Imbas Corona
Corona Porak Porandakan Ekonomi, Ini Langkah-langkah Penyelamatan yang Dilakukan Pemerintah
Harapan adanya perbaikan ekonomi di tahun 2020 ini sepertinya jauh dari harapan.
Dengan menempuh BSF, pemerintah dalam jangka pendek akan melakukan pembelian SBN di pasar sekunder, sedangkan dalam jangka menengah pemerintah membentuk bond stabilization fund.
Untuk menopang likuiditas dunia usaha, pemerintah kini tengah menjajaki penerbitan Recovery Bond.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan Recovery Bond rencananya akan diterbitkan dalam denominasi rupiah. Surat utang ini nantinya akan dibeli oleh Bank Indonesia (BI) atau investor swasta lain sehingga mengalirkan dana segar untuk pemerintah.
Kemudian dana dari surat utang tersebut akan disalurkan oleh pemerintah untuk dunia usaha melalui skema kredit khusus.
• Sri Mulyani Siapkan Skenario Terburuk, Antisipasi Jika Ekonomi RI Tumbuh 0 Persen
“Skema kredit khusus ini nantinya kami buat seringan mungkin bagi pengusaha untuk membangkitkan kembali usahanya,” jelas Susi.
Namun, ada dua syarat bagi perusahaan yang hendak memanfaatkan skema kredit khusus tersebut. Pertama, perusahaan tidak boleh melakukan PHK terhadap pekerjanya sama sekali.
Kedua, kalaupun perusahaan terpaksa melakukan PHK, perusahaan harus mempertahankan 90% dari jumlah pekerjanya tanpa melakukan pemotongan gaji.
Restrukturisasi kredit
Di sektor keuangan, OJK juga mengeluarkan beberapa kebijakan countercyclical melalui POJK tentang stimulus perekonomian nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran covid-19. POJK ini berisi antara lain:
Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi untuk debitur yang terkena dampak penyebaran covid-19, termasuk debitur UMKM.
Kebijakan stimulus ini, terdiri dari penilaian kualitas kredit hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga untuk kredit hingga Rp 10 miliar.
Bank bisa melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit tanpa melihat batasan plafon kredit atau jenis debitur, termasuk debitur UMKM. Kualitas kredit yang dilakukan restrukturisasi ditetapkan lancar setelah direstrukturisasi.
Perubahan anggaran
Berbagai langkah ini tentu akan berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tak hanya dari sisi belanja, tetapi juga dari sisi pembiayaan.
• Rapat Online Dilakukan Jokowi Bersama Para Menteri Bahas Percepatan Ekonomi Hadapi Virus Corona
Untuk mengakomodasi pembengkakan anggaran penanganan Covid-19, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah merelaksasi defisit APBN 2020 dari asumsi awal 1,76% terhadap PDB atau Rp 307,2 triliun menjadi 2,5% dari PDB atau sekitar Rp 432,2 triliun. Dengan begitu, proyeksi tambahan defisit anggaran mencapai Rp 125 triliun.
Lantaran berbagai insentif terus bergulir yang akan beferek ke anggaran, pemerintah kini tengah menyiapkan postur APBN perubahan dengan kemungkinan pelebaran defisit anggaran yang melebihi batas yang ditetapkan Undang-Undang (UU) No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu sebesar 3% terhadap PDB.
Dalam konferensi pers yang digelar secara virtual Selasa (24/3) lalu, Sri Mulyani mengungkapkan saat ini fokus pemerintah adalah kesehatan dan keselamatan masyarakat dan mengurangi risiko ekonomi bagi masyarakat dan dunia usaha terutama dari kemungkinan kebangkrutan. Karenanya, pemerintah saat ini tidak akan memaksakan agar defisit di bawah 3% sesuai UU.
Menurutnya, landasan hukum untuk APBN Perubahan 2020 akan diputuskan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Kemungkinan besar melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sesuai rekomendasi yang disampaikan oleh Badan Anggaran DPR.
Menkeu juga menegaskan KSSK yang beranggotakan Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia, OJK dan LPS juga telah berkomunikasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) baik Banggar maupun Komisi XI untuk membahasnya.
Perubahan pada APBN 2020 memang dibutuhkan karena berbagai faktor. Pertama, landasan indikator makroekonomi yang menjadi dasar perhitungan anggaran telah mengalami perubahan besar. Mulai dari asumsi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, harga minyak, hingga suku bunga.
Kedua, perubahan besar juga terjadi pada alokasi anggaran seiring dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 yang meminta adanya realokasi dan refocussing belanja pada APBN untuk penanganan Covid-19 di Indonesia.
Belanja kementerian dan lembaga, serta transfer ke daerah mengalami perubahan signifikan seiring dengan respons kebijakan pemerintah untuk menanggulangi wabah Covid.
Begitu pula dengan paket-paket kebijakan stimulus yang dikeluarkan pemerintah, menurut Sri Mulyani, membutuhkan landasan hukum baru bagi APBN agar pemerintah dapat mengakomodasi keluarnya paket-paket stimulus yang dibutuhkan selanjutnya.
• Meski Melambat, Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jambi Tahun 2019 Lalu Dinilai Cukup Baik
BI juga lakukan aksi
Di sisi moneter, BI juga melakukan berbagai langkah untuk mendukung stimulus fiskal yang telah digelontorkan pemerintah guna meredam efek virus corona terhadap perekonomian.
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berakhir Kamis (19/3) BI kembali memangkas suku bunga BI 7 day reverse repo rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,5% dan suku bunga deposit facility sebesar 25 bps menjadi 3,75% dan suku bunga lending facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%.
Selain itu, Bank Indonesia juga telah menetapkan tujuh langkah kebijakan sebagai kelanjutan stimulus yang sudah digelontorkan BI sebelumnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah penyebaran virus corona.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, langkah ini dilakukan demi memperkuat bauran kebijakan yang diarahkan untuk mendukung upaya mitigasi risiko untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi.
Ketujuh langkah kebijakan BI tersebut adalah:
Pertama, BI akan memperkuat intensitas kebijakan triple intervention untuk menjaga stabilitas rupiah baik di pasar spot, domestic non deliverable forward (DNDF) maupun pembelian SBN di pasar sekunder.
Kedua, BI akan memperpanjang tenor repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari dalam jumlah berapapun untuk memperkuat pelonggaran likuiditas rupiah perbankan. Kebijakan ini telah berlaku efektif sejak 20 Maret 2020.
Ketiga, BI akan menambah frekuensi lelang forex swap tenor satu bulan, tiga bulan, enam bulan dan 12 bulan dari tiga kali seminggu menjadi setiap hari guna memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang. Kebijakan ini berlaku efektif mulai 19 Maret 2020.
Keempat, BI akan memperkuat instrumen Term Deposit valuta asing guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valuta asing di pasar domestik, serta mendorong perbankan untuk menggunakan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing yang telah diputuskan Bank Indonesia untuk kebutuhan di dalam negeri.
• Hadapi Pelemahan Ekonomi Akibat Corona, Perbankan Diminta Transmisikan Kebijakan Stimulus
Kelima, mempercepat berlakunya ketentuan penggunaan rekening rupiah dalam negeri (Vostro) bagi investor asing sebagai underlying transaksi dalam transaksi DNDF, sehingga dapat mendorong lebih banyak lindung nilai atas kepemilikan Rupiah di Indonesia. Kebijakan ini berlaku efektif paling lambat pada 23 Maret 2020 dari semula 1 April 2020.
Keenam, memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian dalam rupiah sebesar 50 basis poin (bps) yang semula hanya ditujukan kepada bank-bank yang melakukan pembiayaan ekspor-impor, ditambah dengan yang melakukan pembiayaan kepada UMKM dan sektor-sektor prioritas lain. Kebijakan ini berlaku efektif sejak 1 April 2020.
Ketujuh, memperkuat kebijakan sistem pembayaran untuk mendukung upaya mitigasi penyebaran Covid-19 melalui:
ketersediaan uang layak edar yang higienis, layanan kas, dan backup layanan kas alternatif, serta menghimbau masyarakat agar lebih banyak menggunakan transaksi pembayaran secara nontunai.
mendorong penggunaan pembayaran nontunai dengan menurunkan biaya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dari perbankan ke Bank Indonesia yang semula Rp 600 menjadi Rp 1 dan dari nasabah ke perbankan semula maksimum Rp 3.500 menjadi maksimum Rp 2.900, berlaku efektif sejak 1 April 2020 sampai dengan 31 Desember 2020; dan
mendukung penyaluran dana nontunai program-program Pemerintah seperti Program Bantuan Sosial PKH dan BPNT, Program Kartu Prakerja, dan Program Kartu Indonesia Pintar-Kuliah.
"Berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia tersebut ditempuh dalam koordinasi yang sangat erat dengan pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memitigasi dampak COVID-19 sehingga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga, serta momentum pertumbuhan ekonomi dapat dipertahankan," kata Perry dalam telekonferensi hasil rapat Dewan Gubernur BI Kamis (19/3).
Hingga Selasa (24/3), BI menyatakan telah melakukan injeksi likuiditas di pasar uang dan perbankan hampir Rp 300 triliun, yakni melalui pembelian SBN Rp 168 triliun, repo Rp 55 triliun dan dari penurunan GWM sebesar Rp 75 triliun.
Ke depan, Perry bilang, BI akan terus menempuh berbagai langkah dengan menggunakan berbagai instrumen yang ada untuk memperkuat dan menstabilisasi pasar valas dan pasar keuangan. "BI bersama pemerintah dan OJK juga akan menyediakan berbagai aspek yang berkaitan dengan penyediaan pembiayaan perbankan," jelasnya.
Artikel ini sudah tayang di laman Kontan.co.di dengan judul: Ekonomi porak poranda akibat corona, bagaimana langkah penyelamatan oleh pemerintah?