Banjir Jakarta
Bisa Dicontoh Jakarta, Begini Cara Jepang Dalam Menangani Banjir
Sedang jadi perbincangan hangat, peristiwa banjir Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir.
TRIBUNJAMBI.COM - Sedang jadi perbincangan hangat, peristiwa banjir Jakarta dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir.
Bicara soal banjir Jakarta, ada baiknya belajar dari Jepang yang cukup sigap dalam hadapi musibah seperti ini.
Jepang dikenal sebagai negara yang tanggap akan bencana, termasuk banjir.
• Saksikan Laga Seru Liga Spanyol Espanyol Vs Barcelona, Tonton di Live beIN Sports
• Sebelum Meninggal Dunia, Begini Pesan Terakhir Lina Pada Rizky Febian
Di Tokyo misalnya, yang memiliki saluran khusus untuk menampung air banjir bernama The Metropolitan Area Outer Underground Discharge Channel di Saitama.
Saluran tersebut terdiri dari beberapa tangki besar yang dihubungkan oleh terowongan yang mengalirkan air ke Sungai Edogawa dan menyiramkan air ke Teluk Tokyo.
Terowongan tersebut dirancang dengan panjang 6,3 kilometer dan membentang sepanjang 50 meter di bawah tanah.
Di sela-sela terowongan, terdapat pilar penopang setinggi 18,18 meter. Pilar-pilar tersebut membuat ruangan terlihat seperti kuil besar.
Bahkan, pengelola fasilitas menyediakan tur kepada warga yang ingin masuk dan menyaksikan bagian dalam terowongan.
Selain itu, Jepang juga memanfaatkan ruang publik yang ada, seperti lapangan, taman, dan sekolah sebagai fasilitas penampung air hujan.
• Kapal China Mulai Masuk Wilayah Indonesia, 600 Prajurit TNI Siaga di Laut Natuna
Cara penanganan ini disebut dapat diterapkan di Jakarta.
Menurut Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Sawung secara teknis cara tersebut dapat diterapkan.
Tetapi tentu saja, hal ini berpotensi terhalang masalah biaya.
"Secara teknis bisa, tapi pasti mahal banget biayanya," kata Dwi kepada Kompas.com, Jumat (3/1/2020).
Selain itu, sandungan lain adalah pembangunan yang tidak terkendali.
• Keindahan Wisata Danau Sipin Buat Penasaran, Pemkot Jambi Butuh Rp50 Miliar untuk Buat Sempurna
Para pengembang yang melakukan pembangunan di daerah penampungan air dianggap dapat menghambat upaya tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menuturkan, masalah pemenuhan ruang juga dianggap sebagai faktor yang menyulitkan.
Menurutnya, hal ini terjadi karena kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di Jakarta atau Pulau Jawa pada umumnya sudah terdegradasi, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Padahal di Jepang sendiri, teknologi yang diterapkan memanfaatkan ruang terbuka yang tersedia.
"Penyebab utamanya adalah pembangunan rakus ruang, sementara pemerintah tidak mampu mengontrol pembangunan rakus ruang, bahkan "mengizinkan"," kata dia. Tetapi, pendekatan teknologi yang diaplikasikan juga perlu melihat kondisi lingkungan, baik secara hulu dan hilir serta melibatkan warga dalam setiap perencanaan.
"Jadi mungkin tidaknya perlu dianalisis," kata Tubagus.
• Puluhan Pejabat OPD Berebut Capai Finis, Lomba Balap Karung Meriahkan HUT Provinsi Jambi ke-63
Dwi memberikan contoh penerapan untuk daerah tropis seperti Indonesia.
Dia mengatakan, Indonesia masih bisa meniru cara Malaysia untuk menangani banjir dengan mengatur daerah genangan.
Kemudian membuat bypass di area tertentu ke daerah genangan atau flood plain terlebih dahulu.
"Nah tapi kalau model Teluk Jakarta sulit menjaga tengah teluk tidak tergenang. (Karena) sudah terbangun semua dan penurunan tanahnya besar," ucap Dwi.
Dwi melanjutkan, pada dasarnya Jakarta sendiri tidak mungkin terbebas dari banjir secara sepenuhnya, apalagi mengingat faktor geografis dan ekologi kawasan ini.
Tetapi, potensi banjir masih dapat diminimalisasi dengan penataan ruang yang mempertimbangkan lingkungan serta teknis.
Dwi menambahkan, penataan ruang di Jakarta seharusnya juga berkesinambungan dan dibangun untuk jangka panjang.
Bukan hanya Jakarta, Dwi juga mengingatkan agar penataan ruang juga dilakukan di wilayah hulu.
Kemudian, Tubagus juga mengatakan saat ini pemerintah serta pihak terkait memperlakukan air sebagai kuantitas dan bukan kualitas atau sebagai bagian penting dari lingkungan hidup.
"Mencontoh atau tidak, yang pasti kita butuh perluasan ruang terbuka hijau, yang berperan sebagai dukungan lingkungan, fungsinya (sebagai) wilayah resapan banjir, sumber oksigen, dan lain sebagainya," kata Tubagus.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penanganan Banjir Jakarta Bisa Meniru Tokyo"