Cepat dan Spontan, Begini Peran Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia
Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid memang tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru China atau Imlek di Indon
"Masih ada 4.126 peraturan yang belum dicabut, misalnya, soal SBKRI. Itu kan sesuatu yang tidak ada gunanya," kata Gus Dur dikutip dari Harian Kompas yang terbit pada 11 Maret 2004.
Gus Dur termasuk salah seorang yang tidak setuju dengan aturan yang bersifat diskriminatif termasuk pada etnis Tionghoa.
Dia pun meminta masyarkat Tionghoa untuk terus berani memperjuangkan hak-haknya.
"Di mana-mana di dunia, kalau orang lahir ya yang dipakai akta kelahiran, orang menikah ya surat kawin, tidak ada surat bukti kewarganegaraan. Karena itu, saya mengimbau kawan-kawan dari etnis Tionghoa agar berani membela haknya," ujar dia.
Gus Dur mengatakan, etnis Tionghoa juga bagian dari Bangsa Indonesia.
Karena itu, tokoh Nahdlatul Ulama ini meminta seluruh masyarakat Indonesia memberikan hak dan kesempatan yang sama.
"Mereka adalah orang Indonesia, tidak boleh dikucilkan hanya diberi satu tempat saja. Kalau ada yang mencerca mereka tidak aktif di masyarakat, itu karena tidak diberi kesempatan," ucap Gus Dur.
"Cara terbaik, bangsa kita harus membuka semua pintu kehidupan bagi bangsa Tionghoa sehingga mereka bisa dituntut sepenuhnya menjadi bangsa Indonesia," ujar dia.
Atas kebijakan dan pemikirannya, Gus Dur akhirnya mendapat gelar "Bapak Tionghoa Indonesia".
Bagi kaum Tionghoa, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan tekanan dan prasangka.
Sebab, pada masa lalu, masyarakat Tionghoa kerap mendapat stigma yang buruk baik dari pemerintah ataupun masyarakat dari etnis lainnya.
Gus Dur juga dinilai telah berjasa membawa kesetaraan pada masyarakat Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Peran Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia..."