Nyaris Mendekati Rp 17 Ribu, Apa yang Sedang Terjadi Dengan Nilai Tukar Rupiah?
Sempat menguat di antara mata uang negara lain di Asia, kini rupiah anjlok drastis, ada apa sebenarnya?
TRIBUNJAMBI.COM - Sempat menguat di antara mata uang negara lain di Asia, kini rupiah anjlok drastis.
Bahkan posisi rupiah nyaris mencetak rekor terburuk sepanjang masa.
Mengutip Bloomberg, Senin (23/3) pukul 10.45 WIB, rupiah masih berada di level Rp 16.550 per dolar Amerika Serikat, turun 3,69% dibanding penutupan Jumat (20/3) di Rp 15.960 per dolar AS.
Dengan posisi saat ini pun, rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di kawasan. Sepanjang tahun ini, mata uang Garuda tersebut sudah anjlok 19,35%.
Mengingat pada 31 Desember 2019 lalu, rupiah masih tenang di posisi Rp 13.866 per dolar AS.
Koreksi rupiah sudah jauh di atas mata uang di kawasan lainnya. Lihat saja, won Korea yang sebelumnya menyandang mata uang dengan pelemahan terdalam, kini ada di level 1.277,57 atau turun 10,53% secara year to date (ytd).
Pelemahan terbesar lainnya adalah baht Thailand. Sepanjang tahun ini, baht sudah ambles 10,10% ke level 32.995 per dolar AS.
Hingga saat ini, rupiah masih dalam tekanan dari penyebaran virus corona.
Jakarta, yang merupakan pusat perekonomian Indonesia, merasakan dampak paling besar.
Di sisi lain, rupiah juga di hadang oleh defisit transaksi berjalan yang masih menghantui.
Fundamental Ekonomi Masih Kuat
Chief Economist PT Bank Permata (Tbk) Josua Pardede menjelaskan, meski level rupiah sudah jauh melemah, fundamental perekonomian Indonesia sudah jauh lebih kuat dibandingkan dengan dua dekade yang lalu, atau krisis ekonomi 1998 lalu.
Krisis yang kala itu dipicu oleh krisis mata uang bath Thailand dan sebagian utang luar negeri swasta yang tidak dilindungi nilai (hedging) mendorong tekanan pada rupiah mencapai 600 persen dalam kurun waktu kurang dari setahun.
"Krisis mata uang bath Thailand diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent karena sebagian utang luar negeri swasta tidak dilindungi nilai"
"Lalu penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang, serta utang luar negeri yang dipergunakan untuk pembiayaan usaha yang berorientasi domestik," jelas Josua kepada Kompas.com, Senin (23/3/2020).