Sejarah Indoenesia
Misteri dari Peci Miring Soekarno yang Selalu Dipakainya, Terungkap Ada Masalah Ini di Kepalanya
Misteri dari Peci Miring Soekarno yang Selalu Dipakainya, Terungkap Ada Masalah Ini di Kepalanya
Selain cerita tentang pohon beringin juga ada pohon yang menjadi saksi perjalanan cinta ayah Soekarno , R Soekemi, yakni pohon kantil raksasa.
Pohon yang ditanam sekitar tahun 1850 oleh RMP. Soemohadmodjo itu pernah dimanfaatkan sang ayah untuk memantapkan hatinya meminang sang pujaan hati Ida Nyoman Rai Srimben dari Bali.
"Tanaman mbah buyut saya masih ada sampai sekarang, dan kalau dipikir ini adalah tanaman pohon kantil terbesar yang pernah ada," pungkas R.
Koeshartono cucu keponakan RM Soemosewoyo yang juga ayah angkat Soekarno.

Ini sebuah kisah tragis mantan Presiden Soekarno di masa akhir kepemimpinannya.
Kisah ini dicuplik dari buku berjudul "Maulwi Saelan, Penjaga Terakhir Soekarno" terbitan Penerbit Buku Kompas 2014 dan ditulis oleh Asvi Warman Adam, Bonnie Triyana, Hendri F. Isnaeni, M.F. Mukti.
Pada suatu pagi di Istana Merdeka, Soekarno minta sarapan roti bakar seperti biasanya.
Langsung dijawab oleh pelayan, “Tidak ada roti.” Soekarno menyahut, “Kalau tidak ada roti, saya minta pisang."
Dijawab, “Itu pun tidak ada.” Karena lapar, Soekarno meminta, “Nasi dengan kecap saja saya mau.”
• Leo Wattimena, Pilot Jagoan TNI AU yang Berani Protes ke Para Jenderal soal Makanan Anak Buahnya
• Belajar Dari Rumah Live TVRI Selasa 28 April SD, SMP dan SMA, Berikut Soal dan Materi Lengkapnya
• Komunitas Honda Supra X Jambi Gelar Kopdar Online untuk Jaga Kekompakan
• Tempat Memasok Ikan Mulai Berkurang, Pemilik Keramba Mengeluh
Lagi-lagi pelayan menjawab, “Nasinya tidak ada.” Akhirnya, Soekarno berangkat ke Bogor untuk mendapatkan sarapan di sana.
Maulwi Saelan, mantan ajudan dan kepala protokol pengamanan presiden juga menceritakan penjelasan Soekarno bahwa dia tidak ingin melawan kesewenang-wenangan terhadap dirinya.
“Biarlah aku yang hancur asal bangsaku tetap bersatu,” kata Bung Karno.
Di saat lain, setelah menjemput dan mengantar Mayjen Soeharto berbicara empat mata dengan Presiden Soekarno di Istana.
Maulwi mendengar kalimat atasannya itu, ”Saelan, biarlah nanti sejarah yang mencatat, Soekarno apa Soeharto yang benar.”
Maulwi Saelan tidak pernah paham maksud sebenarnya kalimat itu.
Ketika kekuasaan beralih, Maulwi Saelan ditangkap dan berkeliling dari penjara ke penjara.