Wabah Corona, China Sita 40 Ribu Hewan Liar, Pedagang Ungkap Kembali Jualan Jika Larangan Dicabut

Kepolisian China telah merampas dan menahan kurang lebih 700 orang terkait penangkapan, penjualan dan konsumsi hewan liar

Editor: Nani Rachmaini
AFP/ROMEO GACAD
Perdagangan dan konsumsi hewan liar seperti kulit kucing liar yang dijadikan obat tradisional ini diperoleh dari China. 

Wabah Corona, China Sita 40 Ribu Hewan Liar, Pedagang Ungkap Kembali Jualan Jika Larangan Dicabut

TRIBUNJAMBI.COM-Kepolisian China telah merampas dan menahan kurang lebih 700 orang terkait penangkapan, penjualan dan konsumsi hewan liar dalam dua pekan terakhir.

Ada sekitar 40 ribu hewan di antaranya tupai, musang dan babi hutan dari rampasan tersebut.

Hal tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan konsumsi masyarakat China terhadap hewan liar tersebut tidak dapat dimusnahkan dalam waktu semalam.

Para penjual hewan liar umumnya menjual keledai, anjing, rusa, buaya dan daging lainnya.

Pembantaian Satu Keluarga di Melawi, Kakak Beradik Tewas di Dapur, Ibunya Kritis

VIDEO: Suaminya Meninggal, Wajah BCL Tampak Pucat hingga Matanya Sembab

Dari Sampah hingga Terbang ke Amerika Serikat, Cerita Adi Kelola Sampah di Kota Jambi

Salah satu dari mereka mengungkapkan akan segera membuka toko begitu larangan dicabut.

Gong Jian, salah satu penjual hewan di wilayah Mongolia Dalam, daerah otonomi China, menuturkan masyarakat suka berbelanja hewan liar karena bisa dikonsumsi atau dijadikan hadiah.

"Itu sangat menyenangkan dan membuatmu terkesan berwibawa." katanya dikutip Reuters Senin (17/2/2020), dikutip dari Kompas.com.

"Saya akan berjualan lagi ketika larangan dicabut," tambahnya.

Gong juga menjelaskan kalau dia juga menyimpan daging buaya dan rusa beku di dalam kulkas namun hal itu bisa membunuh semua burung puyuh yang sedang dibiakkannya.

Hal ini bisa terjadi karena supermarket tidak lagi membeli telurnya dan telur burung puyuh itu sendiri tidak dapat dimakan setelah dibekukan.

Pakar ilmiah menduga meski belum terbukti bahwa virus corona terbawa masuk ke dalam tubuh manusia dari kelelawar melalui trenggiling, mamalia pemakan semut kecil yang bernilai tinggi di pasar obat tradisional China.

Banyak kalangan akademik, aktivis lingkungan, dan warga di China tergabung dalam kelompok konservasi internasional mengangkat isu larangan penjualan hewan liar menjadi permanen dan penutupan toko yang menjual hewan tersebut.

"Salah satu kebiasaan buruk kita adalah memakan segalanya," kata netizen bernama Sun dalam diskusi di situs Sina.

"Kita harus berhenti mengonsumsi hewan liar dan mereka yang melakukannya harus dipenjara," paparnya.

Ilustrasi virus corona tak hanya menyerang secara fisik, namun juga secara psikis. Untuk itu pemerintah China juga memberikan layanan psikologis bagi warganya.
Ilustrasi virus corona tak hanya menyerang secara fisik, namun juga secara psikis. Untuk itu pemerintah China juga memberikan layanan psikologis bagi warganya. (Twitter/XHNews)

Namun, sebagian kecil dari warga China masih mengonsumsi hewan liar dengan keyakinan baik untuk kesehatan.

Hal itu membuat pasar hewan liar di Wuhan memiliki peningkatan dalam permintaan.

Sehingga banyak yang berjualan secara daring dan ilegal.

Beberapa kasus infeksi memang ditemukan pertama kali di Pasar Seafood Wuhan yang menjual hewan liar seperti kelelawar, ular, musang, dan hewan liar lainnya.

Setelah virus meruak, pemerintah China menutup pasar tersebut dan memperingatkan warganya untuk tidak mengonsumsi hewan liar.

Pelajar Tewas Terlindas Truk di Talang Duku Muarojambi, Awalnya Mau Nyalip

Adu Seksi Yuni Shara Vs Marion Jola Pakai Kaos Ketat Joget Tik Tok, Bagian Tengahnya Jadi Sorotan

Larangan ini menuai perdebatan publik yang cukup panjang.

Mengingat konsumsi hewan liar di China sudah terjadi berabad-abad dan melekat dalam tradisi budaya dan sejarah mereka.

"Beberapa orang berpandangan bahwa hewan hidup diciptakan untuk manusia, bukannya berbagi bumi yang sama dengan manusia." papar Wang Song, pensiunan peneliti Ilmu Hewan di Akademi Pengetahuan China.

Larangan Konsumsi Hewan Liar

Pemerintah China segera mengeluarkan larangan terkait penjualan dan konsumsi hewan liar setelah praktik penjualan tersebut berkaitan erat dengan Covid-19, nama resmi virus corona.

Dilansir dari Xinhua, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional akan meninjau kembali larangan tersebut pada rapat yang akan digelar pada Senin (24/02/2020).

Komite tersebut juga akan mendiskusikan hasilnya untuk menunda rapat legislatif tahunan yang semestinya terjadi di awal Maret.

Praktik penjualan dan konsumsi hewan liar yang marak di China telah terjadi selama berabad-abad dipersalahkan demi membantu pengurangan penyebaran virus corona.

Wabah tersebut kini telah menjadi ancaman serius dan menginfeksi lebih dari 70 ribu orang serta menewaskan lebih dari 1.800 orang.

Seorang penumpang AS melambai kepada para wartawan ketika tiba di Bandara Haneda, di Tokyo pada 17 Februari 2020 setelah turun di Yokohama dari kapal pesiar Diamond Princess, tempat orang-orang dikarantina di dalam pesawat karena kekhawatiran akan virus corona COVID-19 yang baru. Orang Amerika mulai meninggalkan kapal pesiar yang dikarantina di Jepang pada 17 Februari 2020, untuk naik ke pesawat sewaan ketika jumlah kasus virus corona baru yang didiagnosis di kapal itu melonjak menjadi 355. Kazuhiro NOGI / AFP
Seorang penumpang AS melambai kepada para wartawan ketika tiba di Bandara Haneda, di Tokyo pada 17 Februari 2020 setelah turun di Yokohama dari kapal pesiar Diamond Princess, tempat orang-orang dikarantina di dalam pesawat karena kekhawatiran akan virus corona COVID-19 yang baru. Orang Amerika mulai meninggalkan kapal pesiar yang dikarantina di Jepang pada 17 Februari 2020, untuk naik ke pesawat sewaan ketika jumlah kasus virus corona baru yang didiagnosis di kapal itu melonjak menjadi 355. Kazuhiro NOGI / AFP (Kazuhiro NOGI / AFP)

Wabah ini juga turut mempengaruhi penurunan nilai ekonomi negara China.

Meski begitu pada kenyataannya, pemerintah China telah melegislasi aturan perdagangan dan industri hewan liar.

Peraturan saat ini diadaptasi berdasarkan hukum 1988 yang telah diperbarui tiga kali.

Namun pakar hukum dan praktisi industri menyatakan bahwa aturan terkait penjualan dan industri hewan liar di China masih banyak celah.

Misalnya, tidak terdapat larangan konsumsi hewan liar dan pengizinan pembiakan hewan liar dalam sangkar hanya demi tujuan komersil.

Dilansir SCMP, profesor hukum lingkungan di Universitas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Politik Beijing, Wang Canfa, meminta komite lebih efisien dan cepat dalam melarang konsumsi hewan liar.

Ketimbang harus berlama-lama mengajukan secara prosedurial kepada dewan legislatif untuk mengganti Undang-Undang yang ada.

Heboh Kasus Indosat PHK 677 Karyawannya, Ini Beda Hak Pesangon Bagi Pekerja yang Resign dan di-PHK

VIDEO: Suaminya Meninggal, Wajah BCL Tampak Pucat hingga Matanya Sembab

"Anggota Komite Tetap (semestinya) akan mengadakan rapat untuk meninjau dan mendiskusikan draft pergerakan dan keputusan larangan tersebut.

Keputusannya akan diumumkan secara resmi dan larangan tersebut akan punya kuasa hukum yang penuh." ungkap Wang, dikutip dari Kompas.com.

Profesor Zhou Ke, yang juga pakar dalam sumber daya hukum dan lingkungan dari Universitas Renmin turut menguatkan pernyataan Profesor Wang terkait efisiensi yang semestinya dilakukan komite.

Menurut Zhou Ke, pengajuan larangan kepada dewan legislatif hanya akan menjumpai resistensi dari beberapa kelompok kepentingan seperti penjual hewan, pemilik peternakan dan bahkan pejabat setempat.

"Perdebatan yang ada di tengah masyarakat China terkait larangan tersebut tentu akan menimbulkan kesulitan bagi penentu kuasa dalam mencapai mufakat di waktu yang relatif singkat." papar Zhou,

"Akan lebih mudah jika komite langsung menyetujui." tambahnya.

Pakar lingkungan hidup mengatakan bahwa China merupakan pasar terbesar dalam penjualan produk hewan liar ilegal.

Banyak dari hewan tersebut diminati sebagai kuliner dan bahkan penggunaan obat tradisional.

Pada 2016 misalnya, dilansir dari Akademi Teknik China, terdapat lebih dari 14 juta orang bekerja di industri pembiakan.

Industri tersebut mampu meraup keuntungan sampai sebesar 520 miliar yuan atau setara dengan kurang lebih Rp 1.017 triliun.

Profesor lingkungan hidup dan ekologi Li Zhenji dari Universitas Xiamen di Provinsi Fujian mengatakan harapannya terkait larangan konsumsi hewan liar.

"Saya sarankan untuk secepatnya pelarangan komersialisasi hewan liar.

Jika tidak akan terdapat banyak celah di dalam hukum yang bisa dieksploitasi pihak mana saja." ujarnya.

Bagaimanapun Zhou Haixiang, anggota Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional untuk manusia dan biosfer (grup perlindungan lingkungan) memperingatkan kebiasaan yang sudah mendarah daging ini perlu waktu lebih dalam penyadaran akan bahaya yang sudah terjadi.

Dia juga menambahkan bahwa pihak oposisi dari grup lingkungan hidup akan melemahkan efektivitas tindakan pemerintah.

Pelajar Tewas Terlindas Truk di Talang Duku Muarojambi, Awalnya Mau Nyalip

Dari Sampah hingga Terbang ke Amerika Serikat, Cerita Adi Kelola Sampah di Kota Jambi

Dia juga tidak berharap bahwa pelarangan total pada komersialisasi hewan liar dapat dilakukan.

"Kita tidak bisa meminta seluruh rakyat di negara ini untuk berkorban akan kepentingan sedikit orang." tandasnya.

VIDEO: Kim Jong Un Tembak Mati Warganya

FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN JAMBI:

.

(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Miranti Kencana Wirawan)

ARTIKEL INI TELAH TAYANG DI TRIBUNNEWSWIKI

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved