebut wilayah tersebut dengan China.
Pada 1974, setahun setelah keterlibatan AS di Vietnam resmi diakhiri dengan Perjanjian Damai Paris, China bergerak cepat "mengamankan" wilayah ini.
• Di Pasar Angso Duo, Harga Cabai Merah Turun, Cabai Rawit dan Bawang Merah Naik
• Gara-gara Puntung Rokok, Menara Pencakar Langit di Sharjah Dubai, Uni Emirat Arab Terbakar
• Militer China Terlibat Bentrokan dengan India di Perbatasan, Sampai Libatkan 150 Tentara