Travel Jambi
TRAVEL JAMBI Sejarah 57 Tahun Berdirinya Warung Amuk, Warkop Legendaris di Batanghari
Siapa sangka, selama 57 tahun ini selalu disinggahi tokoh-rokoh penting baik di Kabupaten Batanghari hingga Provinsi Jambi.
Penulis: Rian Aidilfi Afriandi | Editor: Duanto AS
WARGA Kabupaten Batanghari mungkin sudah tak asing dengan Warung Amuk yang berada di Kecamatan Muara Bulian.
Warung yang kini dikelola oleh Heri Wan alias Akuang (45) dan kakaknya Aling (56) itu selalu ramai ditongkrongi warga tiap harinya.
Siapa sangka, selama 57 tahun ini selalu disinggahi tokoh-rokoh penting baik di Kabupaten Batanghari hingga Provinsi Jambi.
• TRAVEL JAMBI Sarapan Warung Amuk di Batanghari yang Khas, Buka Sejak 1963
• TRAVEL JAMBI Pesona Rumah Tuo Dusun Tanah Periuk di Bungo, Sejak 1600-an Tinggal 6 Buah
• Pengakuan Tedy Pardiyana Usai Hasil Otopsi Lina Ibu Rizky Febian Keluar, Cuma Istirahat Sejam Karena
• Ukuran Milik Via Vallen dan Nella Kharisma Selisih Dikit, Cuma Beda 3 Cm
Mereka datang ke Warung Amuk tentu untuk sarapan sekaligus berbincang santai.
Tokoh-tokoh penting di Provinsi Jambi yang pernah dan sering sarapan di sana mulai dari mantan bupati pertama Kabupaten Batanghari Raden Suhur, mantan Gubernur Jambi HBA,
Kemudian, mantan Bupati Batanghari, Almarhum H Abdul Fattah, Yazirman, Burhanuddin Mahir, maupun tokoh-tokoh penting serta aktifis dan politikus serta pengusaha kondang lainnya.
Akuang bercerita, Amuk merupakan panggilan dari ayahnya yang bernama Mukhtar Rahman, yang membuka warung ini bersama istrinya Aminah pada 1963.
"Waktu itu masih menyewa tempat di Rangkayo Hitam di pinggir laut. Orang-orang datang ke warung pakai tongkang. Dulu namanya warung Bulian Indah. Tapi orang taunya warung Amuk," katanya.
Sekira 1970, warung tersebut pun pindah ke tempat yang lebih mudah dijangkau dekat Mulia Teknik, yang masih di sekitaran Muara Bulian.
Pada 1983 sampai saat ini, warung ini menetap di sebelah kantor Kimpraswil Kabupaten Batanghari tak jauh dari simpang empat BBC, Muara Bulian.
"Kalau dulu mengontrak, sekarang baru punya tanah sendiri," ujarnya.
Ternyata, warung tersebut sempat hendak dijual oleh Amuk, kata Akuang. Saat kerusuhan 1998 sempat sepi pembeli sehingga membuat ayahnya berniat menjual warung tersebut.

"Tapi tidak jadi karena orang yang menawar harganya terlalu rendah," ungkapnya.
Pada 2013 lalu ayahnya meninggal pada usia 81 tahun.
Ibunya pun sudah tua dan harus banyak istirahat. Kini Akuang dan Aling lah yang meneruskan warisan tersebut.