Human Interest Story
Kisah Perjuangan Guru di Jambi Dampingi Siswanya Belajar di Tengah Pandemi Covid-19
Belajar dari rumah dengan daring, menjadi pilihan sulit bagi siswa yang tidak memiliki fasilitas internet.
Penulis: Fitri Amalia | Editor: Teguh Suprayitno
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI – Belajar dari rumah dengan daring, menjadi pilihan sulit bagi siswa yang tidak memiliki fasilitas internet. Lalu bagaimana membuat anak-anak tetap bisa belajar?
Berikut kisah perjuangan guru dari Jambi yang berjuang membuat anak didiknya bisa tetap belajar.
Dedi Kurniawan, guru kelas IV SDN 75/I Pasar Terusan Batang Hari, memanfaatkan Whatsapp (WA) group orangtua siswa untuk mendampingi siswanya belajar dari rumah.
Dari 28 siswa, ada beberapa orangtua siswa yang tidak memiliki telepon pintar. Sebagian lagi mengaku sinyal internet di rumahnya kurang baik.
Untuk mengatasinya, ia berinisiatif melakukan pendampingan siswa secara langsung ke rumah siswa. Pada pendampingan belajar ini, Dedi tetap menjalankan protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menggunakan hand sanitizer, dan selalu memakai masker.
• Begini Cara Cek Kelebihan Bayar BPJS Kesehatan, Otomatis Untuk Bayar Bulan Selanjutnya
• Cabai Naik Lagi, Bawang Merah Turun, Daftar Harga Bahan Pokok di Pasar Muara Bungo Hari Ini
“Siswa yang rumahnya berdekatan, saya minta untuk belajar bersama. Jumlahnya maksimal tiga anak agar mereka bisa menjaga jarak dalam belajar, dan saya minta mereka juga memakai masker,” kata Dedi.
Agar siswa tetap bisa belajar secara maksimal, pihak sekolah mendukung apa yang dilakukan Dedi.
Lain lagi dengan Syafyendri, guru IPS SMPN 7 Batang Hari, Desa Selat, Batang Hari, Jambi. Saat Ia menyelenggarakan pembelajaran daring, ada 1 dari 23 siswa yang tidak bisa mengikuti. Ia berinisiatif untuk menemukan alamat tinggal siswa tersebut yaitu Indra Bayu, (14 th). Tidak lupa, Syafyendri juga memakai masker dan tetap menjaga jarak.
“Saya mencari alamatnya dengan bertanya kepada teman sekelasnya yang satu desa sampai bertanya ke warga sekitar tempat siswa tinggal,” katanya.
Setelah mencari rumahnya, Syafyendri menemukan siswa tersebut yang tinggal bersama gedenya (kakeknya), dan tidak memiliki HP.
”Maka saya damping siswa tersebut,” kata Syafyendri.
Untuk siswa lainnya, selain memberikan pendampingan juga menyarankan, siswa yang tidak memiliki HP bisa mendatangi teman terdekatnya saat belajar daring.
”Hati ini bahagia kalau bisa membantu siswa saya, apalagi yang memiliki keterbatasan ekonomi,” pungkasnya.
Indra mengaku senang setela dikunjungi gurunya, ”jadi termotivasi setelah pak guru datang ke rumah,” ujarnya.
Apa yang dilakukan oleh Dedi dan Syafendri, walaupun di saat pandemi Covid-19 ini, menunjukkan bahwa pembelajaran harus tetap jalan. Saat ini banyak sekolah yang menerapkan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Namun, pelaksanaan PJJ juga tidak berjalan dengan mulus karena keterbatasan sarana dan prasarana pendukung berupa ketidaktersediaan paket data, sinyal yang buruk, maupun tidak ada perangkat yang memadai.
”Melihat kondisi tersebut, guru harus kreatif karena siswa yang terkendala tersebut juga berhak mendapatkan pembelajaran yang baik dan bermakna,” ujar Medi Yusva, Provincial Coordinator Tanoto Foundation Jambi.
Kerjasama guru dan siswa sangat penting dalam mensukseskan pembelajaran selama masa pandemi Covid-19 ini.
• Menghilang Misterius, Ternyata Mahasiswa Jerman Sempat Berkomunikasi dengan Sang Ibu Lewat Telepon
• Ibu Muda Positif Corona Meninggal setelah Melahirkan Bayi Kembar, Bayinya Juga Ikut Meninggal
Beberapa Alternatif Pembelajaran untuk Siswa yang Terkendala Akses Internet
Inisiatif para guru yang berkunjung ke rumah siswa, menurut Makinuddin Samin Spesialis Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah Tanoto Foundation, merupakan kepedulian guru untuk memberikan pendampingan pembelajaran kepada siswa. Hanya untuk di daerah pandemi yang masuk zona merah, kunjungan ke rumah siswa sebaiknya dihindari.
“Guru jangan berkunjung langsung ke rumah siswa karena itu berpotensi membuat terjadinya penularan virus di masa pandemi ini,” kata Makin, Senin (4/5).
Untuk siswa yang tidak bisa mengakses internet, guru bisa memanfaatkan program pembelajaran di TVRI. Tinggal guru mengkomunikasikan kepada orangtua dan siswa terkait penugasan belajar lewat TVRI dan hasilnya diberikan umpan balik.
Untuk mengkomunikasikan penugasan dan memberi umpan balik kepada siswa dan orangtua, Makin memberikan tiga solusi.
Pertama, penjadwalan ambil tugas di sekolah
Kepala sekolah bisa mengatur penjadwalan pengambilan tugas di sekolah dari guru untuk siswa. Kelas dan Rombongan Belajar (Rombel) diatur terpisah waktu dan jarak saat pengambilan tugas.
Waktunya diatur perhari, pertiga hari, atau mingguan. Tugas dari guru kepada para siswa diambil oleh orangtua siswa, agar lebih mudah pengaturan jarak antar orang.
“Pilihan ini bisa dilakukan dengan asumsi bahwa sekolah cukup dekat dengan rumah para siswa, berada dalam satu desa,” kata Makin.
Kedua, membuat kotak penugasan di kantor desa atau kelurahan
Jika sekolah berada di luar desa, apalagi berada di kota kecamatan, sekolah bisa bekerja sama dengan pemerintahan desa dan kelurahan untuk membuka kotak penugasan di kantor desa/kelurahan.
Ketiga, memanfaatkan jasa pengantaran Pos
Sekolah-sekolah yang letaknya lebih jauh dari rumah siswa, misalnya lintas kecamatan, bisa bekerjasama dengan PT Pos Indonesia kantor kecamatan. PT Pos dan Dinas Pendidikan bisa memfasilitasi bentuk kerja samanya. Secara teknis distribusi penugasan tak berbeda dengan model kotak penugasan di kantor desa/kelurahan.
Yang harus diperhatikan menurut Makin, guru, orangtua, dan siswa harus menjalankan protokol pencegahan yang disarankan pemerintah. Misalnya, menghindarkan dokumen-dokumen tugas dan hasil kerja siswa dari paparan Covid-19, termasuk selalu mencuci tangan setelah maupun sebelum bersentuhan dengan dokumen dimaksud, dan mensterilkan dokumen.
"Peran kepemimpinan kepala sekolah menjadi kunci efektifitas pembelajaran yang sedang menjadi kecenderungan di tengah pandemi ini," tutup Makin.