Bukan Lembek Apalagi Takut, Ini Penyebab Prabowo Berhati-hati untuk Urusan Klaim China di Natuna

Juru Bicara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak mengakui, Prabowo sangat berhati-hati soal urusan perseteruan dengan China

Editor: rida
Gita Irawan
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto di Kantor Kementerian Pertahanan RI Jakarta Pusat pada Selasa (3/12/2019). 

Kemudian disusul Jepang pada 20 Desember 2019, Filipina pada 27 Desember 2019, dan Perancis pada 11-13 Januari 2020.

Takar geostrategis dan geopolitik Terdapat dua pertimbangan yang diterapkan Prabowo dalam memodernisasi alutsista TNI, yakni faktor geostrategis dan geopolitik.

"Misalnya saya memberikan contoh, kita beli dari Rusia, kita beli dari China, atau kita beli dari mana, ada macam-macam jadi ada geopolitik, ada geostratgis. Makanya diplomasi pertahanan sangat dibutuhkan," ucap Dahnil.

Dalam menjalankan dua pertimbangan itu, Prabowo juga tak gegabah menunjuk alutsista pilihannya.

Dahnil mengatakan, Prabowo berpandangan bahwa belanja alutsista bukan sekadar mana yang paling modern, canggih, dan efisien.

Selain itu, lanjutnya, Prabowo juga memiliki prinsip melakukan komparasi semua alutsista milik negara tujuan yang didatanginya.

"Makanya Pak Prabowo seperti yang saya bilang tadi, Pak Prabowo itu melakukan komparasi semua alutsista, selain ada isu geostrategis dan geopolitik," terang Dahnil.

Bukan produsen kacangan

Dahnil menyatakan, Prabowo mendatangi negara-negara yang umumnya merupakan produsen alutsista terbaik di dunia, termasuk negara yang masuk dalam industri alutsista pertahanan global.

Dahnil mencontohkan, kunjungan Prabowo misalnya ke sebuah negara yang dapat memproduksi pesawat tempur dengan jumlah banyak.

"Jadi bukan industri kacangan yang bisa dibeli di minimarket," kata Dahnil.

"Nah itulah Pak Prabowo banyak kunjungan itu, terutama negara-negara produsen ya, produsen senjata dan punya pertahanan kuat," terang Dahnil.

Dia mengatakan, dalam pembelian alutsista, tidak bisa didapatkan dengan waktu cepat.

Prosesnya sangat panjang, bahkan bisa memakan waktu bertahun-tahun.

"Misal kapal selam, kita pesan hari ini, bisa baru selesainya 4 tahun depan. Makanya karena proses pembelian senjata (waktunya) panjang, butuh waktu komunikasi banyak pihak," ungkapnya.

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved