Misteri Bintang Bethlehem

Selama ratusan tahun, para cerdik pandai berusaha mencari jawaban akan misteri Bintang Bethlehem itu. Apakah kemunculan bintang itu peristiwa...

Editor: Duanto AS
ugm.ac.id
Trias Kuncahyono, wartawan senior Harian Kompas 

Oleh sebab itu, dalam dimensi politik pluralisme berkaitan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Banyak negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi tetapi tidak mengakui adanya pluralisme di dalam kehidupannya sehingga terjadi berbagai jenis segregasi.

Pluralisme juga berkenaan dengan hak hidup kelompok-kelompok masyarakat—termasuk kelompok-kelompok yang kecil-kecil--yang ada dalam suatu komunitas.

Komunitas-komunitas tersebut mempunyai budaya masing-masing dan keberadaan mereka diakui negara termasuk budayanya.

Di sini berarti pluralisme adalah ungkapan persaudaraan antar-sesama manusia yang berbeda-beda, yang berasal dari satu pencipta.

Perbedaan itu sebagai sebuah pemberian dari Tuhan. Jadi, kita tak perlu takut untuk hidup di tengah perbedaan.

Hidup di tengah perbedaan yang saling menghormati dan hidup bersama secara damai, dengan penuh semangat untuk saling mempedulikan. Hal itu baru tercipta bila ada ikatan, ada kerja sama, dan ada kerja yang nyata.

Kebersamaan dalam perbedaan memungkinkan semua pihak saling belajar dan memperkaya cara penghayatan hidup iman yang dapat berdampak pada kebaikan hidup bersama di tengah masyarakat yang majemuk.

Jalinan persaudaraan semacam itu diharapkan dapat menghadirkan semangat kekeluargaan yang nyata, bukannya persaudaraan semu.

Dengan demikian benar adanya yang dikatakan oleh sejarawan Inggris, Arnold Toybe, Indonesia adalah The land where the religions are good Neighbours, negeri di mana agama-agama hidup bertetangga dengan baik. Agama memang mempunyai peranan sangat penting dalam masyarakat.

Akan tetapi, sejarah manusia--termasuk sejarah di negeri ini--mencatat terjadinya kejahatan karena agama.

Dunia pernah diwarnai dengan Perang 30 Tahun (1618-1648) antara Katolik dan Protestan di wilayah yang sekarang menjadi Jerman; juga terjadi Irlandia Utara antara Katolik dan Protestan; Perang Salib, konflik Sunni dan Syiah di Irak, konflik Hindu dan Islam di India, dan masih banyak lagi.

Fanatisme agama yang kelewat batas, telah meruntuhkan toleransi antar-manusia, yang plural ini. Kerap kali terjadi, agama digunakan sebagai senjata untuk melegalkan semua cara, termasuk untuk tujuan-tujuan politik.

Tidak jarang, demi agama orang bisa menyakiti orang lain, seperti yang terjadi di Myanmar, Suriah, Nigeria, Pakistan, Afganistan, Somalia, dan jangan lupa termasuk Indonesia.

Pada akhirnya, muncul pertanyaan: kalau keberadaan agama harus dibela dengan kekerasan, apakah sumbangannya terhadap peradaban manusia?

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved