Demo Tolak RUU Cipta Kerja

Ini Alasan Keberatan Buruh KSBSI Jambi Terkait HItungan Gaji Per Jam

Misalnya dalam RUU Cipta Kerja tersebut tidak diatur lagi tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Penulis: Rohmayana | Editor: Duanto AS
Tribunjambi/Rohmayana
Seribuan buruh dan pekerja geruduk kantor Gubernur Jambi tolak RUU yang baru 

Poin-poin keberatan Buruh KSBSI Terkait HItungan Gaji Per Jam

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Berikut ini beberapa poin keberatan buruh dari KSBSI Jambi tentang RUU Cipta Kerja

Banyak buruh yang merasa dirugikan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja disahkan.

Misalnya dalam RUU Cipta Kerja tersebut tidak diatur lagi tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Padahal menurut UU nomor 13 tahun 2003 sudah diatur bahwa pekerja maksimal menandatangani PKWT selama 3 tahun atau 3 kali tanda tangan Surat PKWT.

Ini disampaikan Roida Pane selaku Koordinator wilayah Konfederasi Serikat Buruh Sumatera Indonesia (KSBSI).

“Artinya di sini perusahaan bisa dengan membuat PKWT sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan sehingga sangat merugikan para pekerja dan apa yang akan terjadi dengan para buruh kita kedepan,” sebutnya usai orasi di kantor DPRD Provinsi Jambi, Rabu (11/3/2020).

Bahkan Roida menyayangkan dalam RUU Cipta Kerja tersebut gubernur tidak lagi diwajibkan menandatangani Upah Minimum Provinsi (UMP).

Sehingga perusahaan bisa saja mengacu pada UMP tahun sebelumnya.

Karena tidak ada lagi yang mengatur dan mengikat dalam hal pemberian sanksi.

“Ada yang mengatur dalam UU saja masih sering kebablasan, apalagi ini tidak ada lagi surat resmi dari gubernur,” katanya.

Hal lainnya yakni mengenai cuti panjang, dalam RUU Cipta Kerja cuti panjang dan cuti melahirkan tidak lagi diatur kecuali cuti tahunan.

Menurut Roida, jika RUU Cipta Kerja tersebut disahkan, maka dalam waktu dekat pihaknya akan melanjutkan aksi demo kembali. Karena menurut Roida, pihaknya bukan tidak menyetujui perubahan.
Namun perubahan tersebut harus ke arah yang lebih baik dan tidak merugikan para buruh.

Sementara itu, Koordinator Aksi, Hendra Ambarita menduga bahwa RUU Cipta Kerja ini tidak dirancang oleh pemerintah melainkan dirancang oleh konsultan.

“Artinya ada yang tidak beres di sini. Karena dalam RUU ini pemerintah memangkas hak buruh yang sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pemerintah juga harus tahu bahwa UU Ketenagakerjaan yang sudah ada saja hanya memberikan kepastian hak yang menurut kami itu untuk hidup paspasan dan jauh dari kata layak apalagi mapan,” sebutnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved