Laut Natuna

Begini Reaksi Presiden Jokowi Soal Keberadaan China di Laut Natuna : Tak Ada Tawar Menawar

Pemerintah Indonesia sedang berupaya memberikan reaksi keras terhadap keberadaan China di Laut Natuna.

Editor: Heri Prihartono
ANTARA FOTO/KRISHADIYANTO
01082016_JOKOWI_PERAIRAN NATUNA 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jokowi soal Natuna: Tak Ada Tawar Menawar Mengenai Kedaulatan Kita"


 CHINA tak Punya Hak

Protes Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri atas masuknya kapal Cina ke wilayah perairan Natuna, sudah tepat.

Mengacu pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Cina memang tak memiliki hak dan kedaulatan apapun di perairan tersebut.

Argumen bahwa perairan tersebut merupakan wilayah tradisional penangkapan ikan nelayan Cina (traditional fishing right), sama sekali tak punya dasar hukum dan tak diakui.

Dalam UNCLOS, konsep yang dikenal adalah Traditional Fishing Rights, bukan Traditional Fishing Grounds. Hal itu diatur dalam Pasal 51 UNCLOS. Itu sebabnya masyarakat internasional tidak mengakui keabsahan 9 garis putus yang diklaim oleh Cina, termasuk klaim Traditional Fishing Rights mereka.

Bukan Tak Mau Urus, Ini Alasan Suami Baru Titip Bayi Lina ke Teman, Padahal Sule Siap Mengasuhnya

Kita punya dasar hukum internasional yang kuat untuk menolak klaim Cina tersebut.

Apalagi, Putusan Permanent Court of Arbitration pada tahun 2016, dalam sengketa antara Filipina melawan Cina, juga telah menegaskan kembali UNCLOS 1982.

 

Artinya, Cina tak punya dasar hukum mengklaim perairan Natuna Utara dan sembilan garis putus yang selalu mereka sampaikan. Padahal, Cina sendiri adalah anggota UNCLOS.

Memang, dalam kasus Coast Guard Cina kemarin tidak ada sengketa kedaulatan (sovereignty) antara Indonesia dengan Cina. Mereka tak memasuki laut teritorial Indonesia. Dalam hukum laut internasional, dibedakan antara sovereignty dengan sovereign rights.

Sovereignty merujuk pada konsep kedaulatan yang di laut disebut Laut Teritorial (Territorial Sea). Sementara sovereign rights bukanlah kedaulatan. Mereka hanya memasuki ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) Indonesia, di mana kita punya sovereign rights atasnya.

Sovereign rights memberi negara pantai seperti Indonesia hak untuk mengeksploitasi dan mengelola sumber daya alam di wilayah laut lepas tertentu (ZEE) atau yang berada di bawah dasar laut (landas kontinen). Jadi, ZEE memang tidak berada di laut teritorial, tetapi di laut lepas (high seas).

Di laut lepas memang tak dikenal konsep kedaulatan, sehingga tak dikenal juga tindakan penegakan kedaulatan. Namun, kita punya hak penegakan hukum di wilayah tersebut. Sebab, dalam undang-undang kita, misalnya UU No. 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, ZEE termasuk ke dalam laut yurisdiksi nasional.

Sesuai Pasal 9 ayat (2), TNI kita diberi tugas untuk menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah laut yurisdiksi nasional.

Dalam konteks konflik di Laut Cina Selatan hari ini, sebagai negara non-claimant state, Indonesia sebenarnya sejak lama telah mengambil sikap tegas untuk melindungi kedaulatan perairan Natuna.

Sejak dulu kita tidak pernah mengakui klaim sepihak Cina. Pada 2010, misalnya, kita bahkan pernah menulis catatan kepada Sekjen PBB bahwa klaim Cina mengenai sembilan garis putus-putus itu tidak memiliki basis hukum internasional.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Sumsel
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved