Sejarah Indonesia

Pengakuan Pasukan Elit Penjaga Soekarno Soal Tragedi G30 S PKI: Dapat Perintah Jemput Para Jenderal

Pengakuan Pasukan Elit Penjaga Soekarno Soal Tragedi G30 S PKI: Dapat Perintah Jemput Para Jenderal

Editor: Andreas Eko Prasetyo
Istimewa
Cakrabirawa, pasukan khusus yang memiliki tugas mengawal Presiden Soekarno 

TRIBUNNEWS.COM - Selalu diperingati tragedi Gerakan 30 September/PKI atau G30S/PKI pada bulan September.

Mulai dari mengenang jasa pahlawan yang gugur dalam aksi kelam tersebut, biasanya kegiatan nonton bareng film G30S/PKI selalu digelar pihak TNI dan pemerintah setempat.

Dalam film propaganda Pengkhianatan G30S/PKI, peristiwa penculikan terhadap enam jenderal pada 1 Oktober 1965 oleh pasukan Cakrabirawa, membuat gambaran bahwa pasukan elit itu sangat kejam.

Apalagi satu bocah berusa lima tahun Ade Irma Nasution, turut jadi korban.

Kisah Soekarno Sampai Mau Bersaing dengan Raja hingga Pangeran Demi Dapatkan Hati Gusti Nurul

Istri Soekarno, Ratna Sari Dewi Diberi Tiga Pilihan Mengejutkan oleh Soeharto Saat Tragedi G30 S PKI

Kisah Asmara Chrisye dengan Sekretaris Guruh Soekarnoputra yang Tak Diketahui Orang, Haru

Tapi dua bekas anggota pasukan Cakrabirawa; Sulemi dan Ishak, mengatakan yang sebaliknya. Seperti apa ceritanya?

Berikut kisah lengkapnya seperti dilansir dari Program Saga produksi Kantor Berita Radio (KBR).

Ishak, bekas anggota pasukan Cakrabirawa –pasukan elit pengawal Presiden Sukarno mengisahkan ulang apa yang ia lihat dan ketahui ketika mengantar Komandan Batalyon Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung ke Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965.

20 Anggota BPBD Muarojambi, TNI dan Tagana Sosial Akan Dilatih Tangani Jenazah Positif Corona

Nasib 4 Pengamen Jalanan yang Beri Hormat Ala TNI ke Mobil Pak Harto, Mendadak Dipanggil ke Istana

Kemenag Sarolangun Tunggu Hasil Rapat Terkait Ibadah Ramadan di Tengah Pandemi Corona

Ishak, bekas anggota pasukan Cakrabirawa.
Ishak, bekas anggota pasukan Cakrabirawa. (Muhammad Ridlo/KBR)

Lelaki kelahiran 1936 ini mengaku sama sekali tak tahu apa yang terjadi pada dini hari sebelumnya.

“Saya berkali-kali mengatakan. Saya tidak tahu masalah itu. Setahu saya, hanya diperintah Pak Untung supaya ikut, itu saja. Tahu-tahu dibawa ke Lubang Buaya. Di sana adanya ya militer. Angkatan Udara, Angkatan Darat, Brigif, tahu-tahu ada perintah, menjemput jenderal-jenderal. Setelah datang, saya kira hidup-hidup. Ternyata ada yang mati. Pak Yani mati, Haryono mati, Pandjatian mati,” dia mengungkapkan.

30 September 1965, Ishak – yang merupakan bekas ajudan Untung, mengawal Presiden Sukarno menghadiri Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan.

Esoknya, dia bertugas mengawal Sukarno ke Bogor, Jawa Barat. Tapi, siang hari, Ishak diperintahkan atasannya Letkol Untung mengantarnya ke Lubang Buaya.

“Saya mau mengawal ke Bogor, kan habis Jumat, Musyawarah besar teknisi. Saya kan sebagai komandan regu, saya dicegat oleh Pak Untung. Ayo ikut saya. Tanggal 30 itu. Jadi saya mau mengawal Sukarno ke Pertemuan Nasional Teknik. Tapi di jalan, ‘Hei, siapa itu pengawalnya, komandannya? Ishak, ‘Ganti dengan Kahono. Ini ikut saya,” Ishak mengisahkan.

Adamas Belva Syah Devara Mengundurkan Diri Dari Stafsus Presiden, Begini Reaksi Istana

Tidak Puas Mencuri Kotak Wakaf Wihara, Fadlan Kembali Bobol Rumah di Cempaka Putih

Cuma Sosok TNI Ini yang Berani Gebrak Meja Rumah Soeharto, Ternyata Dia Jenderal TNI Idolanya Ahok

Malam di 1 Oktober 1965, Ishak berangkat bersama Untung ke Lubang Buaya. Begitu sampai, ia menunggu di lokasi parkir.

Menurut Ishak, suasana malam itu berubah suram kala tiga jenderal yang hendak dijemput menghadap Presiden Sukarno, sudah tak bernyawa.

Seketika, firasat Ishak menjadi tak enak. Belum lagi, ia sempat mendengar rentetan tembakan dari dalam Lubang Buaya.

Para jenderal itu oleh Komandan Batalyon Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung dan Letnan Satu Dul Arif, disebut-sebut bakal menggulingkan Sukarno pada 5 Oktober 1965.

Dasar itulah yang kemudian membuat Untung, memutuskan menggagalkan rencana itu dan menyeret para Dewan Jenderal ke hadapan Presiden Sukarno.

Aksi ini pun turut didukung Panglima Kostrad, Soeharto.

Soeharto saat Peristiwa G30S/PKI
Soeharto saat Peristiwa G30S/PKI (pijardaritimur)
Diorama penculikan Pierre Tendean di museum Dr. A. H. Nasution, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017)(KOMPAS.COM/Wienda Putri Novianty)
Diorama penculikan Pierre Tendean di museum Dr. A. H. Nasution, Jakarta Pusat, Selasa (26/9/2017)(KOMPAS.COM/Wienda Putri Novianty) 

Meski Positif Corona Tambah, Pemkot Jambi Belum Lakukan PSBB, Ini Penjelasan Syarif Fasha

Trik Sniper Kopassus di Misi Perang Timor Timur, 50 Peluru Disediakan, 49 Buat Musuh, 1 Untuknya

Kisah Pasukan Elite Australia yang Sok Jago Mendadak Takut Usai Tahu Kualifikasi dari Paskhas TNI AU

Dini hari di 1 Oktober 1965, kurang dari 150 prajurit Cakrabirawa dibagi ke dalam beberapa kelompok.

Mereka diperintah menjemput para jenderal dalam keadaan hidup atau mati.

Di tengah situasi yang kalut itu, Ishak diperintah menembak seorang polisi bernama Sukitman.

Tapi ia menolak. Sebab Sukitman, hanya polisi yang secara kebetulan berpatroli di sekitar rumah Jenderal D.I. Pandjaitan pada dini hari itu.

Maka, ia pun menyuruh Sukitman bersembunyi di jipnya yang terparkir di area Lubang Buaya.

Sukitman menurut Ia meringkuk di jip hingga pagi datang.

Sukitman lantas ikut terbawa ke Istana Negara. Sampai di sana, Sukitman buru-buru meninggalkan Istana.

Sementara Ishak, beberapa jam setelah dari Istana Negara, ditangkap dan dijebloskan ke penjara bersama anggota Cakrabirawa lainnya karena dituduh pendukung PKI.

Belakangan pada 28 Maret 1966, pasukan elit ini dibubarkan.

Ishak lalu dibui di Rutan Cipinang. Sepekan di Cipinang, Ishak kemudian dipindah ke Salemba.

Inilah Doa Agar Dijauhkan dari Penyakit Berbahaya, Usaha yang Bisa Dilakukan Muslim Selain Berobat

Inilah Doa & Dzikir Usai Sholat Fardhu (Subuh, Zhuhur, Ashar, Maghrib, Isya) Arab, Latin dan Artinya

Detik itu juga, hidupnya seakan roboh. Ia pun menyanggah tudingan tersebut.

Sebab sebelum menjadi tentara, Ishak seorang santri dan aktif di Muhammadiyah juga Masyumi.

Di penjara, Ishak diperlakukan tak manusiawi. Makanan yang diberikan terdiri dari jagung pipilan yang direbus.

Kadang, jagung itu disebar di halaman penjara dan para tahanan memunguti satu persatu.

Agak beruntung, karena Ishak tak disiksa habis-habisan seperti tahanan lain lantaran dianggap kooperatif saat ditangkap.

“Ya saya mengajar agama langsung. Di Salemba juga saya mengajar agama. Jadi tidak ada yang mengira. Ini pasti korban fitnah. Orang salut dengan saya. Baik dengan saya. Karena saya kaum santri. Sampai sekarang pun saya masih kadang mengajar mengaji. Ya tahun 1978, keluar. Jadi di luar, lain dengan orang-orang lainnya mungkin ya (Cakrabirawa lain). Jadi waktu keluar, saya pun disambut alumni. ‘Aduh, ini Pak Is,” tutur Ishak.

Satu Pasien di Jambi Sembuh, Total Positif Corona 12 Orang Pada 21 April 2020

Nasib Teddy Ditinggal Lina, Angkat Kaki dari Rumah Ibu Rizky Febian Bersama Anaknya Gegara Ini

Hingga di Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub), Ishak dijatuhi hukuman 20 tahun penjara.

Selama di bui, tahanan hanya mendapat setengah gelas jagung rebus per hari sebagai makanan.

Perlakuan semacam ini, berlangsung kurang lebih tiga tahun pada 1965-1968. Akibatnya, bobot tubuh Ishak melorot drastis.

Dari sebelumnya 75 kilogram menjadi 40. Persis tulang berbalut kulit.

“Saya menyadari, bahwa siksaan-siksaan itu pasti menimpa kepada kita, orang yang kalah. Saya dikasih makan itu jagung. Disebari. Kemudian kita punguti. Kalau mau minum itu ya, air selokan, di situ. Disedot dengan batang daun pepaya. Maka, saat itu, zaman antara tahun 1965-1966, mungkin tiap hari ada orang yang mati, 15 orang, 15 orang, itu kan orang sipil banyak yang mati, tiap hari ada yang mati, kadang 10 orang. Beri-beri, kutu rambut, tinggi, itu sudah merambat semua. Bobot tubuh saya yang tadinya 75 itu tinggal 40 kilogram kok,” tuturnya.

Diorama film g30s/pki
Diorama film g30s/pki (Net)

Ketika masih di penjara Salemba, Ishak bertemu kembali dengan Sukitman.

Sukitman pun masih ingat pada Ishak. Tapi Sukitman tak bisa berbuat apapun.

Sialnya, sang istri yang sedang hamil muda dan tinggal di Purbalingga, menggugat cerai.

Dia memaklumi keputusan istrinya yang ketakutan jika memiliki pertalian dengan anggota Cakrabirawa.

Sebab pasukan elit itu sudah terkenal beringas dan kejam. Apalagi ada embel-embel terlibat PKI.

Hingga pada 1978, setelah dipenjara selama 13 tahun, Ishak bebas dan pulang ke Kalimanah, Purbalingga.

Lebih cepat tujuh tahun lantaran adanya tekanan Lembaga HAM PBB.

Kapten Teddy, Ajudan Ganteng Jokowi dari TNI AD Ini Punya Prestasi Gemilang di US Army Ranger AS

Hati-hati Bagi Napi Asimilasi yang Berulah Lagi, Kapolresta Daerah Ini Instruksikan Tembak di Tempat

“1965 saya pindah ke sana (penjara Salemba). Istri saya, digeledah semua rumah saya. Kemudian pulang (ke Purbalingga). Istri saya, hamil muda, baru satu bulan. Waktu itu baru menikah. Sewaktu saya pulang, anak saya berumur 13 tahun. Anak saya, cintanya ya cinta ke bapaknya. Kalau sama saya malah takut. Pokoknya hidupnya terlunta-lunta,” Ishak menuturkan.

Di kampungnya, Ishak mendapat sangu dari seorang kawan di militer sebesar Rp50 ribu.

Uang itu dipakai untuk membeli peralatan pertanian dan pertukangan. Ishak, lantas menjadi buruh lepas selama dua tahun.

Beruntungnya, karena Ishak dikenal dari kalangan terpelajar, ia mengajar mengaji dan membuka bisnis jual-beli sepeda motor.

Bertahun, Ishak hidup menyendiri. Suatu hari seorang kawan dari Dinas Pekerjaan Umum Purbalingga mengenalkan pada adik iparnya, Sri Sumarni. Jadilah keduanya kawin.

Seorang Istri di Merangin Positif Corona, 2 Anaknya Negatif lalu Dititipkan di Rumah Singgah Dinsos

IndiHome Dukung Program Belajar & Bekerja dari Rumah Cegah Virus Corona di Indonesia

Kini, Ishak menghabiskan hari-hari dengan membaca dan berolahraga.

Sesekali, ia menjual kendaraan; sepeda motor atau mobil.

Ishak dan Sulemi, adalah dua anggota pasukan Cakrabirawa yang tersisa di Purbalingga.

Tapi stigma pada mereka tak juga luntur selama pemerintah tak membuka secara terbuka peristiwa kelam itu.

IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:

NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:

IKUTI FANPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK:

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved