Korupsi Revitalisasi Asrama Haji Jambi, Hakim Tolak Keberatan M Tahir
Keberatan terdakwa pidana korupsi M Tahir Rahman dalam dakwaan perkara dugaan korupsi revitalisasi asrama haji ditolak.
Penulis: Jaka Hendra Baittri | Editor: Teguh Suprayitno
Korupsi Revitalisasi Asrama Haji Jambi, Hakim Tolak Keberatan M Tahir
TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Keberatan terdakwa pidana korupsi M Tahir Rahman dalam dakwaan perkara dugaan korupsi revitalisasi asrama haji ditolak. Hal ini dibenarkan oleh Iksan Hasibuan selaku pengacara terdakwa.
“Benar,” kata Hasibuan, pada Minggu (1/12).
Penolakan dibacakan oleh ketua majelis hakim Erika Sari Emsah Ginting dalam putusan sela.
“Menyatakan keberatan dari penasihat hukum terdakwa Drs. M.Tahir Rahman, M.Hi bin H. Abd.Rahman tersebut tidak diterima. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jmb atas nama TerdakwaDrs. M.Tahir Rahman, M.Hi bin H. Abd.Rahman tersebut di atas, menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir,” kata Erika pada Rabu (27/11).
• Hindari Kecelakaan, Pita Penggaduh Dipasang di Titik Halte Kota Jambi
• Dua Atlet Polo Air Jambi Perkuat Timnas Indonesia di SEA Games Filipina, Sumbang Medali Emas Pertama
• Hilang Terseret Arus Sungai Batang Tebo, Jasad Bujang Ditemukan Warga 3 Km dari Lokasi Kejadian
• Korban Kebakaran di Tanjabtim Terlilit Hutang, Pemprov Jambi Seperti Tak Peduli
Pada mulanya Iksan Hasibuan menyatakan ketidakpuasan dengan isi dakwaannya pada Selasa (12/11).
Sebelumnya diketahui proyek revitalisasi asrama haji dikerjakan PT Guna Karya Nusantara dengan anggaran 51 miliar. Namun muncul dugaan penyimpangan dalam proyek mangkrak sejak Maret 2017. Bangunan selesai namun uang sudah habis. Menurut unit tipikor Polda Jambi kerugian negara mencapai sekitar 11,7 miliar rupiah.
Dari pelacakan di SIPP PN Jambi, terjadwal sidang pertama kasus Asrama Haji Jambi digelar, Selasa (5/11). Para tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, dengan ancaman pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.(Jaka HB)