Kisah Militer
Anggota Kopassus Berkaki Satu yang Selalu Dicari Soeharto, selalu Dibela Benny Moerdani Mati-matian
Anak buahnya berusaha membopong untuk menyelamatkan komandannya, namun di situasi itu, Agus Hernoto memilih jalannya sendiri.
Anggota Kopassus Berkaki Satu yang Selalu Dicari Soeharto, selalu Dibela Benny Moerdani Mati-matian
TRIBUNJAMBI.COM - Saat memimpin Operasi Benteng I kakinya tertembak tentara Belanda.
Anak buahnya berusaha membopong untuk menyelamatkan komandannya, namun di situasi itu, Agus Hernoto memilih jalannya sendiri.
Agus tetap berada di medan pertempuran, hingga akhirnya tertangkap dan menjadi tawanan tentara Belanda. Dia dirawat pasukan Belanda hingga sembuh, tapi kakinya terpaksa diamputasi, mengingat luka tembaknya sudah membusuk.
• Kisah Penyamaran Prajurit Kopassus. Pura-pura Mati Tidur di Tumpukan Mayat 5 Hari
• Rahasia Tempur Kopassus yang Efektif dan Efisien, Pantas Saja Hanya Kirim Segelintir Orang
• Peristiwa 1964 Kopassus vs Marinir di Lapangan Banteng, Jakarta Mencekam Gara-gara Salah Paham
Kisah Agus Hernoto itu dituliskan di buku Legenda Pasukan Komando: Dari Kopassus sampai Operasi Khusus, Penerbit Buku Kompas.
Dari masa Orde Lama hingga Orde Baru, anggota Kopassus ( Komando Pasukan Khusus) ini mengabdi. Daya juang Agus Hernoto sangat tinggi, hingga dia kehilangan kakinya saat memimpin Operasi Benteng I pembebasan Irian Barat.
Agus merupakan anggota pasukan Kopassus yang berkaki satu dan punya semangat juang tinggi.
Dia dikenal begitu menjiwai motto berani-benar-berhasil, bahkan setelah dia tidak bergabung lagi dengan Kopassus.
Ya, Agus didepak dari Kopassus, dulu bernama RPKAD ( Resimen Para Komando Angkatan Darat), lantaran kondisi fisiknya.
Agus kehilangan satu kakinya saat memimpin Operasi Benteng I.
Saat itu, kakinya tertembak tentara Belanda.
Anak buahnya berusaha membopong dan menyelamatkan komandannya. Namun, di situasi kala itu, Agus memilih jalannya sendiri.
Dia tetap berada di medan pertempuran, hingga akhirnya tertangkap dan ditawan tentara Belanda.
Pasukan Belanda memperlakukan Agus sesuai konvesi Jeneva. Agus dirawat hingga sembuh, tapi kakinya terpaksa diamputasi, mengingat luka tembaknya sudah membusuk.
Agus masih hidup dan Irian Barat akhirnya jatuh ke tangan Indonesia.