Cepat dan Spontan, Begini Peran Gus Dur di Balik Kebebasan Merayakan Imlek di Indonesia
Nama Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid memang tidak bisa lepas dari kebebasan etnis Tionghoa dalam merayakan Tahun Baru China atau Imlek di Indon
Budi bahkan sempat kaget melihat sikap Gus Dur.
"Waktu itu, kami ngobrol sambil berjalan mengelilingi Istana. Gus Dur lalu bilang, oke, Imlek digelar dua kali, di Jakarta dan Surabaya untuk Cap Go Meh. Kaget juga saya," kata Budi, dikutip dari Harian Kompas yang terbit 7 Februari 2016.
Perayaan Imlek dan Cap Gomeh tentu akan terhambat Inpres Nomor 14 Tahun 1967.
Namun, Gus Dur dengan spontan berkata akan segera mencabut Inpres tersebut.
Inpres akhirnya dicabut dengan terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2000 pada 17 Januari 2000.
Karena Keppres tersebut, masyarakat Tionghoa akhirnya bisa merayakan Imlek atau hari raya lainnya secara terbuka.
Kemeriahan Imlek akhirnya bisa dirasakan di Indonesia.
Nuansa warna merah, lampion gantung, dan hiasan angpao tampak indah menghiasi pertokoan.
Atraksi barongsai juga ikut menjadi daya tarik saat perayaan Imlek.
Menjelang perayaan tahun baru China (Imlek) 2571, Pedagang pernak-pernik Imlek mulai memadati kawasan Pecinan Glodok, Jakarta Barat, Selasa (14/1/2020).

Meski sudah bisa merayakan secara terbuka, baru dua tahun kemudian, tepat di era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, Imlek dijadikan hari nasional.
Hal itu disampaikan Mega saat menghadiri Peringatan Nasional Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002.
Sementara itu, penetapan Imlek sebagai hari libur nasional baru dilakukan pada 2003.
Bapak Tionghoa Indonesia
Meski sudah mencabut Inpres Nomor Nomor 14 Tahun 1967, pada tahun 2004 Gus Dur menyebut setidaknya ada ribuan peraturan yang memicu diskriminasi.