Berkah Karbon di Tengah Pandemi Covid-19, Pengelolaan Bujang Rama Hasilkan Uang Rp 1 Miliar

Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) sejak dikelola masyarakat lima desa dengan skema Hutan Desa, mampu mempertahankan tutupan hutan

Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/HO/KKI WARSI
Peyerahan bantuan paket sambako untuk masyarakat yang mengelola hutan desa di Bujang Raba, yang bersumber dari dana karbon 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Pandemi Covid-19 turut memperlambat pergerakan ekonomi masyarakat desa. Karet yang biasanya menjadi andalan, sejak beberapa waktu lalu tidak lagi disadap karena berhentinya kegiatan pasar lelang karet.

Ini juga yang dirasakan oleh masyarakat Bathin III Ulu Kabupaten Bungo. Di tengah kesulitan ekonomi ini, bersyukur masyarakat mendapatkan berkah karbon.

Hutan Lindung Bukit Panjang Rantau Bayur (Bujang Raba) sejak dikelola masyarakat lima desa dengan skema Hutan Desa, mampu mempertahankan tutupan hutan.

Nyaris zero kehilangan tegakan pohon, artinya semua karbon tersimpan dalam bentuk stok karbon alam, tidak ada yang dilepas ke udara.

“Penyimpanan karbon dalam kawasan hutan inilah yang menjadi nilai tambah Bujang Raba. Sejak 2018 Bujang Raba masuk pasar karbon sukarela,” kata Emmy Primadona, Koordinator Program Komunitas Konservasi Indonesia Warsi, dalam keterangan tertulis yang diterima Tribun Jambi, Senin (5/4/2020).

Tahun ini, kembali Bujang Rama mendapat berkah karbon. Terkumpul dana karbon yang cukup besar Rp 1 Miliar.

Dana yang terkumpul ini dibagi untuk desa yang mengelola hutan desa di Bujang Raba. Melalui diskusi dengan masyarakat, dana karbon dijadikan paket sembako, kebutuhan pembangunan sarana publik dan dana operasional kelompok Pengelola Hutan Desa.

“Secara bertahap paket ini sudah dibagikan ke desa-desa pengelola hutan desa,” kata Emmy.

Untuk Tahap awal, sebanyak 504 paket diserahkan ke Sungai Telang, 243 di Senamat ulu 243 dan 198 paket di Laman Panjang, sejak Jumat hingga Minggu kemarin di masing-masing desa.

Sedangkan dua desa lagi, yaitu Lubuk Beringin dan Sangi Letung dana karbon yang akan disalurkan masih belum diputuskan oleh masyarakat desanya.

Paket berisi beras, telur, minyak dan lainnya tergantung dari permintaan masing-masing desa. Untuk mengurangi kerumunan pembagian sembako dilakukan per jorong di masing-masing desa.

“Berkah Ramadhan dari dana karbon ini awalnya masih menjadi tanda tanya di masyarakat. Bagaimana mungkin hutan yang tumbuh di sekitar mereka bisa menghasilkan uang tanpa mengganggu hutan mereka. Bagaimana mungkin menjual angin? Pakai apa membawa anginnya? Pertanyaan-pertanyaan itu sempat menjadi pertanyaan masyarakat ketika pasar karbon sukarela mulai berjalan,” kata Emmy.

Dengan penjelasan logis, kemudian sejalan dengan skema internasional untuk adanya mitigasi dan adapasi perubahan iklim, kegiatan ini dipahami dan kini masyarakat bisa menikmatinya.

“Kita melihat dengan bantuan ini, cukup membantu meringankan beban masyarakat di tengah wabah pandemi ini,” kata Emmy.

Pasar karbon sukarela yang di gagas Warsi, bukanlah menjadi tujuan awal. Hanya saja ketika hutan yang diperlihara dengan baik oleh masyarakat desa ini, memperlihatkan tidak adanya deforestasi dan degradasi hutan. Hal ini sejalan dengan pelaksanaan program Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+), yang mulai di gagas sejak COP 13 di Bali.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved