Apa Sebenarnya yang Terjadi saat Kamis Putih? Besok Umat Katolik Mengikuti Misa Tri Hari Suci
Besok umat Katolik melaksanakan misa Tri Hari Suci, mulai Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci. Sebenarnya apa yang dilakukan saat itu?
Saat misa Kamis Putih di gereja, pastor akan mengenang tradisi pembasuhan kaki. Ada 12 orang, yang diibaratkan 12 rasul, yang akan dibasuh kakinya.

Ini sebagai perlambang pelayanan tak terbatas Yesus kepada manusia.
Di katolisitas.org, Stefanus Tay dan Ingrid Listiati pasangan suami istri awam dan telah menyelesaikan program studi S2 di bidang teologi di Universitas Ave Maria - Institute for Pastoral Theology, Amerika Serikat, mengulas tentang pencucian kaki pada Kamis Putih.
Belakangan ini ada banyak orang bertanya, mengapa dalam dua tahun ini, di perayaan Ekaristi hari Kamis Putih, Paus melakukan hal yang di luar kebiasaan. Tahun lalu Paus membasuh kaki 12 orang penghuni penjara remaja, di antaranya 2 orang remaja putri, dan salah satunya bahkan non-Katolik. Lalu tahun ini, Paus juga membasuh kaki 12 orang di panti jompo dan cacat, beberapa di antaranya non-Katolik dan seorang wanita.
Apakah sebenarnya Paus boleh melakukan hal itu, adakah ketentuannya?
Untuk membahas tentang hal ini, pertama- tama perlu kita sadari terlebih dahulu bahwa kunjungan ke penjara dan ke panti jompo merupakan perbuatan yang baik dan diajarkan oleh Tuhan Yesus (lih. Mat 25:36-40). Maka di sini Paus nampaknya ingin menekankan misinya sebagai pelayan dan pembawa Kabar Gembira kepada segala bangsa.

Umumnya orang berpandangan bahwa ritus pembasuhan kaki berhubungan dengan peringatan Yesus membasuh kaki ke-12 murid-Nya.
Namun teks dokumen memang tidak menyebutkan angka 12 orang.
Kisah pencucian kaki diambil dari Injil Yohanes dan di perikop itu disebutkan istilah “murid-murid” dan bukan “rasul-rasul”. Namun kalau Injil tersebut dibaca dalam kesatuan dengan ketiga Injil lainnya, dapat dimengerti bahwa peristiwa pembasuhan kaki pada saat Perjamuan Terakhir itu, memang dilakukan Yesus dengan ke 12 rasul-Nya.
Sebab Injil Matius dan Markus menyebut bahwa di Perjamuan Terakhir itu Yesus makan bersama dengan ke-12 murid-Nya (lih. Mat 26:20; Mrk 14:17); dan Injil Lukas menyebutkan bahwa Yesus makan bersama dengan rasul-rasul-Nya (lih. Luk 22:14).
Namun adalah fakta bahwa Yohanes memilih kata “murid-murid”, bukan “rasul-rasul” untuk mengisahkan peristiwa pembasuhan kaki dalam Injilnya; dan memang hanya Injil Yohanes yang mengisahkan tentang pembasuhan kaki ini.
Maka kemudian Gereja melestarikannya upacara pembasuhan kaki untuk maksud yang lebih luas, dan tidak terbatas kepada para rasul. Sebagaimana dicatat dalam sejarah, ada pembasuhan kaki juga dilakukan kepada sejumlah kaum miskin.
Bahkan upacara ini dilestarikan juga di zaman Abad Pertengahan oleh para raja dan ratu Katolik -seperti yang dilakukan oleh para Raja Inggris dan Ratu Isabella II dari Spanyol ((Lih. Thurston, Herbert, Lent and Holy Week (London: Longmans, Green, 1856-1939). p. 306-307))- yang mencuci kaki para bawahannya/ para kaum miskin di kerajaan mereka. Namun tentu tidak pada saat perayaan Misa kudus.
Dengan demikian, nampaknya pembasuhan kaki memang memiliki arti yang lebih luas daripada mandat Kristus kepada para Rasul untuk mengenangkan peristiwa kurban Tubuh dan Darah Kristus dengan mengucap syukur/ berkat, memecah-mecah roti dan membagi-bagikan roti tersebut, yang terjadi oleh perkataan konsekrasi dalam perayaan Ekaristi.
Sebab untuk hal yang kedua ini, Injil jelas menyebutkan “keduabelas murid” atau “rasul-rasul”, dan dengan demikian, meng-institusikan Ekaristi kepada kedua belas Rasul-Nya, yang kemudian diteruskan oleh mereka kepada para penerus mereka, yaitu para Uskup dan imam melalui tahbisan. Kepada merekalah Tuhan Yesus memberikan kuasa untuk menghadirkan kembali kurban Tubuh dan Darah-Nya (lih. Luk. 22:19).
Sedangkan tentang pembasuhan kaki penekanannya tidak untuk menghadirkan kembali peristiwa itu, tetapi untuk memberikan teladan pelayanan dan kasih Kristus.
