Asal Usul Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya dan Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat 1518

"Kami muncul menunaikan janji 500 tahun runtuhnya kerjaan Majapahit pada tahun 1518," kata Totok dalam jumpa pers Minggu (12/1/2020).

Editor: Duanto AS
Istimewa
Ilustrasi Raja Kediri Jayabaya dan Jangka Jayabaya. 

Asal Usul Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya dan Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat 1518

TRIBUNJAMBI.COM - Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat (KAS) di Purworejo membuat banyak orang kaget.

Pimpinan Kerajaan Agung Sejagat (KAS) Purworejo ini dipanggil Sinuhun Totok Santosa Hadiningrat. dan istrinya dipanggil Kanjeng Ratu Dyah Gitaraja.

Peninggalan Majapahit
Peninggalan Majapahit (wikimedia.org)

Bagaimana kerajaan ini bisa muncul?

Totok mengatakan munculnya kerajaan itu untuk menunaikan janji 500 tahun runtuhnya kerjaan Majapahit pada 1518.

BREAKING NEWS: Tiba Selamat di Indonesia, Lilik Gunawan Disambut Puluhan Bikers, Bak Tamu Kehormatan

Heboh Kerajaan Agung Sejagat (KAS) di Purworejo, Janji 500 Tahun Runtuhnya Majapahit pada 1518

Fakta Pertemuan Kembar Nabila dan Nadya Usai Terpisah 16 Tahun, Apa Kabar Saudara Kembar Ketiga?

Dalam sebuah ramalan yang terkenal dengan sebutan Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya, ada kepercayaan bahwa 500 tahun setelah 'surutnya' Kerajaan Majapahit pada 1518 akan muncul zaman kejayaan.

Kerajaan KAS ini mengklaim beberapa hal, di antaranya memiliki kekuasaan di seluruh di dunia.

Melansir TribunJateng, KAS mempunyai bangunan layaknya keraton pada umumnya.

Di sana mereka memiliki batu yang dianggap sebagai prasati.

Bangunan tersebut berada di Desa Pogung Juru Tengah, Bayan, Purworejo.

Layaknya sebuah kerajaan, pada Minggu (12/1/2020), para anggota kerajaan ini berkumpul dengan atribut seperti abdi kerajaan pada umumnya.

Mereka berjalan untuk medeklarasikan diri mengenai keberadaan mereka.

Kemunculan Kerajaan Agung Sejagat tersebut turut menghebohkan jagad media sosial.

Dari video yang beredar di media sosial, sang pimpinan Totok mengatakan ia merupakan Rangkai Mataram Agung.

"Kami muncul menunaikan janji 500 tahun runtuhnya kerjaan Majapahit pada tahun 1518," kata Totok dalam jumpa pers Minggu (12/1/2020).

Ia mengkalim pengikutnya berjumlah 424 orang dan terus bertambah.

Bahkan kerjaan itu mengklaim memiliki kekuasan meliputi seluruh dunia, karenanya berhak mengubah sistem politik global.

Sebenarnya apa itu Jangka Jayabaya atau Ramalan Jayabaya?

Melansir beberapa sumber, ramalan Jayabaya atau sering disebut Jangka Jayabaya merupakan ramalan yang terkenal dalam tradisi Jawa.

Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi.
Ratu Majapahit Tribhuwana Tunggadewi. ((SURYA.CO.ID/REPRO/DANENDRA KUSUMA))

Salah satunya dipercaya, ramalan itu ditulis Jayabaya, Raja Kediri.
Ramalan ini dikenal pada khususnya di kalangan masyarakat Jawa yang dilestarikan secara turun temurun oleh para pujangga.

Wikipedia menuliskan, asal usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen.

Sekalipun banyak keraguan keasliannya, tapi sangat jelas bunyi bait pertama kitab Musasar yang menuliskan bahwa Jayabaya yang membuat ramalan-ramalan tersebut.

Meskipun demikian, kenyataannya dua pujangga yang hidup sezaman dengan Prabu Jayabaya, yakni Mpu Sedah dan Mpu Panuluh, sama sekali tidak menyebut bahwa Prabu Jayabaya memiliki karya tulis dalam kitab-kitab.

Tidak ada hal menyebut tentang itu dalam tulisan mereka yang berjudul Kakawin Bharatayuddha, Kakawin Hariwangsa, dan Kakawin Gatotkacasraya.

Kakawin Bharatayuddha hanya menceritakan peperangan antara kaum Korawa dan Pandawa yang disebut peperangan Bharatayuddha, sedangkan Kakawin Hariwangsa dan Kakawin Gatotkacasraya berisi tentang cerita ketika sang prabu Kresna ingin menikah dengan Rukmini dari negeri Kundina, putri prabu Bismaka. Rukmini adalah titisan Dewi Sri.

Catatan Marco Polo 700 Tahun Lalu, Siapa Sebenarnya Orang Pendek Berkaki Terbalik di Kerinci?

Asal usul Jangka Jayabaya

Dari berbagai sumber dan keterangan yang ada mengenai Ramalan Jayabaya, maka pada umumnya para sarjana sepakat bahwa sumber ramalan ini sebenarnya hanya satu, yakni Kitab Asrar (Musarar) karangan Sunan Giri Perapan (Sunan Giri ke-3)/

Tulisan ini kumpulkannya pada tahun Saka 1540 = 1028 H = 1618 M, hanya selisih 5 tahun dengan selesainya kitab Pararaton tentang sejarah Majapahit dan Singosari yang ditulis di pulau Bali 1535 Saka atau 1613 M.

Jadi penulisan sumber ini sudah sejak zamannya Sultan Agung dari Mataram bertahta (1613-1645 M).

Kitab "Jangka Jayabaya" pertama dan dipandang asli, adalah dari buah karya Pangeran Wijil I dari Kadilangu (sebutannya Pangeran Kadilangu II) yang dikarangnya pada tahun 1666-1668 Jawa = 1741-1743 M.
Sang Pujangga ini memang seorang pangeran yang bebas. Mempunyai hak merdeka, yang artinya punya kekuasaan wilayah "Perdikan" yang berkedudukan di Kadilangu, dekat Demak.

Memang dia keturunan Sunan Kalijaga, sehingga logis bila dia dapat mengetahui sejarah leluhurnya dari dekat, terutama tentang riwayat masuknya Sang Brawijaya terakhir (ke-5) mengikuti agama baru, Islam, sebagai pertemuan segitiga antara Sunan Kalijaga, Brawijaya ke-V dan Penasehat Sang Baginda benama Sabda Palon dan Nayagenggong.

Disamping itu, dia menjabat sebagai Kepala Jawatan Pujangga Keraton Kartasura tatkala zamannya Sri Paku Buwana II (1727-1749).

Surya Majapahit
Surya Majapahit ((Wikipedia))

Hasil karya sang Pangeran ini berupa buku-buku misalnya, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Demak, Babad Pajang, Babad Mataram, Raja Kapa-kapa, Sejarah Empu, dll.

Tatkala Sri Paku Buwana I naik tahta (1704-1719) yang penobatannya di Semarang, Gubernur Jenderalnya benama van Outhoorn yang memerintah pada tahun 1691-1704.

Kemudian diganti G.G van Hoorn (1705-1706), Pangerannya Sang Pujangga yang pada waktu masih muda.

Didatangkan pula di Semarang sebagai Penghulu yang memberi Restu untuk kejayaan Keraton pada tahun 1629 Jawa = 1705 M, yang disaksikan GG. Van Hoorn.

Ketika keraton Kartasura akan dipindahkan ke desa Sala, sang Pujangga diminta pandapatnya oleh Sri Paku Buwana II.

Ia kemudian diserahi tugas dan kewajiban sebagai peneliti untuk menyelidiki keadaan tanah di desa Sala, yang terpilih untuk mendirikan keraton yang akan didirikan tahun 1669 Jawa (1744 M).

Sang Pujangga wafat pada hari Senin Pon, 7 Maulud Tahun Be Jam'iah 1672 Jawa 1747 M, yang pada zamannya Sri Paku Buwono 11 di Surakarta.

Kedudukannya sebagai Pangeran Merdeka diganti oleh putranya sendiri yakni Pangeran Soemekar, lalu berganti nama Pangeran Wijil II di Kadilangu (Pangeran Kadilangu III), sedangkan kedudukannya sebagai pujangga keraton Surakarta diganti oleh Ngabehi Yasadipura I, pada hari Kemis Legi,10 Maulud Tahun Be 1672 Jawa = 1747 M.

Fakta Pertemuan Kembar Nabila dan Nadya Usai Terpisah 16 Tahun, Apa Kabar Saudara Kembar Ketiga?

Kumpulan Cerita Horor dari Ekspedisi Malam Jumat Kliwon s/d Desa Gondo Mayit, Seram Tak Terkira

Pembantu Sri Lahir Malam Jumat Kliwon, Digaji Rp 5 Juta per Bulan, Misteri Cerita Keluarga Kaya Raya

Hasudungan Tambunan Bunuh Bibi dan Sepupu Pakai Senapan Angin, Lalu Berpura-pura Penemu Jenazah

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved