Rumusan Pesangon Ubahan Jokowi di Draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja
Dalam draf ruu yang didapat, komponen yang nantinya digunakan sebagai dasar perhitungan pesangon dan uang penghargaan masa kerja buruh ada dua.
Selain perubahan formula pesangon, dalam draf tersebut Jokowi juga mengubah ketentuan soal proses melakukan pemutusan hubungan kerja.
Dalam draf ruu tersebut, PHK dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh.
Bila kesepakatan tersebut tidak tercapai, penyelesaian PHK dilakukan melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sementara itu dalam UU Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, sebelum PHK dilakukan, pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah harus mengusahakan agar pemutusan tersebut tidak terjadi.
Bila PHK tidak bisa dihindari, maka kebijakan tersebut wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja atau buruh atau dengan pekerja bila mereka tidak tergabung dalam serikat pekerja. Baru, setelah perundingan tersebut gagal membuahkan hasil, pengusaha baru bisa melakukan PHK setelah mereka memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
• Jangan Sampai Terlambat, Berikut Jadwal SKD Kabupaten Sarolangun, Cek Namamu Di Sini
• Begini Kata Media Asing Soal Witan Sulaeman yang Dikontrak Klub Eropa Selama 3,5 Tahun
CNNIndonesia.com mencoba meminta penjelasan dari Sekretaris Menko Perekonomian Susiwijono atas kebenaran isi draf ruu tersebut.
Tapi sampai berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan responsnya.
Sebagai informasi, pemerintah memang berencana menerbitkan Omnibus Law UU Cipta Lapangan Kerja.
Klaim pemerintah, aturan tersebut diterbitkan untuk memacu investasi.
Namun, rencana tersebut mendapatkan tentangan dari buruh.
Mereka khawatir keberadaan UU Cipta Kerja tersebut nantinya akan mengganggu hak buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal beberapa waktu lalu mengatakan hak buruh yang berpotensi diganggu melalui penerbitan beleid tersebut adalah pesangon dan upah.
"Pengenalan upah per jam akan mengakibatkan upah minimum bakal terdegradasi bahkan hilang. Buruh akan dihitung per jam dalam jam kerjanya. Kalau dia bekerja dalam satu bukan hanya 2 minggu, maka dapat dipastikan upahnya hanya sepertiga atau paling tinggi setengah dari nilai upah minimum yang berlaku di satu daerah tertentu," kata dia, Senin (20/1).
Sumber: CNN Indonesia