kisah militer
KOPASSUS Memburu Mbah Suro, Dukun Simpatisan PKI yang Kebal Peluru & Senjata Tajam: Begini Kisahnya
TRIBUNJAMBI.COM - Komando pasukan khusus (Kopassus) TNI AD memiliki kemampuannya yang luar biasa.
TRIBUNJAMBI.COM - Komando pasukan khusus (Kopassus) TNI AD memiliki kemampuannya yang luar biasa.
Keandalan Kopassus TNI AD sudah diakui dunia.
Banyak cerita keandalan Kopassus dalam menghadapai musuh negara, termasuk di antaranya ketika Kopassus diturunkan untuk menghabisi Mbah Suro, dukun berilmu hitam, kebal senjata tajamdan senjata api.
• Ditambah 400 Meter, Perpanjangan Runway Bandar Udara Muara Bungo Masih Tahap Pembahasan
Kisah perburuan Kopassus menumpas Mbah Suro dilakukan tak lama setelah peristiwa genting Gerakan 30 September atau G30 3.
Buntut dari pembunuhan sejumah jenderal oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah dilakukannya operasi penumpasan PKI secara besar-besaran.
Ketika itu Komando Pasukan Khusus (Kopassus) sempat menghadapi simpatisan PKI yang dikenal kebal senjata.
Berhadapan dengan orang-orang membuat Kopassus menggunakan cara kekerasan.
• MINGGU Neraka Calon Komando Kopassus, Dilepas Tanpa Bekal di Nusakambangan:Disiksa di Kamp Tawanan
Kisah ini dikutip dari buku "Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando" karya Hendro Subroto.
Berkobarnya tragedi G30S/PKI yang menculik para jenderal pada 30 September 1965, memang berbuntut panjang.
Satu di antaranya adalah perburuan terhadap mereka yang dianggap sebagai anggota maupun simpatisan PKI.
Perburuan, dan penangkapan itu dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia yang diduga sebagai basis PKI.
• Langsung Diambil Sumpahnya, 98 CPNS Kota Sungai Penuh Terima SK
Saat itu pada 1967, perburuan terhadap simpatisan dan anggotaPKI dilakukan di kawasan yang terletak antara Cepu dan Ngawi. Tepatnya, di Desa Ninggil.
Nama asli Mbah Suro adalah Mulyono Surodihadjo.
Mbah Suro merupakan seorang mantan lurah yang dibebastugaskan akibat kesalahannya sendiri.
Setelah lengser sebagai lurah, Mbah Suro membuka praktik sebagai dukun yang mengobati orang sakit.
Namun, belakangan beredar kabar kalau Mbah Suro juga dikenal sebagai dukun kebal, hingga ia disebut sebagai Mbah Suro atau Pendito Gunung Kendheng.
• Pernikahannya Hancur Ulah Jennifer Dunn, Malah Sarita Abdul Mukti Dibenci Keluarga Faisal Harris
Pergantian nama baru menjadi Mbah Suro juga diikuti dengan perubahan penampilannya.
Salah satunya adalah memelihara kumis tebal, dan rambut panjang.
Mbah Suro melakukan berbagai kegiatan yang berbau klenik, dan menyebarkan kepercayaan Djawa Dipa.
Mbah Suro juga sering memberi jampi-jampi atau mantera dan air kekebalan kepada para muridnya.
• Dua Wanita Warga Depok Positif Corona, Kini Dirawat di RSPI Sulianti Saroso

Banyak pengikutnya yang percaya, diri mereka telah menjadi kebal terhadap senjata tajam, dan senjata api.
Pemerintah, khususnya pihak militer melihat Mbah Suro telah ditunggangi oleh PKI.
Menurut Hendro, penutupan itu terpaksa dilakukan melalui jalan kekerasan.
"Pangdam terpaksa memerintahkan agar penutupan dilakukan dengan jalan kekerasan, karena segala upaya jalan damai yang ditempuh telah menemui jalan buntu," tulis Hendro dalam bukunya.
• Temuan Baru Penderita Virus Corona di Indonesia, Ini Fakta-faktanya & Pernyataan Lengkap Jokowi
Akhirnya, Kodam VII/ Diponegoro beserta satu Kompi RPKAD (Sekarang Kopassus) di bawah pimpinan Feisal Tanjung menyerbu padepokan Mbah Suro.
Mbah Suro pun berhasil ditaklukkan dalam penyerbuan itu.
Soeharto Gunakan 4 Tahap Sistematis untuk Menumpas Gerakan G30S/PKI
Peristiwa kekejaman G30S/PKI meninggalkan coretan hitam dalam sejarah bangsa Indonesia
Pada 30 September 1965, terjadi penculikan dan pembunuhan enam jenderal yang merupakan perwira tertinggi TNI serta satu perwira berjabatan kapten.
Bahkan menteri atau Panglima AD Ahmad Yani tidak luput dari sasaran.
Para perwira TNI AD ingin melakukan tindakan akibat peristiwa kelam yang telah merenggut jenderal TNI tersebut.
Dikutip dari pernyataan Drs. Nugroho Notosusanto, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Oktober 1966
Pada tanggal 1 Oktober 1965, Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad menerima informasi bahwa sesuatu yang serius telah terjadi.
Jenderal Yani dan beberapa pejabat tinggi Angkatan Darat telah diculik atau dibunuh oleh suatu gerombolan bersenjata.
• KERASNYA Pelatihan Anggota Kopassus, Pelda Suwito: Jika Misi Gagal, Disuruh Tidur di Kandang Sapi
Beliau segera berangkat menuju ke Markas Kostrad di Medan Merdeka Timur untuk menganalisa keadaan.
Beliau mengambil kesimpulan bahwa telah terjadi suatu pengkhianatan oleh sesuatu komplotan kontra-revolusioner.
Hilangnya Jenderal Yani selaku Men/Pangad menyebabkan kekosongan di lingkungan Angkatan Darat, itu merupakan sesuatu hal yang amat berbahaya.
Soeharto dengan advis dari beberapa perwira tinggi TNI memutuskan untuk memegang pimpinan Angkatan Darat sementara situasi belum jelas.
Setelah mengadakan kontak dengan Panglima Daerah Militer V/Jakarta, Soeharto berpikir cepat dan bertindak cepat.
Tindakan pertama, diusahakan untuk menetralisir pasukan-pasukan yang masih mengambil stelling di sekitar Medan Merdeka.
• VIDEO: Best of Cover Headline Tribun Jambi 2010 s/d 2020-Edisi 2010
Pada jam 16.00, Yon 530 Para (kecuali satu kompi yang dibawa oleh Dul Arief) sudah menarik diri dari stelling dan dibawah pimpinan Wadan Yon Kapten Sukarbi melaporkan diri kepadaSoeharto.
Sayang, sisa pasukan Yon 454 Para terus disalahgunakan oleh "G30S" hingga mereka mengundurkan diri ke Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim dan berhasil dicerai-beraikan disana oleh pasukan RPKAD.
Tahap kedua, Soeharto memerintahkan untuk menduduki kembali gedung Pusat Telekomunikasi dan RRI.
Tugas itu diserahkan kepada RPKAD dengan catatan: sedapat mungkin menghindarkan pertumpahan darah.
RPKAD dengan manuver yang jitu dalam waktu 20 menit saja telah berhasil menduduki kedua gedung itu tanpa melepaskan satutembakan pun.
• Pemerintah Indonesia Telusuri Siapa Saja Kontak dengan WN Jepang yang Positif Corona
Tahap ketiga, pada jam 20.00 WIB Soeharto berbicara di radio, menjelaskan kepada seluruh Rakyat Indonesia apa yang telah terjadi dan menerangkan tindakan-tindakan apa yang telah beliau ambil.
Dengan tegas "G30S" disebut gerakan kontra-revolusioner.
Dengan serta-merta seluruh Rakyat merasa lega karena tahu duduk persoalan yang sesungguhnya dan tahu bahwa siaran-siaran "G30S" sebelumnya adalah palsu.
Tahapan keempat, Soeharto mulai memberikan pukulan maut kepada komplotan "G30S"
Yakni merebut PAU Halim. Tugas itu dipercayakan kepada RPKAD dengan bantuan Yon 328 Para "Kudjang"/Siliwangi.
Tugas konsolidasi di dalam kota diserahkan kepada Kodam V/Jaya dengan bantuan KKO/AL dan BRIMOB/AKRI.
• 2 Orang Indonesia Positif Virus Corona Dirawat RSPI Sulianti Saroso Ibu 64 Tahun & Putrinya 31 Tahun
Tahapan keempat itu baru dilaksanakan keesokan harinya pada tanggal 2 Oktober 1965, dan berhasil dengan baik dengan hanya makan seorang korban.
Dengan demikian selesailah sudah kisah petualangan "G30S" di ibukota.
Caranya menyelesaikan dilakukan dengan gaya khas Pak Harto: tenang tapi tegas dan pasti, tahap yang satu disusul dengan tahap yang berikutnya di dalam urut-urutan yang serasi. (Iwe)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Kisah Kopassus dan Mbah Suro Dukun Kebal Senjata Gunung Kendhe