Menteri Luhut: Jangan Tuduh Kita Pro China Tapi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana akan menjemput investasi ke Uni Emirat Arab ( UEA) pada 11 Januari 2020. Nantinya, ada nilai investasi sebesar
TRIBUNJAMBI.COM- Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana akan menjemput investasi ke Uni Emirat Arab ( UEA) pada 11 Januari 2020.
Nantinya, ada nilai investasi sebesar 20 miliar dollar AS yang akan masuk ke Indonesia.
Ini sebagai tindak lanjut akan pertemuan Indonesia pada bulan lalu.
Terkait hal itu, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa Indonesia tetap membuka peluang kepada negara lain untuk dapat berinvestasi di Indonesia.
• Lihat Tubuh Lina Membiru, Sule Bakal ke Rumah Sakit Cari Tahu Hasil Visum Mantan Istri
• Murka Nikita Mirzani ke Andhika Pratama, Nyai: Program Gue Apa Elo yang Nyolong Ide Orang Lain?
• Bentuk Pusarmu Ungkap Kepribadianmu, Lihat Punyamu yang Mana
Hal ini menepis tudingan, bahwa Indonesia tidak hanya mengandalkan investasi dari China.
"Jadi jangan bilang China-China melulu. Jadi jangan tuduh kita pro China saja. Kita siapa saja yang mau asal memenuhi lima syarat kriteria," ujar Luhut ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Investasi tersebut nantinya akan disalurkan ke energi dan gas, termasuk ke PT Pertamina (Persero).
Selain itu Masjid Agung di Solo juga akan mendapatkan gelontoran 40 juta dollar AS sebagai bentuk hadiah Putra Mahkota UEA.
"Kebanyakan untuk oil and gas, sampai petrochemical. Yang lainnya kecil, pertanian kecil, pendidikan kecil, yang besar itu oil, gas, and chemical," ujarnya.
Pembangunan ibu kota negara baru juga dimasukan dalam pembahasan investasi dengan UEA.
Pembiayaan ibu kota negara baru ini akan diarahkan melalui sovereign wealth fund ( SWF) atau lembaga pengelola dana kekayaan negara.
• Animo Warga Ikut Pemutihan Pajak Kendaraan di Samsat Kota Jambi Tinggi Bikin Jaringan Internet Lemot
• Musim Hujan, Komplek Kantor Kemenag Muarojambi Selalu Kebanjiran, Ini Solusi yang Dilakukan Dinas PU
• Siapa Sebenarnya Reynhard Sinaga WNI yang Dihukum Seumur Hidup Itu Ternyata Lulusan S1 Arsitektur UI
"Rencana akan diarahkan mungkin akan membentuk SWF bersama. Nah dari sana bisa saja untuk Kalimantan," ucap dia.
Beberapa nota kesepahaman atau MoU yang akan ditandatangani antara lain di bidang energi, kesehatan, pendidikan, dan Sovereign Wealth Fund (SWF).
Selain itu, pertemuan tersebut untuk mempersiapkan MoU untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Dalam hal ini ADIA (Abu Dhabi Investment Authority) akan menjadi mitra bagi Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Luhut: Jangan Bilang China-China Melulu..."
• BREAKING NEWS Ramai-Ramai Anggota DPR Provinsi Jambi Aktif dan Non-aktif Bersaksi di Persidangan
• Rekam Polwan Saat Mandi, Bripka RA Diarak Keliling Polda Pakai Seragam Patsus dan Bawa Mikrofon
• Berharap Ayah Angkatnya Datang, Begini Cara Martinus Agar Cristiano Ronaldo Datang ke Pernikahannya
• Siaran Live Streaming Malaysia Masters 2020 Hari Ini, 8 Wakil Indonesia Tanding, Ada Ahsan/Hendra
Dilirik China, Natuna Simpan Cadangan Gas Raksasa
Indonesia sudah sejak lama dikenal sebagai negara produsen gas alam dunia.
Salah satu cadangan terbesarnya, berada di perairan Natuna yang saat ini tengah berpolemik karena klaim China.
Dikutip Kompas.com dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral ( ESDM), Indonesia memiliki cadangan gas bumi mencapai 144,06 triliun kaki kubik (TCF), terdiri dari cadangan terbukti (P1) sebesar 101,22 TSCF dan cadangan potensial (P2) 42,84 TSCF.
Cadangan gas terbesar di Indonesia berada di Natuna, tepatnya berada di Blok East Natuna 49,87 TCF.
Selanjutnya disusul Blok Masela di Maluku 16,73 TCF, dan Blok Indonesia Deepwater Development (IDD) di Selat Makassar 2,66 TCF.
Besarnya kandungan gas alam di Natuna tersebut, membuatnya disebut-sebut sebagai cadangan gas terbesar di Asia Pasifik.
East Natuna direncanakan baru bisa memproduksi gas pada tahun 2027.
Lamanya produksi karena belum ada teknologi yang mempuni untuk menyedot gas di kedalaman laut Nantuna.
Masalah terberatnya, yakni kandungan gas CO2 yang mencapai 72 persen, sehingga perlu teknologi khusus yang harganya juga mahal.
Berbeda dengan blok lain di Natuna, gas yang diproduksi dari East Natuna tak dijual melalui pipa ke Singapura, namun diharapkan bisa disalurkan ke Jawa lewat pipa yang tersambung dari Kalimantan Barat hingga Kalimantan Selatan dan sampai ke Jawa Tengah.
Wilayah kerja migas yang berlokasi di Kepulauan Natuna, berjumlah 16 WK, terdiri dari 6 WK produksi, 10 WK eksplorasi di mana 3 diantaranya dalam proses terminasi karena waktu kontraknya telah habis dan belum berhasil memperoleh temuan migas.
Ke enam WK migas yang telah berproduksi tersebut adalah South Natuna Sea Block B yang dioperatori Conoco Phillips InC, Natuna Sea Block A yang dikelola Premier Oil Natuna Sea B.V, Kakap oleh Star Energy (Kakap Ltd). Kemudian Udang Block yang dikelola TAC Pertamina EP Pertahalahan Arnebrata Natuna.
Dua lainnya adalah Sembilang yang dioeprasi Mandiri Panca Usaha dan Northwest Natuna oleh Santos.
Eksplorasi sejak 1960-an Seperti diberitakan Harian Kompas, Juni 2016, Haposan Napitupulu, mantan Deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas, menjabarkan kalau laut Natuna memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.
Salah satu blok migas di Natuna yang cadangannya sangat besar lapangan gas Natuna D-Alpha dan lapangan gas Dara yang kegiatan eksplorasinya telah dilakukan sejak akhir 1960-an.
Ketika itu salah satu perusahaan migas Italia, Agip, melakukan survei seismik laut yang ditindaklanjuti dengan melakukan 31 pengeboran eksplorasi.
Kegiatan in berhasil menemukan cadangan migas terbesar sepanjang 130 tahun sejarah permigasan Indonesia dengan cadangan gas 222 triliun kaki kubik (TCF) dan 310 juta bbl minyak, dengan luas 25 x 15 km2 serta tebal batuan reservoir lebih dari 1.500 meter.
Namun, sayangnya, hingga ditemukan pada 1973, lapangan gas D-Alpha ini belum dapat dieksploitasi karena membutuhkan biaya yang tinggi disebabkan kandungan gas CO2-nya yang mencapai 72 persen.
Pada 1980, pengelolaan blok ini digantikan oleh Esso dan Pertamina.
Esso kemudian bergabung dengan Mobil Oil menjadi ExxonMobil dan telah menghabiskan biaya sekitar 400 juta dollar AS untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan kajian pengembangan lapangan.
Namun, tetap saja lapangan gas ini belum berhasil dieksploitasi.
Produksi gas dari blok-blok produksi di Laut Natuna sebagian besar disalurkan ke Malaysia dan Singapura.
Kontraknya masih berlanjut sampai 2021-2022.
Jika telah selesai pembangunan jalur pipa ke Batam, sebagian gas bumi berjumlah sekitar 40 juta kaki kubik per hari akan disalurkan ke Pulau Batam yang akan dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
Gas bumi dari lapangan Belanak di Indonesia disalurkan ke Lapangan Duyong, Malaysia, melalui jalur pipa laut sepanjang 98 kilometer yang kemudian dipipakan ke Kertih di pantai timur semenanjung untuk diolah di industri petrokimia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dilirik China, Natuna Simpan Cadangan Gas Raksasa"